Mungkin satu-satunya keputusan yang melibatkan Bruno di lapangan hijau, adalah ketika di akhir babak pertama, Bruno merasa dilanggar di kotak penalti namun tidak mendapat hadiah penalti.
Memang Facundo, tidak melakukan henti waktu sementara, atau melihat VAR. Namun saya yakin, Facundo melakukan koordinasi cepat tentang kecurigaan terjadinya pelanggaran. Bruno dianggap melakukan diving terhadap sentuhan minor pemain belakang Maroko.
Selebihnya Facundo saya kira bertindak adil. Hadiah ekstra time hingga delapan menit, saya kira juga adalah bentuk pemberian kesempatan terhadap Portugal untuk menyamakan kedudukan.
Soal waktu ekstra time yang banyak ini, sempat menjadi polemik dalam laga Argentina melawan Belanda. De Oranje mampu menyamakan skor di rentang waktu tersebut, dan wasit Anthony Mateu dianggap memihak Belanda. Tetapi tetap yang menjadi pemenang adalah Argentina
Di waktu tambahan tersebut, bahkan Facundo juga ringan tangan membantu dengan mengeluarkan satu pemain Maroko, yang berarti Portugal bermain melawan sepuluh pemain Maroko saja.
Akan tetapi, keuntungan berlipat itu tidak mampu dimanfaatkan oleh pemain Portugal. Bombardir dari segala sisi, tidak mampu berbuah gol yang bersarang di gawang Maroko yang dikawal Bono, yang lebih banyak tersenyum itu.
Lalu apa persoalannya, jika wasit Argentina itu memang bukan bagian dari konspirasi yang dikira oleh Bruno Fernandes?
***
Saya kira Bruno hanya perlu untuk melakukan instropeksi. Sedari awal, menurut saya, Portugal memang tidak bermain untuk menang atau memang tidak siap untuk menang.
Maksud saya begini. Melawan Maroko yang terkenal sangat kuat dalam defensif, Portugal ragu untuk bermain ofensif. Padahal Portugal punya modal untuk menekan Maroko lebih dalam karena kualitas pemain yang dimiliki oleh mereka.
Berulang kali terdengar komentator mengatakan kalimat ini "high quality bench" tetapi pelatih Fernando Santos lebih memilih bermain aman, nampak tak berani mengambil resiko dengan pilihan pemain yang dimainkan sebagai starter.