***
Mari kita runut satu persatu. Jika kita tarik agak ke belakang saat penunjukan Ahok, maka nampak ada dua pertimbangan yang mesti dihadapi  Erick saat akan mengangkat Ahok sebagai petinggi di BUMN, yaitu penolakan Ahok karena dikenal sebagai sosok kontroversial dan juga harapan besar agar Ahok dapat menjadi figur pendobrak di BUMN agar semakin sehat. Â
Penolakan Ahok cukup deras saat itu, namun Erick tetap bersikukuh memasukan Ahok dalam struktur Pertamina meski bukan sebagai direksi, tetapi sebagai komisaris.
Ada yang berpendapat bahwa Erick berusaha mengambil jalan tengah, karena tugas seorang komisaris tidak akan menimbulkan pergesekan, karena lebih sebagai pengawas.
Akan tetapi harus diakui, Erick Thohir cukup berani memasukan Ahok, artinya Erick nampak lebih memilih melawan para penolak demi pembaharuan yang diinginkannya di Pertamina.
Terbukti, dalam perjalanannya, Ahok tetaplah Ahok yang ingin bergerak lebih maju, bahkan sempat disindir sebagai komisaris rasa dirut oleh anggota DPR dari Gerindra, Andre Rosiade.
Komisaris rasa dirut ini meski dilihat sepele namun menarik juga untuk disimak. Mengapa? Karena sebelumnya banyak pihak yang sudah memprediksi dan melihat bahwa Ahok tidak akan kerasan sebagai seorang pengawas saja karena peran dirinya dikenal sebagai seorang eksekutor selama ini.
Ahok yang merupakan seorang eksekutor lebih cocok menjadi direktur utama. Sementara tugas komisaris yang diembannya selama ini bukan di operasional, tetapi melakukan pengawasan terhadap direksi dan mengevaluasi program kerja. Meski menjadi bagian, Ahok tetap terbatas.
***
Lalu ini berarti Erick akan segera menunjuk Ahok sebagai dirut? Pertanyaan ini akan lebih menarik jika diberikan pertanyaan lain, apakah selama ini peran para direksi yang dipimpin Nicke Widyawati terlihat minor selama ini?
Jawaban untuk pertanyaan kedua, tentu saja tidak. Banyak rapor baik yang dapat ditunjukan di masa kepemimpinan Nicke, bahkan Nicke dianggap sudah bersinergi dengan baik dengan Ahok selama ini.