Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Meski Hanya Imbang, Ini 3 Pujian untuk Ricky Kambuaya dkk

1 Januari 2022   22:32 Diperbarui: 2 Januari 2022   15:42 4333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Timnas sepakbola Indonesia akhirnya gagal meraih gelar juara Piala AFF 2020 setelah hanya meraih hasil imbang 2-2 dengan Thailand di leg kedua final. Hasil ini membuat agregat menjadi 2-6 bagi keunggulan Thailand.

Bagi saya, melihat perjuangan Asnawi Mangkualam dkk di lapangan, hasil ini sudahlah maksimal, meski saya memang sedikit berharap Indonesia dapat menang, walaupun dengan skor yang tipis.

Unggul lebih dulu 1-0 melalui gol cepat Ricky Kambuaya, harapan itu jelas ada. Akan tetapi di awal babak kedua, kehilangan sedikit konsentrasi, Indonesia kebobolan dua gol yang tak perlu di awal babak.

Meski harapan untuk membalikkan keadaan sudah sirna dengan dua gol, Ricky Kambuaya dkk pantang menyerah.

Alhasil Egy Maulana Vikri berhasil menyamakan kedudukan menjadi 2-2 melalui gol yang cantik. Hasil ini bertahan hingga akhir pertandingan.

Menahan seri Thailand yang bisa dibilang superior sepanjang turnamen, tentulah adala sebuah hasil yang positif.

Saya bahkan tak ragu untuk memuji beberapa hal konstruktif yang terlihat dibanding di leg pertama. Paling tidak ada 3 (tiga) hal yang dapat dikemukakan;

Pertama, mental bermain yang sudah lebih baik, lebih siap dan lebih ngotot.

Dalam tulisan saya berjudul "2 Pilihan Asnawi dkk, Tetap Ngotot atau Pasrah", saya sempat kuatir bahwa Asnawi dkk akan bermain tidak ngotot lagi, kalah sebelum bertanding, ternyata tidak.

Dari awal laga, para pemain kita bahkan menunjukkan kepercayaan diri yang luar biasa. Mereka menekan Thailand sejak dari awal laga, tak ragu bermain terbuka dan hasilnya gol pembuka dari Ricky Kambuaya yang sempat membuat asa keajaiban akan terjadi itu muncul.

Bek kiri timnas, Pratama Arhan yang absen di laga pertama, bergerak tanpa lelah, bahkan suguhan lemparannya yang bertenaga itu beberapa kali membahayakan gawang Thailand.

Begitu juga dengan yang lain, Alfeandra Dewangga tampil ngotot, Ricky Kambuaya ada dimana-mana, dan Ramai Rumakiek dan Witan menusuk cepat.

Ketika ketinggalanpun, meski nampak kecewa, mereka melanjutkan laga dengan gagah berani. 

Pasukan Merah Putih ini terus bergerak di tengah teriakan pendukung Thailand yang menari, mereka seperti para prajurit yang tak mau menyerah sebelum lampu stadion padam. Luar biasa.

Mental pejuang seperti ini berbuah hasil dengan gol balasan dan bahkan hampir berbalik unggul melalui aksi impresif Ricky Kambuaya di kotak penalti Thailand, yang sayangnya tak berbuah penalti setelah dijatuhkan pemain belakang lawan.

Dengan mental seperti ini. Saya kira, kita akan punya masa depan yang lebih baik di Piala AFF mendatang.

Kedua, compactness di lini tengah yang sudah lebih baik dari sebelumnya. 

Saya suka dengan pendekatan taktik yang digunakan oleh Shin Tae-yong dalam laga ini. Membutuhkan kemenangan, Tae-yong memainkan 4-2-3-1 yang saya kira bekerja sangat efektif---minimal dari yang terlihat di babak pertama.

Salah satu kekuatiran saya dalam formasi 4-2-3-1 dibanding 5-4-1 yakni persoalan lini tengah yang saya kira akan kurang compactness ; kurang rapat, padu dan padat. Ternyata hal yang saya kuatirkan itu tidak terjadi dalam laga ini.

Saya menikmati bagaimana compactness ini terlihat sangat baik di lapangan. 

Rachmad Irianto dan Ricky Kambuaya dapat mendominasi lini tengah, dibantu dengan Ramai Rumakiek, Egy Vikri dan Witan yang tak ragu juga ikut bertarung di tengah.

Para pemain di lini tengah, dapat bergerak spartan baik dalam bertahan maupun menyerang. 

Mereka dapat menutup ruang pemain berbahaya Thailand seperti Chanatip Songkrasin dengan sangat baik, melalui pressing ketat, merebut bola secepat mungkin dan mengalirkannya dengan tenang.

Sebagai catatan, jika tak salah saya membaca statitistik dari data individual Chanatip Songkrasin, maka ini adalah laga dimana Chanatip hampir nihil melakukan tendangan on target, bahkan tendangan meleset ke gawang Indonesia.

Artinya, lini tengah Indonesia sudah bergerak efektif menahan laju Chanatip yang didaulat sebagai pemain terbaik Piala AFF itu yang memang sering bergerak dari lini kedua.

PR yang saya kira perlu diselesaikan adalah mencari pasangan atau duet lini tengah yang dapat mendukung pergerakan Ricky Kambuaya di tengah.

Rachmad Irianto memang kuat saat bertahan tapi lemah dalam hal passing, sebaliknya jika Evan Dimas bisa menahan bola, tapi lemah dalam bertahan.

Jika dapat meningkatkan passing dari Rachmad Irianto yang masih berusia 22 tahun itu, dan keterpaduan dia dengan Ricky semakin solid, maka yakinlah, Indonesia akan semakin kuat.

Ketiga, lini belakang yang lebih tenang menjaga pertahanan. Saya sempat menyaksikan video pendek tentang bagaimana miskomunikasi 5 pemain bertahan Indonesia, dalam format 5-4-1 di leg pertama.

Kalau tidak salah, dalam video tersebut, nampak Fachruddin Ariyanto sempat memarahi Rizki Ridho, ketika gagal membaca dan memutus pergerakan pemain Thailand. Di laga ini, hal itu tidak terjadi.

Dua gol Thailand, terjadi dari bola rebound, hasil buang tak sempurna pertahanan kita, bukan lahir dari miskomunikasi lini belakang. Format 4 bek, ini nampak begitu mantapnya, terutama di babak pertama.

Alfeandra Dewangga yang berduet dengan Fachrudin, nampak spartan dan berani. 

Dia tak ragu berduel udara dengan pemain jangkung Thailand, Teerasil Dangda, atau menghentikan laju pemain menyerang Thailand lain dengan gagah berani.

Untuk pemain yang baru berusia 20 tahun ini, Dewangga sudah memiliki ketenangan Leonardo Bonnuci dan keberanian Giorgio Chiellini, dua bek tangguh asal Italia. Saya mungkin terkesan terlalu memuji Dewangga, tapi itulah yang terlihat di lapangan.

Kualitas Dewangga yang mampu mengimbangi seniornya, Fachruddin inilah yang membuat Pratama Arhan dan Asnawi juga nampak tak ragu untuk tampil solid dari sisi sayap.

Memang di babak kedua, sisi Pratama Arhan beberapa kali terlihat gagal menahan pergerakan pemain Thailand, tapi tak ada gol yang tercipta dari skenario seperti itu, karena bola berhasil dihalau dengan baik oleh dua bek tengah ini.

PR sekarang untuk lini ini adalah mencari pasangan sepadan untuk Dewangga setelah Fachrudin mungkin tidak bisal lebih lama menjaga pertahanan timnas karena faktor usia. 

Masih ada harapan di Rizki Ridho, dan Ryuji Utomo, yang saya kira masih bisa ditingkatkan kualitasnya lagi.

Seusai laga wajah Shin Tae-yong nampak sedih saat diwawancarai dan ditanya mengenai hasil laga. 

Akan tetapi ketika ditanya soal prospek ke depan, wajah Shin Tae-yong nampak sedikit berubah, nampak optimis.

Tae-yong menyatakan bahwa dengan skuad dengan mengandalkan tulang punggung pemain yang masih muda ini, maka Indonesia akan berbicara banyak di masa depan. Saya sepakat.

Kegagalan hari ini nampak tidak terlalu sakit, karena menyisakan optimisme berlipat bagi masa depan timnas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun