Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Permadi Serang Kivlan Zen, Para Aktor People Power "Saling Melempar Batu"

20 Mei 2019   20:57 Diperbarui: 20 Mei 2019   21:01 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah Permadi terlihat lemah ketika memasuki Polda Metro Jaya. Hari ini Permadi datang ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa sebagai saksi di kasus dugaan Makar, Eggi Sudjana dan terkait laporan atas dirinya sendiri terkait seruan revolusi.

Kepada wartawan, Permadi tampak memberikan pembelaan diri dengan menceritakan sebuah pertemuan di kawasan Tebet Timur Dalam, Jakarta Selatan. Di sana, Permadi bertemu Kivlan Zein.

"Kemudian saya membacakan petisi yang diberi judul 'we don't trust', lalu Kivlan pidato sendiri mengajak 'people power' mengajak kepung KPU, Bawaslu. Itu di luar kewenangan saya," katanya.

Permadi sekedar bermaksud mengatakan bahwa Kivlan memang berjarak dengan dia. Permadi mengatakan bahwa dia tidak mengenal Kivlan sebelumnya, sehingga dia sedikit terkejut ketika Kivlan mengajak untuk melakukan people power.

Bagi Permadi, dia tidak mungkin bisa terlibat lebih jauh jikalah people power itu berbicara tentang turun ke jalan,berdemonstrasi yang berpontesi anarkis, karena dirinya sedang mengalami stroke.

"Baik di lapangan Banteng, mengepung Bawaslu maupun mengepung KPU, karena saya sedang stroke berjalan aja sulit, jadi bagaimana saya ikut demo dan people power," kata Permadi lagi.

Menarik mencermati perkataan Permadi ini. Menghadapi ancaman tuntutan hukum, Permadi terlihat begitu ciutnya. Tidak terlihat semangat berkobar-kobar ketika dalam sebuah video dia menyerukan kata revolusi.

Permadi bahkan menceritakan bahwa orasi revolusi itu dia lakukan bagi kalangan terbatas, dan dilakukan di ruang Fadli Zon. Permadi membela diri, bahwa jika itu dilakukan di gedung DPR apalagi di ruang pimpinan DPR, maka seharusnya, Permadi kebal terhadap hukum. Entah apa yang dipikirkannya.

Ketika ciut dan nampak ingin menyelamatkan diri, Permadi "melempar batu" ke arah Kivlan Zen. Nampaknya, Permadi ingin mengatakan bahwa peran Kivlan lebih banyak daripada dirinya, apalagi dari mulut Kivlan dan Eggi lah, kata "people power" ini dikeluarkan sedari awal.

Saling "melempar batu" terlihat kerap terjadi di antara para tertuduh yang semuanya berasal dari BPN Prabowo-Sandi.

Lihat saja yang dilakukan pengacara, ketika Eggi Sudjana dijadikan tersangka makar melalui perkataan "people power". Pengacara mengatakan bahwa seharusnya pihak berwajib lebih dahulu menangkap dan memeriksa biang dari "people power" yang dianggap pengacara ES adalah seorang Amien Rais.

Istilah "melempar batu sembunyi tangan" kerap digunakan untuk menggambarkan orang yang melakukan sesuatu namun ketika tindakan tersebut merugikan orang lain, maka sang pelempar batu ini tidak mau bertanggungjawab.

Saling balik menuduh, menuding, nampaknya akan semakin sengit ke depan. Menjelang 22 Mei terlihat semakin kencang. Rasanya para aktor ini mulai menyiapkan kuda-kuda terlebih dahulu agar terlihat tidak bersalah, atau meminamilisir kesalahan.

Apakah ini salah? Dalam kerangka perjuangan BPN Prabowo, hal ini terlihat sangat kontraproduktif. Mendekati 22 Mei, yang awalnya direncanakan penyatuan kekuatan untuk menggaungkan kecurangan yang terjadi di Pemilu menjadi bias terlalu lebar  karena hal ini.

Saling berkelahi, menyindir di dalam internal ini, semakin membuka jurang pemisah antara para pendukung sendiri. Masing-masing bergerak ingin menyelamatkan diri sendir. Kapan mereka berhenti? Tidak ada yang tahu pasti.

Kata beberapa orang bijak, ambisi akan kekuasaan terkadang mengorbankan rasionalitas, namun ketika tamparan keras dialami, hal itu mungkin tidak akan membuat langsung terdiam, namun mereka akan kembali rasional, berani menghadapi kehidupan selanjutnya dengan lebih baik. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun