Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lezatnya "Mlinci" dan Jelang Laga Kroasia Versus Inggris

11 Juli 2018   11:22 Diperbarui: 11 Juli 2018   14:36 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kroasia melawan Inggris I Gambar : radiotimes

Jika anda pernah ke Kroasia dan pernah menikmati kuliner disana, anda pasti pernah mencicip sajian makanan bernama Mlinci.  Kuliner yang cukup populer di negara balkan ini memiliki bahan dasar yang umum yakni roti.

Mlinci memakai roti pipih yang dibuat dengan cara direbus biasa, bersama sup, atau digoreng. Bukan hanya varian pengolahan roti saja tetapi hidangan ini juga dipersiapkan bersama dengan bebek atau kalkun. Hidangan ini sangat diminati di kawasan Kroasia Utara, khususnya di Zafreb dan Zagorje.

Apa yang membuat sajian ini cukup menarik untuk dibahas selain kelezatannya? Waktu penyuguhannya yang sangat lama. Mlinci dipersiapkan hingga dua jam. Wow!

Menunggu dalam waktu yang lama untuk menikmati sajian yang teramat lezat seperti Mlinci bukanlah  persoalan besar bagi yang menginginkannya. Hal ini hanya sebagai pengingat bahwa butuh waktu untuk  mendapatkan hasil terbaik serta diperlukan kerja keras dan juga kesabaran.

Mengingat kelezatan Mlinci, ibaratnya seperti merindukan gelar Piala Dunia 2018 khususnya bagi dua tim yang akan bertanding, Inggris dan Kroasia. Membutuhkan puluhan tahun untuk semakin dekat meraihnya. 

Soal kedekatan ini, Inggris dinilai lebih baik dari Kroasia. Jika dilihat dari sisi pencapaian gelar,  Inggris pernah meraih gelar Piala Dunia meski sudah sangat lama, yaitu pada tahun 1966. Kroasia bahkan belum pernah. Namun sebenarnya inilah yang membuat Inggris lebih menderita. Pernah memiliki tapi  tanpa sebab ditinggalkan hingga puluhan tahun. Sakitnya entah sedalam apa, namun ketika mereka semakin sering menyebut diri sebagai rahim atau pionir sepak bola, akan semakin sakit rasanya.

Kroasia itu ibarat hanya di level"nominasi". Jika Piala Dunia adalah seorang pacar wanita , Kroasia mungkin belum pernah sekalipun diperkenalkan kepada sang calon mertua. Merasa dekat tetapi sebenarnya jauh. Hanya disebut sebagai kuda hitam, tetapi entah sampai kapan kuda itu terus berwarna hitam. Kasihan.

Menyamai pencapaian babak semi final pada Piala Dunia 1998  hanya menjadi satu-satunya kebanggaan . Kala itu di Prancis 98, Davor Suker cs berhasil mengguncang dunia, tujuh tahun setelah mereka mengguncang dunia politik dengan lepas dari Yugoslovia (1991).  Namun tenaga mereka untuk mengguncang terkuras habis saat itu. Setelah itu bukan mengguncang, menggeser saja mereka kesulitan setengah mati. Hingga akhirnya Rusia memanggil mereka lagi. Tetapi omong-omong, lebih sulit mana mengguncang atau menggeser?

Bicara soal semi final, Inggris malahan lebih lama terakhir mencicipinya. Terakhir  Inggris menjadi semifinalis pada tahun 1990 saat Piala Dunia di Italia. Percaya diri dengan strategi Kick ala Gary Lineker dan Rush Paul "Gazza" Gascoigne akhirnya  Kick penalti  meleset Chris Wadle membuat Inggris menangis dan harus pulang. Lama nian tangisan itu, hingga mata sembab itu diharap kering di Rusia.

Penantian lama itu akhirnya sampai jua di Luzhniki Stadium . Kedua tim ini berharap bisa menikmati Mlinci bukan di ruang makan yang biasa, tetapi di ruang VIP. Ruang dimana mereka akan berkata kepada sang pujaan hati, Piala Dunia. "Kami datang lagi, lebih dekat".

Siapa yang Lebih Pantas di Final?

Jika bicara soal kepantasan, entah kenapa,  kedua tim saling mendahului soal kepantasan. Eks striker timnas mereka, Alan Shearer sesumbar bahwa Inggris pantas menjuarai Piala Dunia kali ini sesaat sesudah The Three Lions secara meyakinkan mengalahkan Swedia 2-0. Itulah manusia, apalagi tiga singa, sekali memakan korban, rasanya seperti telah menjadi raja hutan. 

Meski masih malu-malu, Kroasia juga mengatakan hal senada melalui strikernya, Mario Mandzukic. "Kiper Inggris telah menunjukkan potensi hebat dan saya yakin dia punya masa depan cerah. Tetapi saya percaya salah satu dari kami akan menemukan cara untuk mengejutkan dia." ujar Mandzukic.

Mandzukic Cs memang seharusnya lebih sadar diri. Perjalanan mereka di fase gugur ini seperti dikasihani dan dicintai Dewi Fortuna.  Kasihan dan cinta itu memang bisa jalan beriring. Berhadapan dengan Denmark, seharusnya mental mereka runtuh ketika sang Kapten, Luka Modric gagal mencetak gol dari titik putih di babak extra time. Namun entah kenapa, Denmark lah yang seperti layu kusut di babak adu penalti.

Dewi Fortuna bahkan masih asyik bercinta di bawah langit Vatreni, langit biru, saat pasukan Vatreni berhadapan dengan tuan rumah Rusia. Lagi-lagi seharusnya mereka kusut dan layu ketika Mario Fernandes berhasil menyamakan kedudukan di babak tambahan waktu menjadi 2-2. Tetapi Dewi Fortuna membuat pandangan Fernandes seperti melihat tiang gawang Kroasia menjadi lebih lebar saat adu penalti. Fernandes gagal, Rusia menangis.

Apa mereka akan dikasihani lagi? Terlalu sulit membayangkan bahwa Dewi keberuntungan itu akan jatuh hati terlalu lama di satu pria. Apalagi sang Dewi juga pernah menggairahkan birahi Pickford, kiper muda Inggris saat berhadapan dengan Kolombia. Pria bertampang lugu itu terlihat lepas kendali saat menjadi pahlawan Inggris saat itu. Karena sang dewi? Pasti.

Jika mau adil, ini saatnya keberuntungan itu beristirahat sejenak. Biarkan taktik, semangat dan ketrampilan individu menjadi panglima perang nanti malam. Jikalau ada yang menang, jangan salahkan keberuntungan yang salah memihak, tetapi pujian tulus akan kehebatan lawan.

Jika setuju, mari kita mulai.

Formasi 4-4-1-1 milik Inggris akan berhadapan dengan formasi 4-5-1 milik Kroasia. Meski Inggris bisa lebih fleksibel menjadi 3-5-2 ketika menyerang, namun pertarungan di lini tengah akan menjadi kunci. Jika bicara lini tengah, saya akan mengatakan bahwa Kroasia lebih unggul.

Perhatikan cara Luka Modric dan Ivan Rakitic mengontrol pertandingan, mereka ibarat dua dirigen di satu orkestra nan besar. Sama-sama cakap dan membentuk paduan yang indah. Tak ada rivalitas disana antara Real Madrid dan Barcelona dimana mereka bermain di level klub. Harmonis.

 Lalu dimana Inggris akan unggul? Kecepatan. Sebuah kata yang akan menjadi momok bagi banyak pemain Kroasia yang tak lagi muda. Kecepatan Raheem Sterling, Delle Alli, Jese Lingard harus diwaspadai oleh lini belakang Kroasia yang akan dikawal Vida dan Lovren.

Kecepatan juga yang membuat ketika Inggris bertransformasi 3-5-2 dan menyerang melalui dua bek sayap mereka, Trippier dan Ashley Young, maka mereka menjadi sangat menakutkan. Jika bek sayap Kroasia, Corluka dan Strinic lengah, kedua pemain Inggris itu dapat menusuk masuk dan membahayakan gawang Subasic.

Anggap saja sekarang skor menjadi satu-satu karena kelebihan dan kekurangan di atas. Lalu apa yang akan menjadi penentu? Sisanya. Sektor penyerang dan sektor kiper.

Harry Kane di sudut Inggris harus membuktikan bahwa enam golnya tercipta bukan karena belas kasih wasit melalui hadiah penalti dan tim lemah seperti Panama yang menjadi lumbung gol mereka di fase grup. Ujian sesungguh mereka adalah Kroasia. 

Karen alasan mudah mencetak gol, Kane sempat dipandang sebelah mata oleh beberapa pihak. Namun,  yang perlu diingat, semakin ditekan, Kane akan semakin berbahaya.

Di sisi Kroasia, Rebic dan Mandzukic pun kembali diuji. Mandzukic sampai sekarang baru mampu mencetak satu gol, tetapi kemampuannya sebagai pemberi assist dan pemberi ruang bagi Rebic wajib diwaspadai. Ante Rebic? Masih belum bisa dianggap "tenar", tapi laga melawan Inggris adalah lembar yang harus diisi tinta emas jika mau namanya lebih berkibar.

Kiper. Subasic dan Pickford akan menjadi sorotan, sorotan positif. Mereka dipuji setinggi langit karena dianggap menjadi pahlawan kelolosan tim masing-masing. Namun, hati-hati ketika menerima pujian, jika tak mampu dikelola, jatuhnya akan sakit sekali. Lebih sakit dari sakit Igor Akinfeev yang harus terduduk lunglai saat  Subasic dipeluk ditindih rekan-rekannya, sedang kiper Rusia itu tak ada yang menyapa. Sakit.

Soal ini Subasic lebih unggul. Kematangan emosi menghadapi tekanan besar sudah dimiliki kiper Monaco, kala tampil di Liga Champions. Sedangkan Kiper Inggris, Jordan Pickford, hanyalah kiper level Liga Eropa. Masih butuh jam terbang. Apakah saya menganggap remeh kemampuan Pickford? Tidak sama sekali, ini hanya soal kematangan.

Subasic Vs Picford I Gambar : Caracol Radio
Subasic Vs Picford I Gambar : Caracol Radio
Memaparkan sampai sejauh ini, sayangnya saya masih belum yakin mana yang akan unggul atau lebih pantas. Mungkin kita pelu melangkah ke pembahasan terakhir yakni soal sosok pelatih. Gareth Southgate dan Zlatjko Dalic. Dua pelatih "belia" ini akan kembali membuktikan siapa yang lebih cerdas. Sebenarnya jika harus dinilai, keduanya terkesan kaku, tidak terlalu berani mengutak-atik formasi seperti Deschamps maupun Roberto Martinez.

Padahal soal mengutak-atik strategi itu hanya soal keberanian. Keberanian, yang sempat menjadi sorotan saya ketika kedua pelatih menghadapi babak adu penalti. Gareth Southgate akan tetap berdiri bersama pemain di pinggil lapangan sedangkan Dalic memilih duduk di bench pemain.  Inilah yang membuat banyak pihak menilai, Southgate terlihat seperti berani dan yakin, sedangkan Dalic terlihat lemah dan takut.

Tetapi jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, di lapangan seperti itu, tetapi di depan media, Dalic bisa terlihat sebaliknya. "Tetaplah lapar kemenangan. Cuma dengan cara itu Kroasia akan melangkah jauh. Tiada yang lebih bahagia daripada saya, tetapi saya harus tetap tenang dan menjaga kaki tetap berada di tanah," kata Dalic usai menang. Terkadang pihak yang tampak lemah yang sebenarnya lebih kuat secara mental.

Pernyataan pendek dari Dalic itulah yang membuat saya langsung memilih Kroasia sebagai pemenang dari begitu panjang dan sia-sianya pemaparan di atas. Kadang-kadang prediksi itu bukan soal di atas kertas, tetapi soal hati. Hati saya kali ini bersama Kroasia.

Oh iya, menikmati bola sambil menikmati Mlinci sensasinya sama dengan menikmati Kacang Garuda. Artinya, jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda. Ingat.

Terakhir, di bawah ini penampakan dari Mlinci tersebut. Lezat kan? 

Mlinci, kuliner Kroasia I Gambar : Croatialogue
Mlinci, kuliner Kroasia I Gambar : Croatialogue

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun