Dari kisah penciptaan nyata bahwa manusia baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesamaan martabat di hadapan Allah, yakni mereka diciptakan serupa atau secitra dengan Allah. Tidak dikatakan bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki atau sebaliknya, perempuan lebih tinggi martabatnya dari laki-laki.Â
Mereka memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah. Artinya laki-laki dan perempuan tidak boleh saling menguasai satu sama lain atau yang satu merasa lebih hebat (superior) dari yang lain. Hendaknya laki-laki dan perempuan saling melengkapi dan bekerja sama untuk mengambilbagian dalam keseluruhan karya penciptaan Allah, yakni dengan memelihara dan mengembangkan ciptaan Allah di dunia.
Kehadiran perempuan mulai diakui atau dipandang sejajar dengan laki-laki pada saat kehadiran dan kedatangan Yesus dalam "Perjanjian Baru", dimana tanda eksklusif, yakni sunat diganti menjadi tanda inklusif, yakni permandian bagi semua orang. Dengan kata lain, kehadiran Yesus dalam Perjanjian Baru menjadi titik temu "komunitas baru", yakni antara laki-laki dan perempuan.Â
Karena tanda sebagai umat pilihan khusus yang dibuat Yesus tidak hanya berlaku untuk kaum laki-laki saja, tetapi juga kaum perempuan; baik untuk seorang Yahudi, maupun bukan Yahudi; baik untuk seorang atasan, maupun budak; tanda yang menjadi pembebasan bagi mereka yang kecil, miskin, dihina, dikucilkan, ditindas dan dianggap tidak layak untuk Kerajaan Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H