Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kekalahan Gregoria Mariska dan Nelangsa Piala Sudirman

19 Mei 2023   22:11 Diperbarui: 19 Mei 2023   22:15 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gregoria Mariska I Gambar : Badminton Indonesia via Indosport

Tak ada pilihan lain bagi Jorji, nama panggilan pebulutangkis tunggal putri terbaik Indonesia saat ini, Gregoria Mariska Tunjung.

Dia mesti melangkahkan kakinya masuk arena Olympic, Shuzou, meski dia tahu beban yang dipikul amatlah berat.

Sambil menyiapkan raket, melakukan pemanasan, dialog di benaknya terus saling beririsan.

"Ayo Jorji, kamu bisa!, tapi di sisi lain ada juga suara "Terlalu sulit Jorji, menyerah saja", suara kedua terdengar lirih, seperti berupaya paham akan perasaannya saat itu.

Beban Jorji memang amatlah berat.  Di partai ketiga Piala Sudirman 2023 ini, nasib Indonesia berada dan berpaut di keunggulan ayunan raketnya.

Apalagi secara tim, skor sudah menunjukan 2-0 untuk tuan rumah China setelah ganda campuran Rinov Rivaldy/Gloria Emanuelle Widjaja dan Anthony Ginting takluk oleh lawan- lawannya.

Di titik tersebut, Jorji masih berusaha untuk bersepakat dengan pikirnya, bahwa tak ada yang tak mungkin. Semuanya masih mungkin terjadi.

Sebelumnya, di ruang ganti, intipannya melihat bahwa kompatriotnya Rinov/Gloria dan Ginting juga tak kalah dengan mudah. Rinov/Gloria bahkan sempat unggul jauh di angka 19-13 di set kedua setelah menang di set pertama.

Sayang bagi keduanya, di saat itulah pasangan ganda campuran nomor satu dunia, Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong bangkit. Berbalik unggul, dan menyelesaikan set ketiga dengan meyakinkan.

Anthony Ginting? "Hampir" menang memang menyakitkan.

Menyentuh angka 20 terlebih dulu di set awal, dan membuat Shi Yu Qi sempat gugup, namun ada angin jahat apa, Ginting mudah dikejar dan kalah di set awal. 

Di set kedua,  Ginting sudah seperti kehabisan bahan bakar, dan Shi Yu Qi semakin kuat. Genap sudah, Indonesia ketinggalan 0-2 dari China.

Di titik sulit itulah Jorji berada. Meski mencoba menaikkan kepercayaan diri dengan berkata bahwa dirinya  adalah pebulutangkis 10 besar dunia, namun Jorji nampaknya juga mafhum bahwa lawannya di seberang net bukanlah orang sembarangan.

Chen Yu Fei adalah peraih medali emas Olimpiade 2020, dan rekor di antara keduanya sama sekali tidak memihak Jorji. Dari delapan laga, setengah lusin kemenangan adalah milik Chen Yu Fei, berbanding telak dua kemenangan untuk Jorji.

Ketika peluit laga dibunyikan, di lapangan Jorji nampak tak mau dengan mudah untuk bertekuk lutur.

Perhatikan saja, Jorji bertarung spartan,  berlari kemana-mana, nettingnya bahkan berjalan hampir menyentuh sempurna. Chen Yu Fei beberapa kali dipaksa melakukan split untuk menjangkau bola netting, atau drop shot yang tajam di set pertama itu.

Alhasil skor imbang banyak terjadi, 9-9, 13-13, 15-15, 18-18,  bahkan Jorji sempat unggul 19-18.

Akan tetapi, semesta memang tidak memihak Jorji. Dengan dukungan mayor penonton di Olympic Sports Centre, Chen Yu Fei mampu menguasai keadaan dan unggul dengan 22-20 di set pertama.

Di set kedua, Jorji masih belum mau menyerah, dan terus memberikan perlawanan, sayang kali ini, Chen Yu Fei sudah semakin menemukan permainan terbaiknya dan meninggalkan Jorji tertinggal di interval kedua.

Jorji nampak kelelahan mengejar bola, secara fisik ataupun psikis. Ada momen ketika tidak dapat menjangkau bola, Jorji berlutut dan tertunduk.

Lalu bangkit, mencoba berdialog dengan dirinya sendiri, untuk membakar semangat. Hanya itu yang bisa dilakukan Jorji setelahnya. Chen Yu Fei mengunci skor 21-12, dan pendukung dan ofisial China berdiri di pinggiran arena memberikan tepuk tangan untuk Chen Yu Fei.

Jorji lalu berjalan menuju sudutnya. Membereskan handuk, raket dan tas olahraganya. Tak banyak yang terlihat. Jorji tentu saja bersedih, dia pada akhirnya tak mampu menjadi penyelamat tim.

Tak mengapa Jorji.

Tak ada waktu yang bisa diputar kembali, penyesalan juga tak ada gunanya. Menyesali kekalahan atas Thailand, dengan ingatan blunder komposisi pemain juga tak bisa mengubah situasi dan kenyataan bahwa kali ini babak semifinal pun tak dapat dipijak.

China memang tim yang tangguh, namun dalam sejarah, hanya tiga tim yang pernah menjuarai Piala Sudirman ini; China, Korsel dan Indonesia. 

Artinya, tersingkir di perempatfinal bukanlah sebuah kepantasan bagi Indonesia. Nelangsa atau derita yang tak pantas sebenarnya.

Perlu ada evaluasi mendalam. Sudah sangat lama, yakni sudah sejak 1989, kita tak pernah juara di ajang ini. Entah sampai kapan menunggu, jikalau emas sepakbola sejak 32 tahun bisa diraih, seharusnya asa untuk juara di Piala Sudirman itu mesti terpelihara.

Harap saja, sebelum Jorji pensiun, Sudirman Cup akan kembali lagi ke tanah air. Saatnya pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun