Percayalah pada keajaiban, tapi jangan tergantung padanya. - H. Jackson Brown Jr
Sesudah peluit panjang dibunyikan, bendera merah putih berkibar gagah di Gelora Bung Karno (GBK). Dalam lelah, pemain Indonesia berteriak dan berpelukan di tengah gemuruh penonton di stadion. Sejarah akhirnya tercipta, Indonesia berhasil lolos ke fase gugur  setelah menang atas Uni Emirat Arab (UEA) dengan skor 1-0 melalui gol Witan Sulaeman.
***
Pertandingan  bagi timnas U-19 seperti baru dimulai sesudah sang kapten, Nurhidayat mendapat kartu kuning alias kartu merah di menit ke-53. Suasana sekejap menjadi menegangkan bagi pemain timnas U-19 dan penonton diam dalam sepi di GBK.  Uni Emirat Arab (UEA) terus mendominasi pertandingan dan menyerang seperti gelombang yang tak kenal henti. Hasilnya, pemain timnas kita harus bertahan lebih banyak di lini pertahanan.
Bola dan waktu dirasakan berjalan amat lambat bagi timnas kita dan kita yang menyaksikan pertandingan tersebut.Â
Ketika masih bermain dengan 11 orang, kita masih bisa menguasai pertandingan dengan kecepatan dari Saadil dan Egy Vikri. Â Tetapi kartu merah Nurhidayat memaksa Saadil harus keluar digantikan Indra Mustafa sebagai bek tengah pengganti, sedangkan Egy harus keluar karena cedera.
 Apa yang dapat kita harapkan tanpa kedua pemain vital tersebut? Apa yang dapat diharapkan dari tim yang tidak ideal dengan hanya tersisa 10 orang di lapangan?
Saya sejenak merenungkan tentang apa yang dikatakan oleh penulis Amerika Serikat, H. Jackson Brown. "Percayalah pada keajaiban, tetapi jangan tergantung padanya". Â Kita mungkin mengharapkan keajaiban dalam keadaan seperti ini, namun keajaiban akan datang dengan tindakan nyata dari kita untuk mewujudkannya. Kita memerlukan kerja keras, jangan diam.
Seperti mengaminkan apa yang dikatakan oleh Brown, timnas kita bangkit dan tampil luar biasa. Tubuh dan jiwa  mereka seperti berontak tidak mau terkungkung situasi yang amat tidak menguntungkan itu.
Witan cs seperti mengatakan pada diri sendiri bahwa jumlah boleh 10 tetapi semangat harus berlipat-lipat. Akhirnya, sesudah UEA tidak mampu mencetak gol dalam beberapa saat, pemain kita bangkit, lepas dari tekanan dan berbalik sesekali merepotkan lini pertahanan Uni Emirat Arab dengan serangan balik yang amat cepat.
Kesulitan yang terjadi dengan situasi di lapangan ternyata membuat pemain kita sanggup mengeluarkan kemampuan terbaiknya, mengingatkan saya tentang natur manusia yang akan menjadi seorang pemenang atau pejuang di saat sulit tetapi menjadi pecundang di saat yang mudah.
Seperti energi yang tak pernah habis, satu persatu pemain menunjukan perjuangan yang luar biasa. Pencetak gol tunggal Wintan Sulaeman mampu berlari tanpa henti menggiring bola, mengelabui pemain lawan dari berbagai sisi. Â Selain itu, Todd Rivaldo yang bertubuh mungil entah mendapat keberanian dari mana sehingga tak kenal takut berduel dengan pemain belakang raksasa UEA seperti Omar.
Di belakang, Firza Andhika juga tak takut untuk overlapping membantu penyerangan. Bek kiri asal PSMS Medan ini tampil tak kenal lelah dengan berlari mendribble bola hingga ke kotak penalti UEA. Bek-bek UEA beberapa kali terpaksa melakukan pelanggaran untuk menghentikan pergerakan Firza.
Di tengah Abimanyu juga harus bekerja keras untuk naik turun membantu penyerangan dan juga pertahanan sekaligus. Abimanyu bahkan terlihat berjalan tergopoh-gopoh karena kekalahan. Pemain kita telrihat berjuang tanpa lelah.
Penampilan yang luar biasa dari para pemain membuat UEA tidak mampu lagi all out untuk mengurung pertahanan kita lagi. UEA cenderung menjadi berhati-hati sehingga tak banyak lagi peluang tercipta buat mereka dan hingga akhir pertandingan skor 1-0 tetap bertahan. Timnas U-19 mampu melaju ke fase gugur sebagai runner-up di bawah Qatar di Grup A.
***
Ada beberapa catatan kecil yang  menurut saya membuat timnas U-19 tampil lebih baik dari penampilan- penampilan sebelumnya.
Pertama, timnas tampil lebih percaya diri. Meskipun digasak Qatar dalam pertandingan sebelumnya tetapi kali ini timnas tampil seperti sudah melupakan hasil negatif tersebut.
Kapten tim, Nurhidayat yang sempat dikambinghitam karena kesalahan mengontrol bola sehingga berbuah gol bagi Qatar, kali ini tampil amat tenang dan tetap percaya diri menggalang lini pertahanan, hingga menit ke-53 (sebelum terkena kartu merah).
Pemain lain pun tampil lepas tanpa terbebani target harus menang. Witan Sulaemen tampil berani dengan mengecoh dan menggiring bola dengan amat cepat sehingga kerap merepotkan lini pertahanan UEA. Â Egy Vikri juga tampil lebih kolektif tidak terlalu individual, Egy bahkan kerap memberikan assist matang untuk pemain timnas. Sedangkan Saadil Ramdani juga masih membahayakan melalui tusukan dan tendangan bebasnya.
Kedua, coach Indra Sjafrie lebih cerdas melakukan pergantian pemain dibandingkan saat melawan Qatar. Ada dua hal yang dilakukan Indra berkenaan dengan pergantian pemain.Â
Pertama, Indra Sjafrie memilih menempatkan Hanis Saghara di posisi striker utama alih-alih memilih M.Rafly atau Todd Rivaldo. Cukup efektif karena meskipun tidak mencetak gol, Saghara mampu memberikan kecepatan bagi pergerakan timnas, dan membuka ruang bagi rekan-rekan yang lain untuk masuk ke daerah pertahanan UEA dengan lebih leluasa.Â
Kedua,Sjafrie akhirnya berani segera memasukan Todd Rivaldo di awal babak kedua, sesudah merasa timnas kita butuh aliran bola yang lebih baik serta mampu memberikan tambahan gol bagi Indonesia.
Sayang rencana Sjafrie sedikit berantakan sesudah Nurhidayat mendapat kartu merah. Namun sisi positifnya, Todd memiliki waktu beradapatasi lebih banyak dibandingkan saat melawan Qatar. Hasilnya Todd "menggila" di akhir pertandingan dengan pergerakannya.
Ketiga, pemain dapat bermain lebih kolektif. Meskipun masih ada beberapa kejadian sindividualistis, tetapi penampilan tim terlihat semakin kolektif. Pemain tidak lagi egois untuk mencetak gol untuk dirinya sendiri, tetapi memberikan kesempatan kepada para pemain yang dilihat berdiri lebih bebas.
Keempat, pemain dapat tenang saat menghadapi situasi sulit. Mental tim hebat adalah mampu keluar dari tekanan dan kesulitan. Kali ini timnas U-19 mampu melakukannya. Menghadapi gelombang serangan UEA, timnas tetap bermain rapi dan tidak panik. Kekuatan mental seperti ini amat dibutuhkan menghadapi partai-partai yang semakin sulit ke depan.
Pencapaian ini dapat disebut sebagai sejarah karena  merupakan yang pertama bagi Timnas Indonesia U-19 lolos ke fase  gugur dalam 40 tahun terakhir. Sebelumnya, terakhir kali Timnas  Indonesia U-19 lolos ke fase gugur Piala Asia U-19 pada tahun 1978.
Lolos ke perempat final sebagai runner up, membuat timnas U-19 dijadwalkan akan menghadapi laga berat di babak perempat final saat menghadapi juara grub B, Jepang. Kita berharap kolektifitas, semangat pantang menyerah dapat terus dipertahankan seperti saat ini. Dan yang paling penting adalah jangan terlalu larut dalam kegembiraan karena kita masih belum memenangkan apa-apa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H