Mengganti Diogo Carlos dengan Nemanja Gudelj juga tindakan berani Lopetegui lainnya dan lagi-lagi efektif. Sedari awal babak kedua, saya menunggu kapan Carlos yang tampil agresif itu mendapat kartu kuning keduanya.
Lopetegui pintar. Tahu bahwa Inter akan lebih agresif, maka supaya Carlos tidak terlalu berhati-hati menggalang pertahanan Gudelj dimasukkan.
Sebaliknya beberapa pergantian Inter nampak sporadic tanpa efek berarti. Antonio Candreva dan Victor Moses hanya menjadi pergantian tanpa arti---selain melihat mereka nampak bingung siapa yang maju dan siapa yang mundur karena posisi mereka yang serupa.
Terakhir untuk poin ini adalah dimasukkannya Luuk De Jong sebagai striker. Pilihan utama Sevilla sebagai striker tunggal selama ini adalah Youseff En-Nesyri, akan tetapi Lopetegui memilik Luuk De Jong. Apakah Lopetegui tahu permainan akan ditentukan oleh set piece bola mati yang menjadi kekuatan Luuk De Jong? Satu nilai lebih lagi untuk Lopetegui.
Ketiga, faktor "X" Sevilla yang tampak kuat di laga final ini.
Banyak yang mengatakan bahwa Liga Eropa ini adalah Liga Sevilla. Sevilla menjadi klub yang terlalu sering menjadi juara dalam satu dekade terakhir ini. Sudah empat kali Sevilla menjadi juara, bahkan tiga kali mencetak hattrick di periode 2013-2016.
Hal inilah yang membuat ada yang mengakatakan akan ada faktor "X" yang dikatakan akan menjadi kekuatan tersendiri bagi Sevilla di laga puncak nanti -meski Inter Milan lebih diunggulkan.
Saya tak percaya faktor "X", bagi saya kekuatan taktik adalah koentji. Namun kali ini saya "terpaksa" harus setuju bahwa ada faktor "X" tersebut.
Faktor yang membuat Sevilla bermain tanpa takut, berani menyerang dan berduel dengan pemain Inter Milan yang unggul kualitas, dan semua itu menjadi lengkap ketika tanpa diduga Diogo Carlos mampu mencetak gol yang tak biasa.
Gol perdana Carlos dari 8 pertandingan di Liga Eropa, yang membuatnya tersedu-sedu di bench saat tahu golnya akan membuat Sevilla menjadi juara.