Kedua, pertemuan antara Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Sebelumnya pertemuan antara Ketum Gerindra dan Anies terendus media, beberapa petinggi Gerindra lekas memberikan penjelasan bahwa itu hanyalah silahturahmi biasa, membahas kedaulatan NKRI dan pangan.
Apakah memang benar itu hanya silahturahmi biasa? Bisa jadi, hanya dalam politik, jawaban normatif itu bisa berarti sebaliknya. Wajar saja muncul dugaan demikian, di tengah pandemi covid-19 dengan tugas Menhan dan Gubernur yang seabrek untuk apa bersilahturahmi.
Patut diduga, pertemuan ini juga berhubungan dengan sikap Gerindra yang selaras dengan arahan Jokowi, yakni menolak revisi UU Pemilu, yang berarti membuat Anies tak dapat bertarung di 2022 nanti.
Mungkin saja, Gerindra ingin menjelaskan posisi politik mereka terhadap Anies, dan apa rencana politik yang dapat diambil sesudahnya.
Lalu apa yang terjadi kemudian? Isu reshuffle jilid kedua dari Istana muncul di awal Februari ini.
Dari media dijelaskan bahwa isu adanya reshuffle jilid kedua Kabinet Indonesia Maju ini mulanya diembuskan Ketum JoMan Immanuel Ebenezer yang menyebut bahwa paling tidak akan ada 3 orang menteri yang akan diganti.
Kabar burung beredar, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menjadi dua dari beberapa menteri yang akan diganti itu.
Bagaimana melihat isu reshuffle? Patut diduga ini gertakan Jokowi untuk manuver dari para pembantunya, siapapun dia, bisa Syahrul Limpo (yang dikaitkan dengan Nasdem yang sempat mendukung revisi UU dan berubah haluan), lalu Moeldoko yang dikaitkan dengan kisruh dengan Demokrat dan bisa saja terhadap Prabowo yang melakukan pertemuan dengan Anies.
Mengapa tidak? Jokowi periode kedua adalah Jokowi yang berbeda dari periode pertama. Selain beban politiknya sudah berkurang, Jokowi juga mengalami persoalan pelik yang mengglobal yakni pandemi.
Jika Santai, Bisa Dibaca :Â Manuver Cerdik Demokrat, Keuntungan Politik Setengah Hati AHY