Lah, menjadi penggemar itu harus siap bahwa aka nada pasang dan surut, nah yang sejati akan tetap ada kala duka maupun senang, meski memang risikonya tersakiti.
Berto tak bisa terlalu banyak berharap bahwa era Marco Van Basten, Frank Rijkaard, dan Ruud Gullit akan terulang segampang membalikkan telapak tangan. Ah, lupakan trio Belanda, sebut saja era Andriy Shevchenko, Clarence Serdoff, Nesta, dan Thiago Silva, itu juga tak mudah.
Akan tetapi bukankah itu kenikmatan sebagai seorang penggemar sejati, diobok-obok secara emosional, diejek, tersudutkan di balik layar monitor kantor ketika cerita tentang prestasi dan transfer Milan menjadi bahan bully yang tak sopan sama sekali.
Soal transfer Milan, menurut saya Berto harus optimis, meski sedikit dipaksakan.
Misalnya kedatangan Olivier Giroud, meski sudah melewati kepala tiga, Berto mesti berbangga, karena Milan kedatangan pemain bermental Piala Dunia. Ini sang juara Piala Dunia 2018.
Lupakan sejenak bahwa Giroud yang tak terpakai di Chelsea dan menjadi cadangan di Timnas Prancis.
Bayangkan saja bahwa Giroud ingin membuktikan sesuatu saat berseragam nomor sembilan di AC Milan.
Giroud ingin membuktikan bahwa dia belum habis, bahkan menuju Piala Dunia 2022 nanti, dia lebih baik dari Karim Benzema.
Ya, Benzema-lah yang membuat Giroud harus terpinggirkan, apalagi jarang dimainkan di Chelsea membuat Deschamps, pelatih Prancis bahkan ragu memainkan Giroud dari awal.
Giroud juga seperti hanya dipanggil untuk memotivasi Kylian Mbappe dan Benzema, agar membuktikan bahwa duet mereka lebih berhasil daripada mesti memainkan Giroud.
Nah, jika tampil hebat di Milan, Giroud tentu saja bisa kembali menarik perhatian Deschamps.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!