Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Lobi dan Buruknya Pelayanan Publik

12 Maret 2018   09:39 Diperbarui: 12 Maret 2018   10:07 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lobi, harus senyaman mungkin bagi tamu I Gambar : kompas.com

Kemarin sore di sebuah Kafe, seorang teman bercerita tentang hal menarik, yaitu mengenai pembelian barang baru di kantornya. Di kantornya tersebut, ada penggantian atau penambahan beberapa penyejuk ruangan, Air Conditioner (AC) dan beberapa Televisi (TV). 

"Pasang di ruangan ini saja,..eh jangan di ruangan itu saja. Rameee" cerita Adri mengenai respon seisi kantor.

Maklumlah , memang sudah sejak lama, mungkin sejak tahun 1980an itu, kantornya belum pernah mendapatkan penggantian dan penambahan AC maupun TV di kantornya.

Cerita Adri, di kantor yang sering mengurus surat-surat ijin di daerah kecil di kawasan timur Indonesia itu, TVnya  masih model lama, bukan LED sedangkan ACnya masih berbentuk kota bujur sangkar tidak sama dengan AC model sekarang yang persegi panjang.  Meski masih bisa mendinginkan ruangan.

"Setelah diskusi panjang lebar, dengan jumlah AC dan TV yang cukup banyak itu, maka alat-alat pembuat nyaman itu, mulai dipasang. Semua pegawai (ASN) puas. Bahkan ada ruangan yang memiliki jumlah ACnya sampai dua terpasang"

"Dingin seperti di kutub" cerita Adri sambil tertawa, entahlah apa maksud dari ketawanya tersebut.

"Ruanganmu?" tanya saya. "40an  Inchi, kayak di bioskop,  TV besar itu menggantikan TV 14 inchi reot berbentuk tabung"   balas Adri.

"Lalu dipindahkan kemana?" tanya saya lagi. "Lobi" jawab Adri, pendek.

Saya lantas mengingat tentang fungsi lobi. Setahu saya, di dalam ilmu arsitek, lobi itu ruang tunggu, dan juga tempat pertama yang didatangi tamu sebelum masuk ke dalam ruangan kantor yang lain.

"Kok, bisa dipindahin ke lobi?" tanya saya lagi. 

"Lobi itu, tempat untuk menaruh barang bekas yang masih berfungsi dari ruangan lain ke situ. Kursinya, meski kursi sofa, tapi sponsnya, sudah tidak elastis lagi. Warnanya juga sudah buram. Pas dengan TV 14 inchi reot itu" cerita Adri.

"Mau, dibuat konsep kuno ya?" tanya saya becanda., disambut gelak tawa Adri.

"Lalu sofa yang bagus-bagus dikemanain" tanya saya. " Ruangan-ruangan pegawai lah.."jawabnya. Hmm.

Diskusi kami menjadi lebih serius dan tentunya membangun, ketika saya meminta pendapat Adri.

"Eh..menurutmu lobi itu harus bagus, tidak?' tanya saya.

"Harus..baguslah.." jawab Adri.

"Alasannya...?" tanya saya lagi.

"Ya memang harus bagus" jawab Adri, sambil tersenyum. Mungkin dia belum tahu alasan yang tepat.

"Kalo menurut saya, lobi itu harus bagus karena dua alasan, pertama, dia kayak sampul buat kantormu. Cover itu kan harus menarik. Kedua, lobi itu lebih banyak diduduki dan didatangi dari ruangan kantor lainnya" jelas Saya.

Hmm. Adri mulai berpikir.

"Jumlah orang yang duduk di Lobi dengan tamu  yang di ruangan lain di kantormu, banyakan mana tiap harinya?" tanya saya lagi.

"Lobilah..." jawab Adri.

"Nah, kalo gitu. Televisi di ruangan mana dan tempat duduk di mana yang seharusnya diperbagus terlebih dahulu" .

"Hmm..lobi" jawab Adri, mulai mengerti maksud saya.

Kejadian di kantor Adri, banyak ditemui di kantor pemerintah. Melalui Filosofi lobi yang sederhana di atas, kita bisa tahu "isi kepala" orang-orang di kantor itu seperti apa. Cerita tentang pelayanan publik yang buruk yang kita baca di media-media, secara mudah dapat dinilai dari tampilan lobi.

Bagaimana bisa, konsep melayani dan service menjadi lebih baik, jikalau masyarakat sebagai customer disediakan tempat duduk yang mau patah, Televisi yang terkadang tak berfungsi lagi, sedangkan karyawan (ASN)  yang digaji dari pajak masyarakat mendapat fasilitas mewah di ruangan mereka?.

"Ini perlu "cuci otak" kah?' sahut Adri, yang mulai nyambung.

"Bisa jadi".

Dari berita Kompas.com, Komisi Ombudsman menilai pelayanan publik yang buruk semakin meningkat. laporan tentang pelayanan publik yang buruk ini meningkat setiap tahunnya. "Jadi ternyata memang pelayanan publik kita masih buruk, kita harus akui itu ya," aku Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai, pada Desember 2017.

Traffic lights system yang dibuat Ombudsman menyatakan bahwa pelayanan publik terutama di daerah mayoritas berada di zona kuning. Zona kuning ini timbul karena pelayanan diskriminatif, pungutan liar yang masih ada, penundaan dalam pelayanan birokrasi dan juga kelayakan sarana prasarana. "Meski hanya mal administrasi, namun hal itu dapat menjadi celah bagi korupsi" kata Amzulian.

"Lalu apa yang bisa kita lakukan, bro?" tanya Adri, kali ini dengan mimik serius.

"Berikan usul dari diskusi kita ini ke pimpinanmu. Ciptakan  lobi yang lebih nyaman bagi tamu di kantormu. Pindahkan kursi dan TV terbaik ke lobimu. Pimpinanmu pasti senang atas usulmu" jawab saya.

"Ah..di daerah itu sulit bro. Taulah..." jawab Adri, seperti tak yakin akan berhasil.

"Coba saja ...dulu. Biar ada perubahan dikit, lagian jadi PNS tuh untuk apa sih?. Untuk kasih pelayanan yang terbaik untuk masyarakat kan? " sahut saya, sok bijak.

"Ya..yaa..." jawab Adri, yang mulai malas dengar nasihat saya. Haha.

"Siapa yang bayar kopi dan roti bakar ini" tanya saya, sebelum kami berdua pulang.

"Kamulah...terlalu banyak nasihatmu hari ini" jawab Adri, tersenyum.

Jarang-jarang juga, diskusi soal perubahan di kantor kami berdua lakukan, tetapi memang perlu, sebelum semuanya dianggap biasa.

Salam

Referensi : 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun