Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menikmati Metamorfosis Kampung Kumuh Menjadi Kampung Warna Warni

21 Februari 2017   17:04 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:27 2781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan mini di Kampung warna-warni (dokpri)

 

Untuk menobatkan diri menjadi “kekinian” maka saat melancong ke kota Malang saya menyempatkan diri untuk mengunjungi kampung Tridi dan Kampung Warna Warni di Kelurahan Jodipan dan Kesatrian, di bantaran Sungai Brantas. Kedua kampung yang terkenal di jagat media sosial karena keunikan warna warni rumah yang terletak di sana.

Singkat cerita, Setelah memarkirkan sepeda motor di kampung Tridi (Kesatrian) saya langsung menuju ke jalanan di atas jembatan sungai brantas, spot terbaik untuk mengambil gambar kedua kampung dari atas.

Di atas jembatan sudah berdiri belasan turis lokal yang sedang sibuk menjepret ataupun ber-selfie ria dengan latar belakang kampung warni-warni.

Asal Mula Kampung Warna Warni dan Kampung Tridi

Jalan Masuk Kampung Warna Warni (Dokpri)
Jalan Masuk Kampung Warna Warni (Dokpri)

Sejak kapan bu, kampung ini dibenahi?” tanya saya kepada seorang ibu pemegang karcis seharga 2000 yang sedang duduk di jalan masuk gang Kampung warna warni (Jodipan). “Belum setahun pak, sebelum lebaran tahun lalu” kata sang ibu. “Wah..bagus ya..” kata saya yang dibalas dengan senyuman sang ibu.

Payung-payung yang digantung menambah keindahan kampung (dokpri)
Payung-payung yang digantung menambah keindahan kampung (dokpri)
Alkisah, kedua kampung yang dipisah oleh sungai brantas itu dahulu masuk dalam kategori kampung kumuh. Namun atas inisiatif beberapa pihak kedua kampung itu mulai bermetamorfosa menjadi kampung yang menarik perhatian dan menjadi tempat wisata.

Kampung yang terlebih dahulu dibenahi adalah kampung di kelurahan Jodipan. Idenya muncul dari mahasiswa universitas Muhamadiyah Malang dan disponsori oleh salah satu perusahaan cat. Setiap sisi kampung Jodipan itu dibuat berwarni warni dengan tambahan asesoris pemanis yang terbuat dari barang bekas seperti botol, plastik dan lain-lain. Ada juga hiasan payung berwarna-warni yang digantung yang menambah keindahan.

Wah, mau dibuat apa nih pak?” tanya saya kepada dua orang bapak yang sedang sibuk mengikat dan mencat botol-botol bekas. “Untuk dihias di sungai mas” kata bapak berkaos putih. “ Wah, diajarkan cara buatnya ya pak?” tanya saya berlanjut ingin memancing asal mula kekreatifan di sini. “Ini sudah kreatifnya warga sendiri  mas,biar lebih menarik kampung ini.”lagi jawab sang bapak ramah.

Mempersiapkan asesoris dilakukan sendiri oleh masyarakat (dokpri)
Mempersiapkan asesoris dilakukan sendiri oleh masyarakat (dokpri)
Jawaban sang bapak membuat saya berkeyakinan bahwa inovasi yang terjadi ternyata bukan saja secara fisik saja tetapi cara pandang masyarakat pun berubah. Keyakinan saya semakin bertambah  karena di tengah kampung warna warni Jodipan ini juga telah tersedia perpustakaan mini bagi anak-anak yang dibuat menjadi semenarik mungkin.

Perpustakaan mini di Kampung warna-warni (dokpri)
Perpustakaan mini di Kampung warna-warni (dokpri)
Setahu saya, kekreatifan yang berbuah manis itu biasanya berefek domino positif, dan begitulah yang terjadi di sini. Setelah kampung Jodipan terlebih dahulu diperindah dengan konsep berwarna warni  selanjutnya kampung sebelahnya yaitu kesatrian juga ikut berbenah. Walaupun harus terlihat “mengekor” dengan rumah-rumah yang juga diberi cat warna warni namun kampung kesatrian sanggup memberikan identitas tersendiri menjadi kampung Tridi. Tridi itu singkatan tiga dimensi.

Dinding pagar dan rumah warga di kampung kesatrian diisi oleh lukisan tiga dimensi yang menambah daya tarik. “Wah…siapa yang melukis ini semua bu?” tanya saya kepada seorang ibu bernama Meri menunjuk lukisan 3d di dinding pos masuk kampung tridi.

Lukisan 3d di pos masuk kampung tridi (dokpri)
Lukisan 3d di pos masuk kampung tridi (dokpri)
Ini murni kreatifitas dari pemuda di sini mas, kebetulan ada pemuda yang pernah belajar melukis seperti ini ketika bekerja di bali lalu diminta untuk melukis” jelas ibu Meri yang didaulat menjadi jubir dengan identitas resmi yang digantung di lehernya. “Wah..hebat ya” puji saya sambal mengeluarkan uang 5 ribu rupian untuk uang parkir sepeda motor sekaligus mendapatkan bonus gantungan kunci kecil bertuliskan kampung tridi.

Peran Serta Berbagai Pihak untuk Menjaga dan Memelihara

Setelah berkeliling, saya pikir apresiasi pantas diberikan kepada warga kedua kampung ini. Keinginan untuk keluar dari zona nyaman dengan berubah dari pola pikir dan keadaan yang lama menurut saya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Walaupun terlebih dulu dibutuhkan pendorong dan penggagas tetapi penerimaan dan respon masyarakat yang saya lihat dari kunjungan saya yang singkat patut diapresiasi.

Kondisi kampung jodipan dahulu (sbr gbr :ngalam.com)
Kondisi kampung jodipan dahulu (sbr gbr :ngalam.com)
Keadaan Kampung sekarang (dokpri)
Keadaan Kampung sekarang (dokpri)
Memperhatikan keadaan yang dulunya kumuh dan jorok, dan sekarang berubah menjadi indah dan dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri menjadi landasan kekaguman saya. “JIka hari libur, berapa orang yang datang bu” tanya saya pada si ibu. “ SampaiSekitar seribuan orang mas” jawab sang ibu. “ Wahhh….luar biasa”.

Pemerintah kota Malang sangat mengapresiasi kondisi yang ada sekarang. “Ini smart kampung. Kita bikin smart masyarakatnya juga” kata Walikota Malang, M Anton puas ketika mengunjungi kedua kampung di bulan Agustus tahun lalu seperti dikutip dari Kompas .com.

Pemerintah bahkan berencana akan membuat  jembatan gantung khusus pejalan kaki untuk menghubungkan kedua kampung, dengan harapan pemandangan akan terlihat semakin indah dari jembatan tersebut. “Kita akan tetap memakai CSR untuk penyokong dana. Sebenarnya memakai APBD pun juga tidak apa-apa asal outcomenya ada” tambah sang Walikota bersemangat.

Bagi saya, langakh-langkah inovasi dari kampung kumuh menjadi kampung yang menarik adalah pola yang dapat ditiru di berbagai tempat. Pertama, untuk sebuah inovasi tetap dibutuhkan pihak penggagas atau si pemegang konsep. Kekuatan konsep ini biasanya kuat di mahasiswa atau akademisi dan dari situlah konsep dimulai.

Konsep ini juga dapat  dimunculkan oleh tokoh-tokoh tertentu yang terbeban akan keadaan yang memprihatinkan. Contohnya saja, Romo Mangunwijaya yang merubah kali code di Jogja menjadi ramah lingkungan.

Kali code, indah juga dalam warna warni (Sbr gbr : Sorotjogja)
Kali code, indah juga dalam warna warni (Sbr gbr : Sorotjogja)
Kedua, penggagas juga tidak dapat berjalan tanpa sokongan dana. Jikalau menunggu pemerintah akan lama, maka pihak swasta dapat digandeng untuk bekerjasama. Tentu saja  dengan kesepakatan yang dapat saling menguntungkan. Contohnya, di setiap pintu rumah  kampung  warna-warni dibolehkan terpakunya plang nomor rumah dengan nama perusahaan cat yang ikut tertulis disitu. Selama sama-sama menguntungkan, silahkan saja.

Ketiga, peran serta masyarakat sebagai eksekutor dari konsep itu. Membuat masyarakat terlibat dan memiliki pola pikir yang baru dan berbeda akan serta merta membuat masyarakat mempunyai rasa memiliki yang kuat.

Bapak ibu tidak terganggu, orang-orang banyak berdatangan?”tanya saya kepada seorang bapak yang sedang menjaga warungnya. “Ya..tidaklah mas, walaupun pada awalnya sedikit terganggu tapi setelah warung saya tambah ramai pembelinya ..ya silahkan” jawab sang bapak sambal tersenyum. Sebuah bukti bahwa pola pikir masyarakat telah berubah.

Terakhir dan tak kalah penting, peran pemerintah. Walaupun kelihatan tidak terlibat dari pertama, peran pemerintah untuk mendorong, ikut memelihara sangatlah berguna. Keinginan pemerintah untuk membangun jembatan penghubung adalah bukti bahwa pemerintah juga ingin terlibat aktif di dalamnya. Pemerintah juga harus terlibat di dalam pengembangan termasuk di dalamnya ikut memastikan bahwa retribusi yang dipungut digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Semoga bertahan lama, Kampung Warna Warni (dokpri)
Semoga bertahan lama, Kampung Warna Warni (dokpri)
Akhirnya, dalam perjalanan pulang, saya masih menggantungkan harap. Harapan saya, jika saya kembali lagi di waktu waktu mendatang semoga masih seindah dan sebersih sekarang. Sebuah tantangan dan harapan menilik banyak proyek inovatif seperti ini yang tidak bertahan lama umurnya dan hanya indah di awalnya. “Ah..semoga tidak terjadi” kata saya dalam hati sambal berpikir adakah tempat di daerah saya yang dapat dibuat seperti kampung tridi atau kampung warna-warni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun