Meski kerap membuat lelucon, Om Satur ini tampangnya bukan seperti pelawak lho, wajahnya bahkan sangar khas orang Kupang. Mirip Abdur stand up comedy itu, tapi lebih hitam gelap dan matanya sedikit melotot. Bisa bayangkan kan?
Soal tampang yang sangar ini ada ceritanya. Pernah sekali pelatihan di Jakarta, saat rehat saya dan om Satur jalan-jalan dengan naik angkot eh bemo.
Kalau sampai lampu merah, angkot berhenti dan pengamen mulai bernyanyi, itu akan berakhir seperti tontonan gratis bagi saya dan om Satur.
“Tak usah bang…” kata si pengamen kepada om Satur sambil melewatkan topi dari hadapan om Satur dan menagih pemberian uang dari para penumpang yang lain. Nampaknya, si pengamen grogi untuk minta uang pada om Satur. Karena wajahnya itu. Om Satur mah cuek aja.
Dan yang paling menarik dari om Satur adalah pada saat rapat kantor. Jika sedang meeting, maka om Satur juga selalu mencuri perhatian dengan memberikan pendapat berisi diksi atau frasa yang terasa asing bagi semua.
“Ibu kepala keadaan sekarang ini harus dinormalisasi, karena tenaga honorer tidak merasa dinaturalisasi lagi”. Pernah suatu kali om Satur berkata demikian, dan membuat ruang rapat langsung hening.
Agenda rapat adalah minta pendapat staf lain, karena tenaga honorer yang bertugas jaga malam sudah tidak pernah masuk lagi.
Darimana kira-kira om Satur mendapatkan kata-kata tersebut? Dari Jakarta lah. Om Satur ini penikmat masalah Jakarta. Dia tahu persoalan banjir, dan lain sebagainya. Kadang-kadang dia bicara tentang solusi macet, banjir, DP 0 persen dan sebagainya.
Yang mengkuatirkan adalah istilah-istilah yang didengarnya dari apa yang dikatakan oleh Ahok atau Anies seringkali di-copy paste secara tidak tepat, seperti contoh di atas. Hanya biar terlihat up to date.
Satu kantor sudah memahami tingkah om Satur ini. Sehingga jika berada di meeting, jika om satur mulai tidak nyambung maka dianggap saja sebagai sebuah hiburan saja tidak ada hal yang esensi. Lagian om Satur juga sudah puas jika sudah mengungkap pendapatnya.
*******