Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Tiba-tiba Narasi Prabowo sebagai Pengkhianat Muncul?

9 Juni 2020   17:01 Diperbarui: 9 Juni 2020   17:19 4108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo dan Jokowi I Gambar; Tribunnews

"Gak ada angin gak ada badai lu fitnah Pak Prabowo, Diingatkan bahwa 0% anggota DPR Grd yg terjerat korupsi lu ngamuk, apa benar kalau orang terlalu banyak makan uang haram korupsi sapi jadi dungu ??? cumak nanyak," tulis Habiburokhman di akun Twitter-nya.

Dari cuitannya, Habiburokhman yang juga adalah Ketua DPP Gerindra pasti sedang marah. Bahkan, mungkin sedang marah besar.

Kabarnya, Habiburokhman marah karena ada pihak di media sosial yang mengatakan bahwa Prabowo Subianto adalah seorang pengkhianat. Lha, Prabowo adalah bosnya, ya Habiburokhman pantas marah, bahkan ingin pasang badan.

“Kalau saya dihina nggak apa-apa, tapi kalau Pak Prabowo dihina saya siap pasang badan karena saya paham sekali beliau pemimpin sejati," tegas Habiburokhman.

Siapa yang dimarahi Habiburokman? Meski dari cuitannya, netizen dapat menduga-duga tetapi Habiburokhman tidak mau menyebutkan siapa  yang dia maksud.

Habiburokhman bahkan menolak untuk menyebutkan nama partai tertentu sebagai sasarannya, tetapi akan berjanji untuk  mengatakan suatu saat akan menyebutkan nama.

"Nggak pernah menyebut nama partai tertentu tapi kaum tertentu. Makna tweet saya ya hanya yang tertulis dalam tweet itu sendiri," ungkap Habiburokhman dilansir dari  detikcom, Selasa (9/6/2020).

Soal narasi pengkhianat kepada Prabowo, rasanya bukan baru sekali. Paling dikenang publik tentu peristiwa setahun yang lalu, saat Prabowo  bertemu dan mengucapkan selamat kepada Jokowi sebagau presiden terpilih pada Pilpres 2019.

Peristiwa  bersejarah tersebut dilakukan di Stasiun MRT Lebak Bulus, pada tanggal 13 Juli 2019. Kecaman pun datang, salah satunya dari PA 212 yang mengatakan bahwa Prabowo berkhianat melalui Wakil Ketuanya, Asep Syarifudin.

"Jadi, kalau Prabowo berkomunikasi (dengan Jokowi), menurut saya ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap aspirasi umat dan rakyat," kata Asep.

Banyak yang menganggap bahwa ini adalah sebuah pernyataan yang emosional dan dapat dikatakan wajar.

Bayangkan saja, bagaimana tidak, perjuangan tak kenal lelah memperjuangkan Prabowo, seperti sia-sia ketika Prabowo mau “berdamai” dengan Jokowi.

Setelah itu, seharusnya politik emosional itu mencair, karena kalau tidak maka bisa pusing tujuh keliling melihat Prabowo ternyata mau menerima menjadi Menteri Pertahanan di Kabine Jokowi.

Adem sebenarnya melihat tak ada pergesekan politik yang begitu tajam lagi antara kubu Prabowo dan Jokowi setelah “persatuan” itu terjadi.

Lalu mengapa narasi pengkhianat ini muncul lagi terhadap Prabowo?

Saya menduga tentu ada kepentingan politik yang terselubung di baliknya. Bisa saja untuk membuat elektabilitas Prabowo semakin menurun, karena Prabowo sekarang berada di puncak dari berbagai survei.

Narasi pengkhianat minimal dapat mengganggu konsentrasi Prabowo saat ini, yang terlihat nyaman. Entahlah untuk mengundang aksi reaksi atau apa, kita perlu menunggu lebih lanjut.

Narasi pengkhianat juga bisa disebabkan karena masih banyak yang belum move on. Tanpa menyebutkan partai atau kelompok tertentu, tetapi karena seperti ditinggalkan Prabowo bagi penggemar fanatik, sakitnya itu disini---lama.

Ditinggalkan Prabowo itu bisa saja bukan ditinggalkan secara fisik saja, tetapi juga lepas ludes dari janji-janji atau kesepakatan yang pernah dibuat bersama.

Ini bahkan lebih menyakitkan dari cerainya suami istri , karena masih ada harta gono gini. Ini pergi mungkin tanpa berbekas. Artinya jika memang tak bisa move on, akan lebih sulit melupakan.

***

Jika pemaparan di atas memang menyerempet kebenaran di balik narasi pengkhianat tersebut, maka menurut saya tidak ada gunanya. Pilpres 2024 masih sangat lama, angka elektabilitas akan bergerak dinamis, bahkan akan bisa berubah.

Seharusnya jika narasi ini punya alasan politik, maka perlu ditahan-tahan, karena jika sampai berlebihan, maka kesempatan untuk merangkul Prabowo bisa tertutup selamanya.

Politik itu jangan terlalu emosional, harus seperti layangan, pintar main tarik dan juga pintar main ulur.

Sekarang semuanya mesti bersabar dahulu, saling bantu untuk mengatasi pandemi covid-19, salah langkah maka bisa saja buyar segara strategi, minimal bukan untuk Pilpres 2024 tetapi untuk  Pilkada yang sudah di depan mata.

Selebihnya, cuitan Habiburokhman jika memang gampang digiring secara politik, maka akan panjang ceritanya, kita tunggu saja, bagaimana kelanjutanya.

Referensi 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun