Saat menunjuk Nicke, Erick Thohir saat itu mengatakan bahwa membutuhkan orang yang kuat secara teknis di posisi direksi, dan keputusannya menempatkan Ahok sebagai pengawas untuk memastikan kerja teknis dari direksi berjalan dengan baik.
Jika begitu, lalu alasan apa yang akan membuat Erick akan menunjuk Ahok menggantikan Nicke yang sudah baik tersebut?
Saya menduga ada target yang lebih besar. Bisa berupa proyek yang lebih besar, sehingga perlu leadership yang lebih tangguh dan perlu gebrakan yang lebih besar. Untuk ini, Ahok perlu segera turun tangan.
Misalnya hari ini, Kompas.com memuat berita tentang kesepakatan antara Pertamina dan CPC Taiwan untuk menindaklanjuti kerja sama pengembangan Kompleks Industri Petrokimia Terintegrasi yang berada di Balongan, Jawa Barat dengan jumlah investasi spektakuler yang mencapai 8 miliar dollar AS.
Ini kabar baik karena Pertamina sebagai perusahaan migas nasional terus berkomitmen untuk mewujudkan industri petrokimia yang kuat di Indonesia, dan kesepakatan-kesepakatan seperti ini akan terus dibangun sekaligus mengatasi persoalan dan tugas besar Pertamina yang perlu dikejar oleh para direksi.
Tugas besar yang tak ringan yang dimaksud adalah mengurangi ketergantungan impor migas dan merealisasi target pembangunan kilang yang terbengkalai.
Jika kesepakatan itu telah tercapai maka yang perlu dicegah sekarang adalah para mafia tidak diberikan kesempatan untuk mengambil kesempatan di dalamnya, karena itu Ahok adalah jawaban untuk memastikan setiap eksekusi berjalan lancar.
Banyak pihak yang mengakui bahwa nama Ahok sangat bisa menggentarkan para mafia untuk tidak mendekat atau main-main di BUMN lagi.
Jika dugaan saya ini benar, maka kemungkinan besar Erick Thohir akan “memaksa” Ahok untuk turun gunung lagi dan mau menjadi direktur utama. Memang diperlukan seorang eksekutor sekarang yang paling siap.
Kesempatan menjadi komisaris mungkin saja adalah kesempatan penjajakan bagi seorang Ahok sambil menunggu waktu yang paling tepat untuk menjadi direktur utama. Mungkin inilah saatnya.