"Mereka [Uni Soviet] tahu waktu di pertandingan pertama tidak bisa lagi main 'normal' lawan Indonesia. Harus main kasar kalau mau menang. Hampir semua pemain banyak yang cedera kakinya. Rasanya seperti sudah tidak bisa lari lagi," kata Tan Liong Houw.
Bahkan diceritakan juga oleh pemain yang bernama lain Latief Haris Tanoto itu tentang kaos kaki pemain timnas yang sampai robek.
"Begitu selesai pertandingan kaos kakinya robek-robek, karena begitu hebatnya menahan gempuran pemain Soviet supaya tidak melewati garis tengah permainan," ujar Tan Liong.
Ketika ditanya tentang peran pemain beretnis Tionghoa saat itu, Tan Liong Houw, menyebut bahwa meski beretnis  Tionghoa, mereka semua bemain dengan hati untuk Indonesia.
Jiwa dan raga mereka dipertaruhkan untuk Indonesia, apalagi Tan Liong sendiri juga  sudah berbaur dan dicintai para penikmat bola nasional khususnya di Jakarta. Dia bahkan diberi julukan "Macan Betawi" saat membela Persija Jakarta.
Julukan ini diberikan oleh Jakmania untuk pergerakan dinamisnya dari sektor sayap yang mengundang decak kagum para penikmat bola.
Tan Liong Houw  yang besar dari klub binaan Persija bernama PS Tunas Jaya (dahulu bernama Chung Hua) dikenal dengan permainannya yang lugas dan berani.
Dia sering memotivasi para pemain lain untuk tampil dengan daya juang yang luar biasa. Tak ayal, pada 1954 dia memberi gelar liga untuk Persija dengan mengalahkan PSMS Medan di final.
Sekali lagi jejak Tan Liong Houw kembali mengingatkan bahwa Tionghoa hanyala sebuah etnis. Namun ketika membela timnas Indonesia, nasionalisme Tan Liong Houw sudah memuncak.
Makanya ketika suatu saat ditanya tentang kecintaan orang etnis Tionghoa terhadap Indonesia khususnya di sepakbola, Tan Liong menjawab dengan tegas seperti ini; Â
"Jangan tanyakan masalah nasionalisme orang-orang Tionghoa. Kami siap mati di lapangan demi membela Indonesia melalui sepakbola," .