Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pelajaran dari Blunder Pernyataan Yasonna Laoly tentang Tanjung Priok

23 Januari 2020   10:58 Diperbarui: 23 Januari 2020   11:50 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baik, menurut Yasona apa yang dia sampaikan adalah kebenaran, sebuah penjelasan ilmiah  namun ketika penyampaian itu kemasannya tidak dipersiapkan dengan baik, maka multitafsir akan terjadi, menyakiti pihak-pihak tertentu dan menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

Persoalan yang dialami Yasona ini jelas adalah persoalan komunikasi, harus diakui,  tokoh atau pejabat publik seringkali lupa atau tidak mampu berkomunikasi kepada publik dengan baik.

Lalu apa yang dapat kita pelajari dari konflik ini terkhususnya berkaitan dengan komunikasi publik para pejabat publik kita? Paling tidak ada 3  (tiga) hal yang dapat dipelajari.

Pertama, komunikasi publik harus memikirkan etika. Konsepp etika ini sangatlah penting karena dalam konsep ini pemberi pesan dan penerima pesan akan memiliki batas dan dikontrol oleh etikanya sendiri.

Perlu adanya orientasi dan nilai-nilai yang disepakati bersama, di dalam komunikasi tersebut. Mengeluarkan pernyataan sebagai pejabat publik, tentu harus memikirkan sistim etika yang berlangsung di masyarakat.

Ketika itu dilanggar atau dianggap angina lalu, karena konten pesan dianggap lebih penting, maka yang akan terjadi adalah konflik, karena tanpa etika, komunikasi terjebak dalam benar dan salah, menang dan kalah, seperti yang terjadi dalam kasus ini.

Kedua, pejabat publik harus hati-hati memilih kata dan bahasa yang digunakan.  Di arena publik, hal ini amatlah penting.

Menggunakan kata kemiskinan untuk Tanjung Priok ditambah kata-kata yang sarkas seperti pelacur dan preman untuk memberi identitas tambahan tentu amat menyakiti.

Harus diakui, masyarakat kita masih belum siap menerima "keterusterangan" seperti ini. Contohnya, kata "miskin" yang lebih enak diperdengarkan  sebagai "kurang sejahtera" dan sebagainya.

Apalagi dengan pendengar yang sangat beragam, maka kesopansantunan yang berkaitan dengan pemilihan kata, membuat sebuah pesan bisa diterima dengan baik oleh pendengarnya.

Ketiga, perlu dipikirkan dampak yang ditimbulkan. Pejabat publik perlu sekali hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan.  Alasannya karena pejabat publik adalah pejabat yang paling disorot dan layak menjadi sasaran kritik. Dampaknya akan besar jika salah menyampaikan sesuatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun