Saya tidak mau mengomentari atau memprediksi nasib Subur ke depan, bagi saya, Subur sudah tamat di Demokrat, minimal untuk saat ini.
Riak-riak di Demokrat tidak sebesar PAN misalnya, sehingga ruang gerak bagi kader yang coba-coba mau menggoyang pengurus partai untuk saat ini amat terbatas atau hampir tidak ada . Demokrat masih solid.
Hal inilah yang membuat saya heran mengapa Subur mau “coba-coba” saat ini, apalagi geliat Subur ceritanya sudah berlangsung cukup lama, sambil mengintip momen yang tepat. Sayangnya, Demokrat sekali lagi masih kompak saat ini.
Di mata sebagian pengamat, manuver Subur ini dilakukan untuk memanfaatkan pergantian kepemimpinan di Demokrat.
Di beberapa partai, pergantian kepemimpinan memberikan ruang pro kontra, sehingga berpotensi menimbulkan friksi, apalagi jika pemimpin yang baru diragukan leadershipnya.
Dalam konteks ini, AHY mungkin dianggap Subur akan kurang berani dan kuat paling tidak untuk berespon keras terhadap pembangkangan anggota yang dianggap senior.
Subur salah perhitungan, geraknya diembat, status kepengurusannya diberangus. Mau mengatakan bahwa AHY otoriter, tetapi sudah terlambat, nasibnya palingan akan berakhir dengan teriak-teriak di luar, karena secara organisasi Demokrat sudah tidak menerimanya lagi.
Pertanyaan selanjutnya adalah inikah wajah kepemimpinan AHY selanjutnya? Saya pikir iya, dan ini menurut saya ini adalah cerminan kepemimpinan AHY yang kuat.
Soal Subur ini misalnya, AHY tidak terdengar mengomentarinya, tetapi tiba-tiba Subur sudah ditamatkan.
Jika harus membandingkan dengan SBY, bisa saja langkah memecat Subur bisa saja akan lama, bahkan terkesan ingin merangkul kembali. Meski subyektif, saya merasa SBY adalah peragu, bahkan amat hati-hati. Sehingga SBY bisa saja “membiarkan” Subur, dan anggap itu sebuah dinamika biasa.
Ternyata tidak bagi AHY. Pihak yang mulai coba-coba tidak loyal kepada partai harus ditendang keluar, simpel dan praktis.