Ini sangat mungkin, karena pada tahun 2016, Plt. Ketua Umum PSSI Hinca Panjaitan saat itu memberikan opsi kepada voters untuk mengganti tiga anggota Exco yang berhalangan atau memilih ulang seluruh anggota Exco. Pemungutan suara pun dilakukan, dan voters memilih untuk mengganti semua anggota Exco saat itu.
Mundurnya Edy di awal Kongres akhirnya membuat suasana Kongres PSSI menjadi melempem. Hingga kongres berakhir tidak ada keputusan penggantian atau pembenahan Exco.
Sebenarnya, agenda penggantian dan pembenahan Exco juga bisa sekali jalan dengan penentuan terlaksananya Kongres Luar Biasa (KLB).
Memang terlihat tidak umum jika seorang Ketum PSSI sendiri harus mengawal kesepakatan untuk terlaksananya KLB, tetapi jika Edy berniat baik untuk kemajuan sepak bola nasional, ini mungkin saja terjadi.
Edy tidak harus meminta secara langsung agar KLB dilaksanakan, tetapi mengagendakan untuk meminta pendapat voters tentang pembenahan Exco saja sudah sebuah langkah menuju KLB.
Jika mayoritas voters meminta seluruh Exco untuk diganti, maka Kongres Luar Biasa pasti akan dilaksanakan.  Sayangnya, Edy tidak memastikan hal itu terjadi sebelum mengundurkan diri.
Edy sudah resmi mundur. Harus diakui, belum ada dampak berbuah optimisme sesudah kemundurannya. PSSI masih berada di ruang gelap dengan segunung persoalan.
Di dalam kondisi seperti ini, maka harapan-harapan di atas ada di pundak seorang Joko Driyono. Tidak perlu terlalu muluk berharap terhadap Jokdri yang nota bene adalah orang lama untuk melakukan perubahan.
Syukur jika itu dapat dilakukan, namun satu hal penting yang harus dituntut dari  Jokdri adalah Jokdri dapat memastikan terlaksananya Kongres Luar Biasa sesegera mungkin. Jika Jokdri dapat melakukan itu, PSSI sudah bergerak ke ruang yang lebih terang, tidak lagi gelap.
Untuk Edy Rahmayadi? Doakan saja agar beliau menjadi Gubernur yang  baik bagi rakyat Sumatera Utara. Itu saja.