Tidak ada basa-basi atau keinginan untuk merangkul kembali. AHY mungkin tidak peduli dianggap otoriter—seperti yang dikatakan Subur, yang penting, Demokrat tetap solid dan tidak diganggu. Jangan main-main dengan saya! Mungkin begitu pesan AHY.
****
Potensi otoriter bagi partai yang kepemimpinannya berdasar trah atau dinasti memang besar, bahkan akan menjadi sesuatu yang lumrah diterima oleh anggota partai.
Di PDIP misalnya, hal ini sudah terlihat sejak lama. PDIP adalah Megawati dan Mega adalah PDIP.
Partai juga seperti membuat legitimasi agar ini berjalan mulus, misalnya pada Piagam Perjuangan PDI-P (PDF) yang tertulis bahwa “Ketua Umum memiliki hak prerogatif untuk menentukan demokrasi di dalam partai, yang membatasi dirinya sendiri berupa kepentingan rakyat.”
Ini berarti bahwa perintah tokoh sentral seperti Ketua Umum ibarat sabda yang perlu didengarkan dan ditaati.
Di Demokrat, pergantian SBY ke AHY diprediksi akan serupa dengan yang di PDIP.
Profil AHY hanya menunjukan perbedaan generasi dibandingkan dengan sang ayah, SBY, tetapi mengharapkan kebaharuan dari cara memimpin, maka itu hanya akan berakhir dengan retorika.
Wajah kepemimpinan ini yang mungkin akan tergambar di Demokrat di bawah kepemimipinan AHY.
Pemecatan Subur bahkan seperti sebuah “warning”, bahwa kepemimpinan AHY akan tetap garang dengan kemafhuman bahwa kemutlakan prerogatif tetap ada pada dirinya, sang pewaris. Jangan coba-coba untuk digoyang atau diganggu.