Lebih asyik dipanggil Leo. Nama lengkapnya Leonardus, tapi panggilannya Aris. Entah darimana nama Aris itu berasal, tapi memang ada yang begitu di tempat saya. Namanya dari Mars, Â tapi panggilannya dari Pluto. Sulit disambung semesta.
Aris adalah kolega kantor, usianya kalau tidak salah 38 tahun, lumayan ganteng, saya tentu lebih ganteng. Makan Puji.
Beberapa tahun lalu, di kantin kantor, dalam dialog harbabiruk tentang bola, saya sempat bertanya pada Aris, "Klub idola apa om?". " Fiorentina" jawab Aris.
Oh iya, harbabiruk itu bahasa pasar kupang yang berarti ngelantur, tak jelas kemana.
"Oh, Fiorentina" balas saya, dan tiba-tiba sedikit susah menelan.Â
Di tahun tersebut, dan dalam diskusi bola soal Serie A, Fiorentina memang agak sulit dan jarang disebut. Mungkin itulah yang membuat Aris lebih sering diam, tak mau terlibat, tersudutkan oleh beban diri sendiri.
Sayangnya, dalam kediaman itu, dan rasa "sesak" karena tahu diri tentang prestasi Fiorentina yang melempem, Aris akan lebih cepat menghabiskan pisang goreng. Biar cepat beranjak dari kantin, dengan diskusi yang menyakitkan. Tanpa ikut membayar. Fiuh.
Tentu saja alasannya karena jika bicara soal Serie A, dalam satu dekade terakhir, Inter Milan, AC Milan, Juventus, AS Roma atau Laziolah yang jamak dibicarakan. Fiorentina sering dilupakan. Amat jarang, kecuali jika ingin bernostalgia saja.
"Karena warna baju om?, Ungu janda itu" kelakar saya, memancing untuk mengetahui latar belakang mengapa Aris mulai dan masih mencintai klub berjuluk La Viola itu sampai sekarang.
"Batigol lah..." seloroh Aris, melotot dan setengah memprotes.
Ya, Gabriel Batistuta.Â
Striker fenomenal asal Argentina lah dengan tendangan geledek  yang menjadi alasan untuk Aris masih mencintai Fiorentina hingga sekarang. Saya kira inilah juga yang  menjadi alasan mayor bagi remaja penggemar La Viola era 1990-an.
Untuk pengingat saja, di era itu, Batistuta memang nampak menjadi seperti superman ketika Fiorentina secara klub terlihat "biasa-biasa" saja dibandingkan klub lain yang disebut di atas.
Batistuta meraih seabrek gelar individu; top skorer Serie A 1994-95, Top skorer Coppa Italia 1995-96, dan Serie A Foreign Footballer of the year 1999, ketika Fiorentina hanya berbangga menjadi scudetto Serie B, dan Coppa Italia.
"Tak mau pindah klub om?" goda saya. Wajah Aris kram dan lantas beranjak pergi.Â
Memang yang kalah mental dan tak tahan diejek soal prestasi klub memiliki dua jurus terbaik, sebaiknya tak usah ke kantin, jika tidak, maka hanya ada dua pilihan; diam atau pergi.
Akan tetapi ada apresiasi yang patut diberikan kepada Aris.Â
Aris jelas bukan penggemar katabelece, tak jelas, alias anak kemarin sore. Aris memang pecinta Fiorentina sejati.Â
Dia tak mau berpindah ke lain hati. Jika Artemio Franchi ingin memberikan kursi penonton gratis untuk penggemar sejati, Aris patut mendapatkannnya.
Buktinya, jika sedang memainkan game Football Manager, Aris tetap memakai Fiorentina sebagai club careernya. Mungkin Aris ingin sejenak bersenang membawa Fiorentina menjadi juara di dunia game, daripada mengharap Fiorentina di dunia nyata.
Selain itu ada beberapa jersey Fiorentina jaman jadul yang dipakainya jika bermain futsal bersama, ada tulisan Nintendo atau Toyota berlengan ponjang agak gombrong. "150 ribu om..kw" kata Aris, ketika saya memperhatikan jersey itu agak teliti.
"Bangke. Chiesa ke Juventus" kata Aris suatu waktu di apel pagi.Â
"Lihat saja, sedikit lagi Vlahovic akan pindah. Bangke. Bangke" ujar Aris, nampak merintih. Sakit hati. Semua rintihan itu memang benar menjadi kenyataan.
Memang itulah derita penggemar klub kecil, yang tak berdaya soal uang. Mimpi terbatas, ditambah kemarahan dan sakit hati yang mesti dikontrol. Menyakitkan memang. Tapi Aris bersikukuh tak akan pindah ke lain hati.Â
Beberapa hari terakhir, wajah Aris nampak sumringah. "Calon juara UEFA Confrence Laeague om" kata Aris, sedikit tiba-tiba, ketika saya sedang menikmati pisang goreng di kantin kantor ditemani kopi Bajawa.
"Wih...bisa juara La Viola kali ini" kata saya, pendek.
Lalu Aris mulai bercerita tentang semua hal yang membuat dia gembira saat ini. Mulai dari pelatih Vincenzo Italiano yang membuat Fiorentina bermain atraktif, Nicholas Gonzales yang mirip Angel Di Maria, atau Arthur Cabral, striker pengganti Dusan Vlahovic yang tampil apik.
"Pengalaman Bonaventura, akan vital om" tambah Aris lagi. Gelandang veteran milik Fiorentina yang dahulu hebat di AC Milan.Â
Saya tentu ikut bergembira, karena ketika Aris lancar bercerita maka tak banyak pisang goreng yang dimakannya. Â
Dalam hati saya juga berharap, besok Kamis, dini hari waktu Indonesia, di Eden Arana di Praha sana terjadi keajaiban bagi Fiorentina, menjadi juara lagi. Pinta saya, semoga La Viola dapat memberikan sedikit kegembiraan bagi Aris.
West Ham United saya kira bukanlah Manchester United. Di liga Inggris di laga terakhir mereka, dikalahkan Leicester City.Â
Pemain bintang mereka seperti Declan Rice, atau Marco Antonio juga tak tampil apik musim ini. Fiorentina seharusnya percaya diri dapat meraih gelar Eropa pertamanya, setelah lama hampa.
"Semoga ruh Gabriel Batistuta, Rui Costa, Robbiati atau Fransesco Toldo akan menurun pada Cabral, Ambrabat, Bonaventura, Gonzales dkk" kata Aris, seperti sedang merapal mantra.
"Semoga...." kata saya, ikut mendukung, lalu seruput terakhir kopi bajawa menjadi bertambah nikmat dengan lima kue pisang goreng yang sudah masuk perut.
"Lu yang bayar ya Aris..." kata saya.
"Aman om..." kata Aris, yang lekas mengeluarkan dompet dan mengeluarkan dua lembar hijau dua puluh ribuan.
"Besok lagi...jika La Viola juara, saya yang traktir" janji Aris.
"Ah..ayolah La Viola, buatlah Aris bergembira besok" batin saya dalam hati.
Esok saya akan menunggu di kantin jika La Viola menang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H