Mohon tunggu...
Arolina Sidauruk
Arolina Sidauruk Mohon Tunggu... Pengacara - Waktu itu sangat berharga

Bagai menegakkan benang basah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemekaran Wilayah-Moratorium-Otonomi Daerah Baru

16 Juli 2022   16:44 Diperbarui: 18 Juli 2022   17:04 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peta Indonesia. Inilah sederet kota terkecil yang ada di Indonesia.(Shutterstock/Hyotographics via KOMPAS.com)

Kali ini Kompasiana mengundang para penulis untuk memberikan opini tentang Pemekaran Wilayah. Terlepas dampak baik buruknya pemberlakuan Pemekaran tersebut, saya perlu memberikan sedikit pandangan tentang hal ini.

Pembahasan seharusnya jeli, karena tidak bisa Pemekaran Wilayah dilakukan tanpa persiapan yang matang, Biasanya akan ada kajian dari akademisi dan ahli pemerintahan dan tata ruang, sehingga pelaksanaan pemekaran wilayah seharusnya sudah siap dilaksanakan.

Dasar Hukum pelaksannan Pemekaran wilayah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 tentang persyaratan, pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah. 

Apa saja yang termasuk dalam dasar kewilayah itu?

Parameternya adalah: Luas wilayah, jumlah penduduk minimal, batas wilayah dan cakupan wilayah serta batas usia minimal daerah/provinsi kabupaten/kota, dan Kecamatan.

Sebenarnya apakah yang melatarbelakangi suatu daerah memisahkan diri?

(1) Timpangnya pemerataan dan keadilan, (2) Kondisi geografis yang luas dan pelayanan masyarakat yang tidak efektif dan efisien, (3) perbedaan civil society yang berkembang di masyarakat, (4) iming-iming insentif fiskal, dan (5) status kekuasaan. 

Salah satu permasalahan pada pemekaran daerah adalah akan mempersempit kapasitas fiskal pemerintah Pusat. Dengan semakin banyaknya pemekaran Wilayah akan membuat jumlah transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah akan semakin tinggi setiap tahunnya.

Bagaimana perangkat hukum di Indonesia mengatur pelaksanaan pemekaran wilayah?

NKRI mempunyai perangkat Hukum yang mengatur Pemekaran Daerah/Wilayah, yaitu UUD 1945 no. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam UU ini diatur mengenai Otonomi Daerah di Indonesia, daerah dibagi atas daerah-daerah provinsi yang di dalamnya ada pemerintah kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai pemerintah daerah.

Di dalam UU nomor 32 Tahun 2004 pasal 14 ayat 1 mengatur berbagai urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota yaitu urusan wajib: Perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang, penyelenggaraan ketertiban umum, dan ketentraman masyarakat. 

Nah, kalau begitu apa saja kewenangan pemerintah pusat yang diserahkan kepada pemerintah daerah dengan kebijakan otonomi daerah?

Hal tersebut meliputi pendidikan, kebersihan, kesehatan, hingga seni budaya. Kewenangan ini bisa dilakukan dalam kebijakan publik yang dapat diatur dalam peraturan daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. 

Fungsi pemerintahan daerah dapat diartikan sebagai perangkat daerah yang menjalankan mengatur dan menyelenggarakan jalannya pemerintahan.

Apa saja kewenangan dari pemerintah pusat?

Antara lain mendirikan lembaga peradilan, mengangkat Hakim dan Jaksa, mendirikan lembaga Pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan ke imigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk UU, Peraturan Pemerintah pengganti UU, Peraturan Pemerintah dan peraturan lain yang berskala Nasional.

Lalu pertanyaannya kemudian kenapa Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah?

Tujuannya antara lain untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

Sekaitan dengan hal di atas, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, pernah mengatakan pemekaran daerah bukan hanya sebatas pembagian wilayah saja. Menurutnya, tujuan akhir dari pemekaran ialah kemandirian fiskal di daerah yang baru dan target akhirnya adalah kemandirian fiskal, sehingga mereka mampu memiliki anggaran tersendiri dan tidak tergantung kepada pusat. Nantinya mereka, daerah-daerah ini bisa mensejahterakan rakyat melalui program-program pemerintah.

Selama ini pemekaran dilakukan dengan mudah dimana kriteria politik (meski tidak ada dalam persyaratan) lebih dominan dari pada kriteria administratif, teknis, dan fisik (sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan). 

Tuntutan masyarakat untuk melakukan pemekaran melalui pemerintahan daerah dipicu euforia politik dan tuntutan keinginan masyarakat untuk mendirikan daerah sendiri yang mencuat ketika mereka tidak atau kurang diperhatikan. Padahal ini dapat disebabkan oleh kesalahan atau ketidakmampuan pelayanan pada birokrasi tingkat daerah. 

Khusus mengenai proses pemekaran dan pembentukan daerah, Pasal 5 menegaskan:

(1) Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi Daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas Daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

(2) Pembentukan, nama, batas, dan ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Undang-Undang.

(3) Perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, perubahan nama Daerah, serta perubahan nama dan pemindahan ibukota Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dan (4) Syarat-syarat pembentukan Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 (selanjutnya disebut PP No.129/2000).

Topik Pilihan Kompasiana ini mengingatkan saya pada salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang akan memekarkan diri, yaitu Kabupaten Simalungun yang terdiri dari 31 Kecamatan.

Ketika rencana pemekaran kabupaten ini bergulir, rencananya akan diberi nama Kabupaten Simalungun Atas (induk) dan Kabupaten Simalungun Hataran (pemekaran) Kabupaten Simalungun Hataran ibu kotanya di Perdagangan, yang terletak di Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun. 

Kabupaten baru ini, akan menjadi daerah kabupaten atau kota ke 34 di Sumut, yang terdiri dari 15 kecamatan yaitu: Kecamatan Siantar, Gunung Maligas, Gunung Malela, Dolok Batu Nanggar, Pematang Bandar, Bandar Huluan, Bandar Masilam, Bandar, Ujung Padang, Bosar Maligas, Hutabayu Raja, Jawa Maraja Bah Jambi, Tapian Dolok, 

Tanah Jawa dan Kecamatan Hatonduhan Saat Ketua DPRD Simalungun Timbul Jaya Sibarani didampingi Ketua Badan Percepatan Pemekaran Kabupaten Simalungun (Binton Sitindaon ) telah menyerahkan berkas dukungan dan data terkait rencana Calon Daerah Persiapan Otonomi Baru (CDPOB) wilayah Kabupaten Simalungun Atas dan Kabupaten Simalungun Hataran tersebut kepada Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung. Namun, hingga saat ini, belum juga terealisasi.

Apakah ini berhubungan dengan belum dibukanya pintu moratorium? Padahal pemberian dana hibah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintah Kabupaten Simalungun Hataran untuk jangka waktu dua tahun berturut-turut terhitung sejak peresmian sebagai daerah otonom baru, sudah akan ditampung dalam (APBD) Sumut.

Selain itu pemberian dukungan dana dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemilihan kepala daerah untuk pertama kali di Kabupaten Simalungun Hataran juga ditampung dalam APBD Sumatera Utara.

Ketika itu ada juga isu yang berkembang adanya aksi penjegalan dari tokoh masyarakat yang berpengaruh dipusat dan tidak akan mendukung proses pemekaran tersebut, dengan alasan kalau Kabupaten Induk dimekarkan, maka masyarakat Simalungun Hataran hidupnya akan lebih makmur dan sejahtera, sumber pendapatan mereka berasal dari perkebunan sawit dan karet yang tersebar hingga sampai batas Kotamadya Tebing Tinggi. 

Sementara Kabupaten Induk hanya mengharapkan dari sektor pariwisata dan sektor perikanan, walaupun di kecamatan Purba (Seribudolok) banyak lahan pertanian. Selebihnya Pemerintah Kabupaten Simalungun Induk akan menerima bantuan dari Pusat dan APBD Propinsi Sumatera Utara.

Atas segala persoalan itu, Mendagri Tito mengungkapkan seharusnya desain besar otonomi daerah perlu dipikirkan.

Ia menyebut Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri kini tengah menyusun Desain Besar Penataan Daerah (Desartada). Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana Diubah dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2015 yang mempunyai syarat teknis dalam pembentukan daerah baru antara lain:

a. kemampuan ekonomi
b. potensi daerah
c. sosial budaya
d. kependudukan
e. luas daerah
f. pertahanan
g. keamanan
h. faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah 

Terakhir syarat fisik yang dimaksud harus meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota sarana, dan prasarana pemerintahan.

Ironisnya, justru beberapa fungsi pelayanan publik tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksiapan aparatur yang ditempatkan di wilayah yang baru dimekarkan itu. Contohnya, dalam mengisi struktur-struktur pemerintahan yang berfungsi melakukan pelayanan publik.

Hal ini jelas berdampak pada penyelenggaraan pelayanan publik bagi masyarakat. Maka sebaiknya sebelum memutuskan pemekaran daerah, pemerintah seharusnya mengevaluasi terlebih dahulu seluruh daerah otonom. 

Sebab, bila dilihat masih banyak daerah yang telah dimekarkan belum bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat, meningkatkan daya saing, serta membangun sistem pemerintahan yang baik. 

Bagi daerah-daerah yang telah terbentuk namun tidak mampu melaksanakan otonominya (tidak memenuhi berbagai syarat/kriteria yang memungkinkan terselenggaranya otonomi) akan dihapus dan digabungkan dengan daerah lain.

Prosedur pembentukan dan pemekaran daerah harus diawali oleh adanya kemauan politik pemda dan masyarakat setempat. Sistematika untuk pembentukan provinsi, berkas usulan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri yang disertai lampiran hasil penelitian dari para ahli, persetujuan DPRD Provinsi dan kabupaten/kota.

Sementara usulan pembentukan kabupaten/kota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur yang disertai lampiran hasil penelitian para ahli, persetujuan DPRD Provinsi dan kabupaten/kota. 

Selanjutnya Menteri Dalam Negeri akan memproses dan menugaskan tim untuk observasi ke daerah dan hasilnya akan menjadi rekomendasi bagi Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Setelah melalui pembahasan internal DPOD membuat keputusan menyetujui atau menolak usul pembentukan daerah. 

Apabila disetujui maka Mendagri mengajukan usul pembentukan daerah tersebut beserta RUU Pembentukan Daerah kepada Presiden, yang jika mendapat persetujuan lalu diteruskan kepada DPR-RI untuk dibahas.

Pembiayaan bagi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah baru untuk tahun pertama ditanggung oleh daerah induk berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari gabungan kabupaten/kota di provinsi baru dan dapat dibantu melalui APBN.

Tentang Pemekaran Wilayah Papua

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah seharusnya menerbitkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk memastikan tiga daerah otonomi baru (DOB) Papua untuk bisa mengikuti Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

Menurut Ihsan (Peneliti Kode Inisiatif) penerbitan Perppu lebih realistis dibandingkan merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada). 

Bila dikaji kembali perubahan-perubahan yang terjadi selama Republik ini berdiri upaya meningkatkan peran daerah dalam mengurus wilayahnya menjadi prioritas setiap rezim pemerintahan. 

Namun kenyataannya terlihat bahwa perubahan kebijakan pengelolaan pemerintahan daerah tidak berjalan secara konsisten. Hingga kini berbagai konflik kepentingan dalam hubungan antara pusat dan daerah masih terlihat kurang harmonis. 

Sehingga menjadi pertanyaan besar, bagaimana seharusnya menciptakan hubungan yang tepat antara pusat dan daerah dan antar daerah baik dari segi wewenang, tanggung jawab dan hak-haknya, atau diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan yang dapat mengakomodir seluruh kepentingan. 

Dengan demikian, setiap kebijakan pemekaran dan pembentukan suatu daerah baru harus memastikan tercapainya akselerasi di berbagai bidang tersebut, yang pada giliran akhirnya bermuara pada kesejahteraan rakyat.

Perlu diketahui bahwa kemampuan daerah dalam melaksanakan kewenangan setelah pemekaran tidak sama karena masing-masing mempunyai kondisi dan karakteristik yang berbeda. 

Sehingga pada kenyataannya perkembangan selanjutnya banyak daerah hasil pemekaran belum atau kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat bahkan berpotensi menimbulkan permasalahan baru seperti sengketa batas wilayah, perebutan lokasi ibu kota, dan konflik lainnya.

permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan dari pemekaran daerah seperti jumlah penduduk apakah telah sesuai dengan luas wilayah, perkembangan penduduk yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan terutama lahan yang ditempati akan menjadi sempit, atau sebaliknya. 

Hal ini akhirnya menimbulkan permasalahan menurunnya jumlah penduduk dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara drastis. Bertambahnya pemekaran daerah menjadi bukti konkrit bahwa ada masalah serius dengan penataan daerah.

Melihat menggelembungnya daerah pemekaran di Indonesia tentunya akan, menimbulkan biaya tinggi dan pemborosan, karena semakin besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai perputaran roda birokrasi.

Benarkah alasan normatif tersebut merupakan motif pokok menguatnya tuntutan pemekaran di beberapa daerah? 

Dalam kenyataan mayoritas penggerak pemekaran memiliki agenda personal. Pemekaran pemerintah daerah baru, akan menghasilkan unsur-unsur kekuasaan dan ekonomi baru di daerah yang akan dinikmati segelintir elite baru yang akan berpeluang menduduki berbagai jabatan kepala daerah, DPRD, DPD yang mewakili daerah setempat. Jadi ternyata peraturan pemerintah tentang pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) tidak berlaku bagi Provinsi Papua. 

Apalagi selama ini Papua sangat jauh tertinggal dari provinsi-provinsi lain di Indonesia. Moratorium tidak berlaku untuk daerah yang lain. 

Dengan berbagai alasan yang sudah dipaparkan diatas. dan berdasarkan evaluasi BPK tahun 2019 sumber pandapatan sebagian besar 223 DOB itu masih bergantung kepada APBN atau belum mampu mandiri. Alasan lain seiring pemberlakuan Moratorim adalah kondisi fiskal nasional sedang terfokus kepada penanganan Covid 19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Dampak negatif Pemekaran Wilayah.

Ada Beberapa dampak negatif dari Pemekaran Wilayah:

(a) pemekaran menciptakan perluasan struktur yang mengakibatkan beban berat biaya .
(b) Kesamaan karakteristik sosial budaya dan historis masyarakat merupakan komitmen mayoritas warga, aspek politik selalu mengedepankannya.
(c) Rendahnya kapasitas fiskal yang menyebabkan pemerintah daerah berupaya meningkatkan pendapatan dengan berbagai cara yang justru merugikan masyarakat dan berakibat terhadap munculnya kesenjangan.
(d) Pertambahan jumlah pemerintah daerah secara simultan meningkatkan belanja dalam APBN dan ini membebani pemerintah pusat.

Pemekaran wilayah pada dasarnya bertujuan untuk lebih mendekatkan jarak antara pemerintah sebagai pelaksana pelayanan publik dengan masyarakat sebagai penerima pelayanan. Pemekaran wilayah juga bertujuan untuk menjadikan pelayanan publik bisa menjadi lebih efektif dan efisien. 

Namun yang sebenarnya yang menjadi tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah yang dimekarkan.

Ironisnya, tidak sedikit yang terjadi pada wilayah yang baru dimekarkan justru beberapa fungsi pelayanan public tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya kesiapan dari aparatur yang ditempatkan diwilayah yang baru dimekarkan itu. 

Salah satu masalah utama yang sering ditemui di wilayah-wilayah yang baru dimekarkan biasanya adalah kendala dalam mengisi struktur-struktur pemerintahan yang berfungsi melakukan pelayanan publik. Hal ini jelas berdampak pada penyelenggaraan pelayanan publik.

Ternyata Pemekaran Propnsi Papua dilakukan dalam beberapa tahap.

Mengingat luasnya wilayah Papua ini, pemerintah pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya.

Pertama dimulai dengan pemekaran desa, pemekaran kecamatan dan pemekaran kabupaten. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dengan diberlakukannya Otonomi Khusus di Papua, maka khusus di Provinsi Papua (dan kemudian juga di Provinsi Papua Barat), istilah kecamatan diganti menjadi distrik dan desa menjadi kampung.

Pemekaran Kabupaten dilakukan mulai tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 dengan membentuk tiga kabupaten baru yaitu, Kabupaten Tolikara dengan ibu kota Karubaga, Kabupaten Pegunungan Bintang dengan ibu kota Oksibil dan Kabupaten Yahukimo dengan ibu kota Dekai. Sementara Kabupaten Jayawijaya sebagai kabupaten induk tetap beribu kota di Wamena di Lembah Balim.

Pemekaran kabupaten kedua adalah pada tahun 2008, yaitu pemekaran dari wilayah Kabupaten Jayawijaya dan sebagian wilayah kabupaten pemekaran pertama. 

Dimekarkan empat kabupaten baru yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri RI pada tanggal 12 Juni 2008 di Wamena, berbatasan dengan Distrik Ilaga (Kabupaten Puncak) dan Distrik Ilu (Kabupaten Puncak Jaya). Undang-Undang Nomor 6 tahun 2008 tentang pemekaran wilayah Kabupaten Nduga. Dengan ibu kota Kenyam. Meliputi Distrik Kenyam, Mapenduma, Yigi, Wosak, Geselma, Mugi, Mbua dan Gearek. 

Batas wilayah Nduga meliputi sebelah utara berbatasan dengan Distrik Kuyawage, Balingga, Pirime dan Makki (Kabupaten Lanny Jaya). Sebelah timur berbatasan dengan Distrik Pelebaga dan Wamena (Kabupaten Jayawijaya). 

Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Sawaerma (Kabupaten Asmat), sebelah barat berbatasan dengan Distrik Jila (Kabupaten Mimika). Daerah yang akan dimekarkan dari Kabupaten Jayawijaya adalah membentuk satu kota/kotamadya yaitu Kota Lembah Baliem 

Potensi apa yang ada di Papua? 

Di Sektor Pertanian (1.287.000 Ha) merupakan tanah yang cocok untuk digunakan sebagai area pertanian, Perkebunan. dengan produksi karetnya, sawit dengan tandan Buah segarnya, demikian juga Kakao buah Basah..

Potensi Peternakan diketahui bahwa pemanfaatan lahan peternakan belum maksimal, sehingga peternakan masih di lakukan dengan cara impor. Potensi Kehutanan hasil hutan produksi dikonversi 4.739.327 ha.

Sektor Pertambangan. Provinsi Papua adalah penghasil tambang emas terbesar di Indonesia dan hal ini adalah Ikon dari Provinsi Papua.

Potensi produksi perikanan tercatat 309.607 ton. Potensi di bidang Pariwisata Papua memiliki pesona alam yang sangat indah dengan Flora & Faunanya. Papua juga kaya jenis tanaman anggrek (2.500 spsies anggrek).

Selain menyimpan cadangan hasil tambang yang besar, papua juga memiliki potensi kayu sebanyak 540 juta kubik yang apabila diolah menjadi produk industri kayu yang nilainya dapat mencapai sebesar US$ 500 Miliar sementara Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. 

Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. (sumber data BPS pusat )

Moratorium bukan untuk Papua 

Menyikapi wacana pemekaran wilayah provinsi lainnya, pemerintah pusat tidak menegaskan berlakunya moratorium tersebut? 

Justru yang sebaliknya terlihat adalah pemerintah pusat ingin mendorong pembentukan provinsi-provinsi baru di Papua.

Indikasinya beragam. Terbitnya (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua pada bulan Juli 2021 jelas mengamanatkan pembentukan daerah baru di Provinsi Papua dan Papua Barat. Berbeda dengan alasan menolak pemekaran provinsi lain dalam pemekaran provinsi baru Papua. 

Pemerintah beralasan tentang pentingnya pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua (OAP).

Menurut pemerintah, rencana pemekaran telah memperhatikan aspek-aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan/atau aspirasi masyarakat Papua. 

Dari perkembangan ini, kebijakan pemerintah pusat untuk moratorium pemekaran provinsi ternyata tidak berlaku untuk Papua. Alasan yang dipakai untuk menolak pemekaran provinsi lain juga tidak berlaku untuk Papua. 

Alih-alih menyerap aspirasi otonomi Papua dari bawah tentang perlu tidaknya pemekaran wilayah tingkat kabupaten dan kota (bottom up approach), pemerintah pusat justru memakai pendekatan kebijakan dari atas untuk membentuk provinsi baru (top down approach). 

Jadi apabila ada pertanyaan "Efektifkah Pelaksanaan Pemekaran Wilayah/Daerah di Indonesia?" jawaban saya, tergantung situasional.

Penjelasan di atas saya kutip dari berbagai sumber data. Pemekaran Wilayah justru tidak efektif dan tidak dapat memberikan tingkat kesehjahteraan bagi masyarakatnya. Bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Fenomena pemekaran ini cenderung bergeser menjadi alat berbagi kekuasaan untuk kepentingan Politik.

tataruang.id
tataruang.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun