"Politics is the art of the possible, the attainable -the art of the next best" -Otto von Bismarck  Â
Sandiaga Uno turun dari kendaraannya, tersenyum dan mulai menyapa para relawan. "Saya pikir Pemilu ini Jujur dan Adil", begitu pernyataan singkat Sandiaga saat melihat Pemilu yang telah berjalan. Di kesempatan berbeda Sandi juga mengapresiasi kinerja KPU dan Bawaslu.
Pernyataan Sandiaga lantas mendapatkan apresiasi dari TKN Jokowi, mereka menyebut pernyataan Sandi menyejukan, namun bagi beberapa petinggi BPN Prabowo tentu saja pernyataan itu membuat mereka bertanya-tanya.
Mengapa? Di pihak BPN Prabowo, suara dan narasi yang menyatakan bahwa Pemilu ini terburuk dalam sejarah demokrasi dan penuh kecurangan bergaung keras. Â Pernyataan Sandi membuat teriakan kecurangan memang tidak berhenti namun terdengar tidak terlalu bising lagi.
Publik dan pengamat politik mengira bahwa Sandiaga sudah mulai berseberangan dengan Koalisi Adil Makmur, namun Sandi menjawab singkat, "Kami masih solid".
Hari ini, Sandiaga melakukan manuver serupa. Sehari sebelumnya, juru bicara BPN, Andre Rosiade mengeluarkan wacana tentang masa jabatan presiden menjadi tujuh tahun dengan hanya satu periode. Pembahasannya bisa disimak di tulisan "Usulan 7 tahun masa jabatan Presiden, Untuk Kepentingan Siapa?"
Sandi tak segan menyanggah Andre Rosiade. Bagi Sandi pernyataan Andre terlalu sarat bicara tentang kekuasaan padahal Pemilu saja belum selesai. Bagi Sandi pernyataan itu tidak efektif dan tidak konstruktif di situasi sekarang.
"Karena usulan tersebut tidak konstruktif disampaikan pada saat perhitungan suara sedang berlangsung, korban berjatuhan kelelahan yang luar biasa yang dirasakan. Mari kita memikirkan untuk bangsa dan negara bukan untuk kekuasaan," kata Sandiaga di Masjid At-Taqwa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (28/4/2019).
***
Ada apa dengan Sandi? Siasat atau manuver apa yang sedang dimainkan Sandi?
Jawaban yang paling mungkin adalah Sandi sedang memainkan seni politik kemungkinan. Apa itu seni politik kemungkinan?
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Machiavelli  melalui bukunya Il Principe dan Discorsi, dalam bukunya ini ia memberikan pandangannya akan politik melalui dua (2) konsep metafisis: virtu dan fortuna.
Konsep Machiavellian mengartikan fortuna sebagai sesuatu yang tak terduga dan tak berpola. Fortuna -- dewi perempuan - tidak bisa dikalkulasikan secara strategis sehingga oleh Machiavelli disejajarkan dengan banjir yang tidak bisa diduga; bisa membawa penghidupan atau kehancuran.
Singkatnya fortuna dapat disebut sebuah kemungkinan (possibility); bahwa di dalam fortuna terdapat kebebasan, ketakterdugaan, dan ketakterkalkulasikan.
Sedangkan virtu -- laki-laki - dapat dipahami sebagai "antitesis" fortuna. Virtu dimiliki oleh individu sehingga dapat terkalkulasi dalam pola-pola, dengan demikian terprediksi dan dijalankan dengan strategi-strategi tertentu.
Dengan kata lain, virtu dapat diartikan sebagai sebuah kecerdikan, kepiawaian, juga rasionalitas dan kalkulasi strategis untuk mengantisipasi suatu kejadian.
Dari Virtue dan Fortuna ini, munculah politik sebagai seni kemungkinan (the art of possibilities) yang berarti bahwa apa yang tidak mungkin, bisa menjadi mungkin, karena ada diplomasi, negosiasi, koalisi, kampanye atau  bahkan manuver.
Seni ini juga memungkinkan atau memberi peluan seseorang secara politik untuk berubah dari  nothing alias bukan siapa-siapa, menjadi something alias entitas yang kelas sosialnya naik, bukan itu saja dia mendadak menjadi elite penentu perubahan.
Patut diduga, inilah yang sedang dimainkan oleh Sandi. Di dalam ketidakmungkinan ada rekonsiliasi ketika dua kubu bersikeras dan tidak mendapat jalan tengah, Sandiaga mengambil peran sebagai penyejuk dan penentu disana.
Ketika pihak Jokowi menanggap bahwa orang-orang teras Koalisi Adil Makmur mengeluarkan pendapat yang kadang-kadang di luar "kewarasan", Sandi hadir memberikan opini yang menonjolkan bahwa nalar itu masih tetap ada.
Tanpa disadari ketika keramaian opini sebagai bagian demokrasi itu terdengar bising, riuh tanpa arah, Sandi memberikan keseimbangan disana.
Ketika kekesalan akan demokrasi diarahkan dengan ancaman menggergaji konstitusional, Sandi menjadi orang pertama yang terlihat mengontrol dan memastikan itu tidak akan terjadi. Terakhir, kritik-kritik yang serampangan menjadi tertata melalui pernyataan-pernyataannya.
***
Seni ini dimainkan Sandi hingga saat ini dengan begitu apiknya. Semua pengamat tahu bahwa sebelum hasil 22 Mei, seorang politisi yang mampu membaca perkembangan politik sudah harus bersiasat lebih dini untuk kepentingannya sebelum itu.
Kita bisa memperkirakan bahwa apa yang dilakukan Sandi sekarang bukan untuk 2019, tapi untuk 2024.
Meski Sandi tahu bahwa kubunya akan tetap kalah, tapi Sandi tetap mempertahankan militansinya untuk tetap menjaga relawan setianya. Â Sandi ingin mencitrakan diri sebagai seorang politisi yang taat konsitusional, tetap terlihat militan sebelum perjuangan selesai, demi sebuah citra sebagai calon pemimpin yang baik untuk 2024.
Isi kedekatannya dengan PAN  dan akan menjadi anggota partai menguatkan asumsi-asumsi ini. Sesudah itu terjadi, Sandi  mungkin akan menyebrang ke Kubu Jokowi.
Kemungkinan-kemungkinan itu perlahan bukan saja mentransformasi  Sandiaga Uno  sebagai seorang politisi yang elegan tapi juga cerdik dan berpengalaman.
Pengalaman yang akan mendongkrak dirinya sehingga  menjadi magnitude bagi pemilih yang mendambakan figur pemimpin muda yang mampu membawa kesejahteraan dan keadilan sosial bagi segenap tumpah darah Indonesia di masa depan.  Apalagi di 2024, Jokowi bukan lawannya lagi, Prabowo mungkin sudah terlalu tua dan popularitasnya akan menurun.Â
Sandiaga sudah mulai bergerilya dari sekarang.Â
Kita perlu menunggu seberapa cakap Sandi terus memainkan seni politik kemungkinan ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI