Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tradisi Ulang Tahun Keluarga, Mama dan Ajinomoto

8 Maret 2017   16:51 Diperbarui: 9 Maret 2017   02:00 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap anak yang berulang tahun berhak memakan bagian paha ayam, baik itu yang digoreng maupun yang sudah dibuat sup. Satu paha saja, karena paha yang satunya akan diberikan kepada Papa (Ayah). Entah kapan peraturan itu dibuat, tetapi peraturan yang tidak dapat diganggu gugat itu membuat suasana ulang tahun di keluarga kami menjadi berwarna khususnya di tahun 80-an hingga akhir 90-an. Paling tidak hingga kami sudah dewasa dan berkeluarga.

Tradisi makan di tengah keluarga itu membuat kehangatan dibalut tawa lepas tercipta saat kami beramai-ramai mengelilingi meja makan keluarga yang terbuat dari kayu. “Mana paha ayamnya..mana paha ayamnya…” ujar saya bersemangat sekali waktu saat berulang tahun, menuntut hak istimewa tersebut, ingatan saya mundur belasan tahun lalu. Ayam goreng dan sup ayam buatan mama memang lezat, apalagi jika mendapat kehormatan untuk menikmati dalam porsi terbesar. Yumiii.

Keluarga kami, adalah keluarga besar dengan tujuh orang anak, dengan papa mama artinya kami bersembilan. Walaupun keluarga besar, jika berada di meja makan kami sangat tertib, selain itu keluarga kami sangat menjunjung tradisi, jika makan maka harus bersama.

Kebiasaan ini ceritanya ditularkan dari opa (kakek) dan oma (nenek) yang pernah dididik orang Belanda waktu Belanda menjajah Indonesia khususnya di tanah Timor, NTT. Mulai dari posisi duduk, dan etika makan semua sudah diatur.

Kebiasaan yang akhirnya menjadi tradisi itu sebenarnya bukan saja soal makan bersama dalam keluarga, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan mama dalam memasak. Mama fasih sekali memasak makanan-makanan yang khas Belanda, seperti Indische Pastel, sajian bergizi berisi daging dan sayuran dan tentu saja sup ayam bercampur makaroni.

“Warisan terbesar dari oma (nenek) adalah kemampuan memasak makanan yang lezat-lezat” tutur mama suatu waktu. Mama memang jago masak. Itulah yang menjadi salah satu alasan papa mau menikahi mama.

Namun di sisi lain, menurut saya, wanita yang jago memasak itu biasanya cerewet. Contohnya, mama saya. Jika mama sudah berada di dapur sederhana kami, maka anak- anak harus siap diperintah apa saja dalam kecerewetannya. Masing-masing sudah ada tugasnya, mulai dari mencuci piring, membersihkan dapur hingga menyiapkan bahan atau bumbu untuk masak.

Saya teringat kejadian di masa kecil saya yang menceritakan tentang itu. “Arnold….buat apa kamu??..ambil uang di tas, beli Ajinomoto di kios (sebutan untuk warung kecil di kupang)” teriak mama dari dapur.  Perintah mama itu seperti perintah Ratu Belanda bagi kami semua, sesibuk apa pun harus segera dilaksanakan. “Iya mama…” jawab saya cepat.

Tidak dapat dipungkiri, penyedap rasa bergambar mangkok merah itu menjadi jaminan kelezatan makanan mama. Malahan saya ingat pada waktu itu, jika mama sedang memasak, kami iseng-iseng bertanya, “Su taro (beri) ajinomoto ko mama?”. Sekedar memastikan bahwa masakan yang akan disajikan di meja akan lezat seperti biasanya.’Lu diam lu, anak kecil son(tidak) tahu masak ma banyak komentar” hardik mama yang sedang sibuk memasak. Kabur.

Bukan saja lezat tetapi makanan yang kami konsumsi harus dipastikan aman atau sehat. “Jangan terlalu banyak pakai vitsin mama” kata papa lembut, takut mama marah sekali waktu. “ Ini pakai Ajinomoto..” jawab mama, mencoba meyakinkan papa bahwa  Ajinomoto adalah penyedap rasa yang aman. Mama memang benar.

Ajinomoto memang aman dan alami. Ajinomoto berasal dari fermentasi bahan alami tetes air tebu pilihan dan tepung singkong serta mengandung 78% glutamat, 12% sodium, dan 10% air. Prosesnya jika mau dijelaskan seperti ini gambar di bawah ini. 

Proses Produksi Ajinomoto/ Ajimomoto.co.id
Proses Produksi Ajinomoto/ Ajimomoto.co.id
Dari tebu pilihan, diambil bahan baku berupa tetes tebu, selanjutnya bakteri fermentasi dimasukkan ke dalam tetes tebu pilihan tersebut. Lalu bakteri akan  merubah zat gula menjadi asam glutamat. Asam glutamat tersebut akan menjadi  kristal monosodium glutamate yang akan dikeringkan dan akhirnya menjadi Ajinomoto. Benar-benar alami.

Lalu sebenarnya papa juga sebenarnya tak perlu kuatir, karena Ajinomoto mempunyai standar kualitas internasional karena sudah memiliki beberapa sertifikat mutu yang diakui dunia (HACCP, ISO 9000 dll), sebuah standar yang sekali lagi menegaskan kualitas Ajinomoto yang sudah diproduksi lebih dari 100 tahun, sejak tahun 1909.

Cerita soal papa, ada hal yang perlu diceritakan apalagi kalau mengenai makanan. Papa suka sekali dengan sup makaroni ayam dan juga tumis kangkung buatan mama. Jika benar-benar ingin mama memasaknya, papa akan mulai “merayu” mama dengan cara yang khusus .

Mama…ayam di belakang rumah su (sudah) terlalu banyak, kita potong satu ko?”biasa trik papa untuk membujuk mama untuk memasak sup ayam kesukaannya. “Awiii…mulaii..” jawab mama yang mengerti maksud papa.

Akhirnya mama luluh juga, dan seperti biasa jika Ajinomoto tidak ditemukan di dapur, maka mama akan berteriak. “Arnold…lu buat apa, ambil uang di tas..dan bla..bla..”. Saya pun tentu turut saja perintah “Ratu Belanda”, walaupun sebenarnya saya ikut senang karena itu pertanda mama akan masak makanan yang lezat lagi hari ini.

Soal tumis kangkung ini, mama yang terbaik. Apalagi jika tumis kangkung mama itu dia tambahkan tauco di dalamnya. Keharumannya beda dan rasanya spesial. Kangkung tumis itu diakui mama semakin gurih karena dibumbui oleh Ajinomoto.

Sekarang, anak- anak yang sudah berkeluarga dan tinggal terpisah setiap hari minggu akan berkunjung ke rumah   dan memohon-mohon kepada mama untuk menyiapkan tumis kangkung. Tumis kangkung khas mama. “Mama tolong masak ….besok katong (kami) mau ke rumah” kata seorang kakak melalui telepon.

Sebenarnya, kasihan juga mama. Dalam masa tuanya (Mama sekarang sudah berusia 70 tahun), seharusnya mama lebih banyak duduk dan menikmati makanan yang dibawa oleh anak-anaknya ke rumah, jika ada acara spesial. Memasak itu, apalagi untuk orang banyak cukup menguras tenaga.

Namun, bisa juga ini salahnya mama. Mengapa mama bisa membuat kami susah melupakan dan selalu merindukan masakan mama, yang terkadang membuat istri dari kakak laki-laki kami terlihat iri sehingga terus memohon nasihat mama soal memasak. “Pakai Ajinomoto…” jawab mama singkat sambil tersenyum setiap kali mereka bertanya.

Soal capek memasak, mama tidak pernah mengeluh. Mama sepertinya merindukan saat-saat di meja makan seperti dulu. “Kapan lagi mama bisa membuat anak-anak bisa lebih lama mengunjungi mama dan papa..jikalau tidak dengan menyiapkan makanan yang lezat di meja makan?” cerita mama jujur.

Mama juga sering berkilah dengan mengatakan bahwa memasak itu sekarang sudah semakin mudah. Ajinomoto sudah menyiapkan berbagai produk yang membuat dia tidak repot lagi menyiapkan bumbu ketika memasak. Jika membuat sup maka ada Masako. Membuat gorengan, sudah ada Sajiku yang terbuat dari tepung dan rempah pilihan. Termasuk saus tiram Saori yang menjadi andalan mama jika membuat ayam saos tiram. Untuk salad buah dan sayur juga ada Mayumi, mayoinnaise yang kaya rasa. Lengkap.

Hari minggu kemarin, mama kembali dikunjungi oleh anak-anak beserta cucu. “Mama dimana?” teriak kakak setelah sampai di rumah yang terlihat sepi. “Di dapur” jawab mama. Mama hari ini memasak spesial, sup ayam makaroni, ayam goreng dan juga tumis kankung. Masakan spesial ini juga berarti sebuah tanda untuk kami untuk lebih berlama-lama di rumah.

Saat makan siang pun tiba. Makanan sudah tersaji di meja. Kami mulai berkeliling meja makan bersama. “Siapa yang berhak mendapat paha ayam kali ini mama?” tanya saya bercanda. “Terserah” jawabnya singkat dengan senyum manis di balik pipi yang mulai berkerut. “Tapi pakai Ajinomoto kan?” tanya saya mencoba bercanda. Kali ini mama tidak menjawab, karena sedang sibuk menyiapkan makan di piring papa. Namun dari rasanya, terasa jelas kelezatan sejati khas Ajinomoto. Sama seperti kelezatan dalam kehangatan keluarga yang selalu kami rindukan sampai sekarang.

Terima kasih Mama, Terima Kasih Ajinomoto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun