Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Budiarto Shambazy: Edy Rahmayadi Terkesan Melepas Tanggung Jawab

21 Januari 2019   21:19 Diperbarui: 21 Januari 2019   21:55 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edy Rahmyadi mengundurkan diri I Gambar : Kompas

"Mengejutkan ya, kenapa harus mundur. Tidak ada rencana, bagusnya kalau mundur dirancang dulu. Akibatnya jadi kurang enak, terkesan tidak bertanggung jawab, apalagi setelah mundur langsung pergi dari tempat kongres, tidak begitu caranya," -- Budiarto Shambazy.

Kongres Tahunan PSSI 2019 sudah selesai. Tidak ada hasil kongres yang perlu dirayakan, yang ada hanya berita mengejutkan di awal kongres dengan mundurnya Ketua Umum Edy Rahmayadi dari gerbong PSSI.  

Pengunduran diri Edy membuat publik tercenung, lalu berespon. Banyak yang senang dengan memberikan apresiasi terhadap Edy yang dirasa sudah "tahu diri", tetapi tak sedikit pula yang merasa waktu pengunduran diri tidak berada di waktu yang tepat.

Salah satunya yang berpendapat bahwa pengunduran diri Edy tidak tepat dari sudut pandang waktu adalah pengamat olah raga  senior, Budiarto Shambazy.

Budiarto menganggap bahwa situasi PSSI yang sedang mengalami tekanan dan permasalahan yang berat, seharusnya diselesaikan Edy terlebih dahulu.  Edy dianggap tidak bertanggung jawab.

"Mengejutkan ya, kenapa harus mundur. Tidak ada rencana, bagusnya kalau mundur dirancang dulu. Akibatnya jadi kurang enak, terkesan tidak bertanggung jawab, apalagi setelah mundur langsung pergi dari tempat kongres, tidak begitu caranya," ujar Budiarto.

Lebih jauh Budiarto mengatakan bahwa cara mundur Edy bahkan terkesan lari dari tanggung jawab dan memberikan preseden buruk tentang jabatan Ketum PSSI yang dapat ditinggalkan seenaknya.

"Ini tidak bisa main-main, menggampangkan, meremehkan, main mundur-mundur saja. Dan ini ada stakeholder, jadi repot. Ada kemenpora selaku perwakilan pemerintah, FIFA, Liga, banyak stakeholder lainnya," tambah Budiarto.

Jika kita cermati, apa yang dikatakan Budiarto memang benar. Ada yang seharusnya dilakukan Edy sebelum memutuskan mundur, namun seperti diabaikan, dan dilepas begitu saja.  

Jika ada yang mengatakan bahwa pengunduran Edy sudah tepat, karena beralasan adanya rangkap jabatan sehingga tidak efektif, maka seharusnya Edy mundur sewaktu dia resmi menjadi Gubernur Sumut, bukan sekarang, sudah sangat terlambat.

Apalagi jika melihat kondisi PSSI yang sedang limbung karena anggota Exconya menjadi tersangka mafia pengaturan skor dan minimnya prestasi timnas yang dapat dibanggakan.

Meninggalkan PSSI dalam keadaan seperti ini ibarat seorang komandan Batalyon yang membiarkan anak buahnya tewas di medang pertempuran  dan dia sendiri lari menyelamatkan diri.

Situasi ini hampir sama dengan salah satu scene dalam film terkenal Forrest Gump yang menggambarkan tentang sosok Letnan Dan.

Letnan Dan (Gary Siniese) dan Forrest (Tom Hanks)  sama-sama bertugas di Vietnam.  Suatu saat mereka diserang oleh tentara Vietkong. Letnan Dan yang adalah komandan Batalyon terkena bom dan sekarat.

Forrest datang dan menggendong dan menyelamatkan Letnan Dan.  Letnan Dan marah dan kecewa terhadap Forrest karena telah menyelamatkannya.

Bagi Letnan Dan, mati di medan pertempuran  lebih berharga daripada keluar dari medan perang saat banyak anak buahnya yang tewas.

Seorang komandan tidak meninggalkan medan saat perang, mestinya seperti seorang nahkoda yang memastikan kapal telah aman melewati badai besar di samudera.

Lalu apa yang sebenarnya dapat dilakukan Edy Rahmayadi sebelum mengundurkan diri?

Menyimak yang dikatakan Budiarto, maka paling tidak ada dua hal penting yang dapat dilakukan Edy saat kongres lalu, yaitu pembenahan dan penggantian anggota Exco  serta mengawal terjadi kesepakatan untuk melakukan Kongres Luar Biasa (KLB) sesegera mungkin sesudah kongres selesai.

Untuk penggantian atau pembenahan Exco, ini sesuatu yang mendesak, bahkan diwacanakan sebelum Kongres terlaksana. Hal ini disebabkan anggota exco, Johar Lin En,  dijadikan tersangka kasus dugaan pengaturan skor.

Selain itu, PSSI sendiri telah menyatakan anggota Exco yang lain, Hidayat, telah bersalah dengan dugaan serupa dan telah memberikan hukuman lewat Komisi Disiplin PSSI.

Sebelum mundur, Edy dapat memastikan agenda ini dapat terlaksana. Sebagai Ketum PSSI, Edy dapat meminta voters, para anggota yang memiliki hak suara, untuk memberikan pendapat mereka tentang kinerja  Exco.

Ini sangat mungkin, karena pada tahun 2016, Plt. Ketua Umum PSSI Hinca Panjaitan saat itu memberikan opsi kepada voters untuk mengganti tiga anggota Exco yang berhalangan atau memilih ulang seluruh anggota Exco. Pemungutan suara pun dilakukan, dan voters memilih untuk mengganti semua anggota Exco saat itu.

Mundurnya Edy di awal Kongres akhirnya membuat suasana Kongres PSSI menjadi melempem. Hingga kongres berakhir tidak ada keputusan penggantian atau pembenahan Exco.

Sebenarnya, agenda penggantian dan pembenahan Exco juga bisa sekali jalan dengan penentuan terlaksananya Kongres Luar Biasa (KLB).

Memang terlihat tidak umum jika seorang Ketum PSSI sendiri harus mengawal kesepakatan untuk terlaksananya KLB, tetapi jika Edy berniat baik untuk kemajuan sepak bola nasional, ini mungkin saja terjadi.

Edy tidak harus meminta secara langsung agar KLB dilaksanakan, tetapi mengagendakan untuk meminta pendapat voters tentang pembenahan Exco saja sudah sebuah langkah menuju KLB.

Jika mayoritas voters  meminta seluruh Exco untuk diganti, maka Kongres Luar Biasa pasti akan dilaksanakan.  Sayangnya, Edy tidak memastikan hal itu terjadi sebelum mengundurkan diri.

Edy sudah resmi mundur. Harus diakui, belum ada dampak berbuah optimisme sesudah kemundurannya. PSSI masih berada di ruang gelap dengan segunung persoalan.

Di dalam kondisi seperti ini, maka harapan-harapan di atas ada di pundak seorang Joko Driyono. Tidak perlu terlalu muluk berharap terhadap Jokdri yang nota bene adalah orang lama untuk melakukan perubahan.

Syukur jika itu dapat dilakukan, namun satu hal penting yang harus dituntut dari  Jokdri adalah Jokdri dapat memastikan terlaksananya Kongres Luar Biasa sesegera mungkin. Jika Jokdri dapat melakukan itu, PSSI sudah bergerak ke ruang yang lebih terang, tidak lagi gelap.

Untuk Edy Rahmayadi? Doakan saja agar beliau menjadi Gubernur yang  baik bagi rakyat Sumatera Utara. Itu saja.

Referensi : 1 -2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun