Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies Bilang Koentji(nya) adalah "Karantina Wajah", Politis atau Lelucon?

7 Mei 2020   03:10 Diperbarui: 7 Mei 2020   03:05 1976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Anies Baswedan bersama Forkopimda wawancara formal terkait update media Covid-19, Sabtu (28/2/2020).Gambar : (Tangkapan layar YouTube) via Kompas.com

Lama bekerja dari rumah, rindu juga dengan teman-teman kantor. Bukan rindu pekerjaan sih, rindu ketemu teman-teman yang konyol, biar bisa menghibur.  Salah satunya namanya om Satur. Nama panjangnya menyerupai nama planet, tapi tidak persis sama.

Om Satur ini lucu, di udara maupun di darat, offline maupun online. Kemarin siang, ketika grup WA kantor lagi sepi, tiba-tiba terdeteksi “Satur sedang mengetik”.

“Saya terharu…..” tulis om Satur di grup WA.

Lalu grup WA sempat diam, tapi di layar terlihat seperti berebutan untuk membalas, ada tulisan "Pak Esra mengetik, Ibu Fince mengetik, Hery mengetik, tapi belum ada yang send komentar.

Begitulah kalau di grup WA kantor  ada juga bos besar di dalam grup WA yang sama. Orang-orang jadi takut salah ketik dan menjadi amat formal, kecuali ya om Satur ini.

“Om Satur kenapa terharu….” kali ini keluar juga tulisan WA dari Ibu Fince.

“Saya sedih, karena sudah lebih sebulan tidak ke kantor, tapi gaji tetap masuk…”

Gubraakkk.

“Terharu, tapi jangan menangis ya om….” balas Ibu Fince.

“Iya ibu…makasih, sehat selalu”

Lalu grup sepi lagi. Saya mah tertawa terbahak-bahak dari rumah melihat postingan kacau dari om Satur ini.

Meski kerap membuat lelucon, Om Satur ini tampangnya bukan seperti pelawak lho, wajahnya bahkan sangar khas orang Kupang. Mirip Abdur stand up comedy itu, tapi lebih hitam gelap dan matanya sedikit melotot. Bisa bayangkan kan?

Soal tampang yang sangar ini ada ceritanya. Pernah sekali pelatihan di Jakarta, saat rehat saya dan om Satur jalan-jalan dengan naik angkot eh bemo.

Kalau sampai lampu merah, angkot berhenti  dan pengamen mulai bernyanyi, itu akan berakhir seperti tontonan gratis bagi saya dan om Satur.

“Tak usah bang…” kata si pengamen kepada om Satur sambil melewatkan topi dari hadapan om Satur dan  menagih pemberian uang dari para penumpang yang lain. Nampaknya, si pengamen grogi untuk minta uang pada om Satur. Karena wajahnya itu. Om Satur mah cuek aja.

Dan yang paling menarik dari om Satur adalah pada saat rapat kantor. Jika sedang meeting, maka om Satur juga selalu mencuri perhatian dengan memberikan pendapat berisi diksi atau frasa yang terasa asing bagi semua.  

“Ibu kepala keadaan sekarang ini harus dinormalisasi, karena tenaga honorer tidak merasa dinaturalisasi lagi”. Pernah suatu kali om Satur berkata demikian, dan membuat ruang rapat langsung hening.

Agenda rapat  adalah minta pendapat staf lain, karena tenaga honorer yang bertugas jaga malam sudah tidak pernah masuk lagi.

Darimana kira-kira om Satur mendapatkan kata-kata tersebut? Dari Jakarta lah. Om Satur ini penikmat masalah Jakarta. Dia tahu persoalan banjir, dan lain sebagainya. Kadang-kadang dia bicara tentang solusi macet, banjir, DP 0 persen dan sebagainya.

Yang mengkuatirkan adalah istilah-istilah yang didengarnya dari apa yang dikatakan oleh Ahok atau Anies seringkali di-copy paste secara tidak tepat, seperti contoh di atas. Hanya biar terlihat up to date.

Satu kantor sudah memahami tingkah om Satur ini. Sehingga jika berada di meeting, jika om satur mulai tidak nyambung maka dianggap saja sebagai sebuah hiburan saja tidak ada hal yang esensi. Lagian om Satur juga sudah puas jika sudah mengungkap pendapatnya. 

*******

Jika hari ini, kami sedang di kantor. Kemungkinan besar salah satu frasa baru yang akan diucapkan oleh om Satur adalah “Karantina Wajah”.

Frasa ini baru diluncurkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan saat berbicara melalui video yang disiarkan kanal YouTube Pemprov DKI, Rabu (6/5/2020).

"Tenaga medis harus dieman-eman (disayang-sayang) karena dia pertahanan terakhir kita. Pertahanan pertama kita, karena kita tidak boleh karantina wilayah, jadi kita karantina wajah,"

Apa? Karantina Wajah? Anies lebih lanjut berusaha menjelaskannya. Menurut Anies, karantina wajah adalah salah satu cara menekan laju penyebaran virus Corona  dengan menggunakan masker secara disiplin sehingga dapat mencegah penularan virus.

Sebagai seorang politisi, tentu saja wajar jika ada pertanyaan sesudah pernyataan Anies soal karantina wilayah dan karantina wajah ini,  yakni apakah ada maksud politik dari pernyataan ini? 

Jika dilihat secara politik, pesan Anies ini bisa diduga sebagai sebuah sindiran politis. Apalagi Anies sempat menghubungkannya dengan karantina wilayah dalam pernyataannya. 

Seperti diketahui, ada sejarah "buruk" tentang karantina wilayah ini. Pihak Anies pernah mengusulkan Karantina Wilayah kepada pemerintah pusat, tapi ditolak mentah-mentah. Pemerintah pusat lebih memilih untuk PSBB yang sedikit lebih longgar daripada Karantina Wilayah.

Apakah Anies kecewa pada pemerintah pusat? Mungkin saja, bahkan besar peluangnya untuk kecewa. 

Kecenderungan banyak pemimpin akan seperti itu, yakni akan kecewa terhadap penolakan terhadap sebuah ide yang dimunculkannya dan dianggapnya tepat. Alasan kekecewannya  karena penolakan tersebut secara tidak langsung dapat menurunkan pamornya di depan masyarakat. Jika mau diperpanjang, mengertilah arahnya kemana. 

Baca Juga : Menuliskan Kebingungan Pertikaian Denny Siregar Vs Demokrat

Selain itu, menghubungkan karantina wilayah dengan karantina wajah juga bisa dianggap sebagai sebuah penurunan standar dari sebuah keputusan. Politik membanding-bandingkan standar, adalah sebuah hal yang sering digunakan  untuk menggiring opini masyarakat.

Tapi apakah benar pernyataan Anies ini adalah sebuah pernyataan politis? Saya sih lebih tertarik melihatnya dengan lebih santai dan menilai ini hanya sebuah pernyataan lelucon yang menghibur, khususnya ketika menelurkan frasa “Karantina Wajah”.

Bagi saya, "Karantina wajah" ini koplak sih jika dibayangkan, sehingga Karantina Wajah ini bisa digunakan sebagai lelucon untuk banyak hal sesudah pernyataan Anies ini.

Misalnya jika ingin meminta orang untuk memakai masker. “Tolong tuh ya, Karantina tuh wajah”. Keren kan?.

Atau dalam konteks yang berbeda tapi tetap menggunakan frasa yang unik ini, bisa juga demikian;  misalnya, jika ketemu mantan yang sedang jalan dengan pacarnya, maka dalam hati mungkin bergumam. “Pingin deh karantina nih wajah sementara”. Eahh.

Atau saat bercanda dan meledek seorang teman.  “Eh kemarin saya lihat ada orang yang mukanya mirip lu, wajah lu menular ya?. Mending karantina sementara deh tuh wajah”. Haha.

Pak beliau Anies ini memang ahli menelurkan kata-kata baru dan unik--jika tak mau dibilang kadang sulit dimengerti oleh publik. Jika mau dibuat list maka akan sangat panjang.

Akan tetapi, entah bermaksud politis atau tidak tapi anggap saja "Karantina Wajah" ini sebagai  hiburan di masa pandemi Covid-19 ini.

Saya yakin sih, jika om Satur minggu depan sudah masuk kantor, dia akan ikut latah soal ini. “Kunci dari melawan Corona adalah Karantina Wajah” , begitu kira-kira pernyataan om Satur nanti.

Jika yang belum ngeh, mungkin akan bertanya. “Om satur apa itu Karantina wajah?”. Lalu mungkin om Satur akan kebingungan sendiri.

Ah, sudah, cukup sudah membahas Karantina Wajah ini. 

Sebagai bangsa, kita patut bersyukur bahwa angka meninggal akibat Covid-19 di Indonesia dan khususnya di Jakarta sudah menurun. Good Job. 

Mungkin benar, Koentji(nya)  memang adalah  "Karantina Wajah".

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun