"Nah, kalo gitu. Televisi di ruangan mana dan tempat duduk di mana yang seharusnya diperbagus terlebih dahulu" .
"Hmm..lobi" jawab Adri, mulai mengerti maksud saya.
Kejadian di kantor Adri, banyak ditemui di kantor pemerintah. Melalui Filosofi lobi yang sederhana di atas, kita bisa tahu "isi kepala" orang-orang di kantor itu seperti apa. Cerita tentang pelayanan publik yang buruk yang kita baca di media-media, secara mudah dapat dinilai dari tampilan lobi.
Bagaimana bisa, konsep melayani dan service menjadi lebih baik, jikalau masyarakat sebagai customer disediakan tempat duduk yang mau patah, Televisi yang terkadang tak berfungsi lagi, sedangkan karyawan (ASN)  yang digaji dari pajak masyarakat mendapat fasilitas mewah di ruangan mereka?.
"Ini perlu "cuci otak" kah?' sahut Adri, yang mulai nyambung.
"Bisa jadi".
Dari berita Kompas.com, Komisi Ombudsman menilai pelayanan publik yang buruk semakin meningkat. laporan tentang pelayanan publik yang buruk ini meningkat setiap tahunnya. "Jadi ternyata memang pelayanan publik kita masih buruk, kita harus akui itu ya," aku Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai, pada Desember 2017.
Traffic lights system yang dibuat Ombudsman menyatakan bahwa pelayanan publik terutama di daerah mayoritas berada di zona kuning. Zona kuning ini timbul karena pelayanan diskriminatif, pungutan liar yang masih ada, penundaan dalam pelayanan birokrasi dan juga kelayakan sarana prasarana. "Meski hanya mal administrasi, namun hal itu dapat menjadi celah bagi korupsi" kata Amzulian.
"Lalu apa yang bisa kita lakukan, bro?" tanya Adri, kali ini dengan mimik serius.
"Berikan usul dari diskusi kita ini ke pimpinanmu. Ciptakan  lobi yang lebih nyaman bagi tamu di kantormu. Pindahkan kursi dan TV terbaik ke lobimu. Pimpinanmu pasti senang atas usulmu" jawab saya.
"Ah..di daerah itu sulit bro. Taulah..." jawab Adri, seperti tak yakin akan berhasil.