Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Kita Gampang Marah Ketika Kita Lelah?

11 September 2018   07:42 Diperbarui: 11 September 2018   14:25 3768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang sore, si Anto marah-marah lagi. Hal ini sudah sering terjadi sehingga beberapa teman akan mengatakan hal yang lama-lama menjadi rasionalitas terhadap tingkah lakunya di kantor. " Biasa, kalau capek begitulah. Marah-marah".

Saya yang berusaha maklum juga akhirnya harus mengiyakan bahwa saya pun sering demikian. Marah-marah ketika lelah atau capek. Namun muncul sebuah pertanyaan, apa yang sebenarnya terjadi ketika seseorang lelah sehingga dia menjadi pemarah?

Untuk menjawab pertanyaan ini, saya lantas mencari beberapa referensi yang sedikit banyak dapat menjelaskan mengapa seseorang menjadi lekas marah ketika lelah.

Pertama, kelelahan membuat otak kehilangan keseimbangan dan kontrol. Hal ini dijelaskan oleh Science Focus demikian; Pada dasarnya otak kita yang sehat itu dipelihara ketika kita cukup istirahat atau tidur.

Otak yang semakin tua ini dikendalikan oleh berbagai bagian di neokorteks. Neokorteks sendiri adalah bagian luar otak yang sangat besar pada manusia.

Bagian-bagian ini mirip di banyak hewan lain dan mempengaruhi atau mempunyai hubungan dengan perilaku emosional. Respon ketika orang melihat rangsangan emosional dilakukan sembari pemindaian di bagian otak ini. Jika seseorang kurang tidur atau lelah, responnya mengalami peningkatan hingga 60 persen. Hal inilah yang membuat seseorang menjadi lekas marah.

Hal ini semakin dijelaskan oleh W. Christopher Winter, M.D., direktur medis dari Sleep Medicine Centre di Martha Jefferson Hospital pada Men Health. Winter mengatakan bahwa tanpa tidur yang cukup, proses berpikir, memori, dan belajar Anda semua terganggu, yang memaksa Anda untuk menghadapi tuntutan hari Anda dengan sumber daya yang terbatas.

Beberapa hal ini juga semakin menjelaskan bahwa istirahat yang cukup dapat menenangkan pikiran.

Kedua, kelelahan membuat kita tidak lagi memiliki energi untuk menjaga agar kemarahan kita tidak diluapkan. selain itu, ketika kita lelah kita cenderung untuk memanfaatkan informasi yang mendukung emosi yang kita rasakan.

Makanya tak perlu heran, jika kita lelah di kantor dan kita dipanas-panasin tentang orang yang kita benci di kantor, maka kita akan semakin "menjadi-jadi" kan?. Kemarahan itu seperti sebuah kurva maka akan meningkat dan berhenti dalam sebuah periode tertentu.

Berapa lama periode "marah dalam lelah" itu berjalan? Biasanya periode itu akan lebih pendek jika persoalannya seperti pembahasan pertama adalah hanya karena kurang tidur. Tetapi akan menjadi lebih panjang apabila ditambah dengan beberapa faktor lainnnya seperti tekanan di tempat kerja dan kita tidak mampu menghadapinya, kita frustrasi dengan orang yang kita ajak kerjasama dan tipe kepribadian kita yang memang mudah marah.

Semua hal ini membuat distorsi di dalam pikiran kita berwujud emosi yang memblokir pengetahuan tertentu. Misalnya, menghalangi pemikiran rasional terhadap orang yang kita marah.

Menariknya, bagi beberapa orang, hal ini sudah menjadi sebuah siklus. Siklus ini akan mudah diatasi jika dipahami oleh rekan kerja dan terlebih penting dapat dipahami oleh diri kita sendiri.

Seperti cerita si Anto di atas, ungkapan "Biasa, marah-marah kalau capek" mugkin adalah contoh pemahaman akan siklus yang dialami, tetapi persoalannya adalah kita mungkin tidak bisa terus menerus berharap rekan kerja memahami kita.

Memahami kapan kita akan lelah dan marah akan penting bagi kita untuk dapat mencarikan penangkalnya. Jika kita butuh istirahat, kita perlu ijin istirahat sebelum kemarahan kita menjadi-jadi.

Cerita sisi lain yang menarik adalah ada juga yang memilih untuk lekas makan jika sedang marah, ini mungkin berarti lapar ternyata dapat membuat orang marah--padahal seharusnya lemas kan?

Ada lagi yang lebih ekstrim yakni ketika sedang marah memilih untuk mengganti sepatu dan pakaiannya. Untuk apa? Lari. Olahraga lari katanya akan menjadi obat bagi kemarahan. Tetapi kadang-kadang itu bukan pereda marah tetapi hanya sekedar penunda. Setelah lari, balik lagi kantor, marah-marah lagi. Pusing.

Lalu bagaimana cara Kompasianer agar tidak lekas marah-marah di kantor?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun