Untuk menobatkan diri menjadi “kekinian” maka saat melancong ke kota Malang saya menyempatkan diri untuk mengunjungi kampung Tridi dan Kampung Warna Warni di Kelurahan Jodipan dan Kesatrian, di bantaran Sungai Brantas. Kedua kampung yang terkenal di jagat media sosial karena keunikan warna warni rumah yang terletak di sana.
Singkat cerita, Setelah memarkirkan sepeda motor di kampung Tridi (Kesatrian) saya langsung menuju ke jalanan di atas jembatan sungai brantas, spot terbaik untuk mengambil gambar kedua kampung dari atas.
Di atas jembatan sudah berdiri belasan turis lokal yang sedang sibuk menjepret ataupun ber-selfie ria dengan latar belakang kampung warni-warni.
Asal Mula Kampung Warna Warni dan Kampung Tridi
“Sejak kapan bu, kampung ini dibenahi?” tanya saya kepada seorang ibu pemegang karcis seharga 2000 yang sedang duduk di jalan masuk gang Kampung warna warni (Jodipan). “Belum setahun pak, sebelum lebaran tahun lalu” kata sang ibu. “Wah..bagus ya..” kata saya yang dibalas dengan senyuman sang ibu.
Kampung yang terlebih dahulu dibenahi adalah kampung di kelurahan Jodipan. Idenya muncul dari mahasiswa universitas Muhamadiyah Malang dan disponsori oleh salah satu perusahaan cat. Setiap sisi kampung Jodipan itu dibuat berwarni warni dengan tambahan asesoris pemanis yang terbuat dari barang bekas seperti botol, plastik dan lain-lain. Ada juga hiasan payung berwarna-warni yang digantung yang menambah keindahan.
“Wah, mau dibuat apa nih pak?” tanya saya kepada dua orang bapak yang sedang sibuk mengikat dan mencat botol-botol bekas. “Untuk dihias di sungai mas” kata bapak berkaos putih. “ Wah, diajarkan cara buatnya ya pak?” tanya saya berlanjut ingin memancing asal mula kekreatifan di sini. “Ini sudah kreatifnya warga sendiri mas,biar lebih menarik kampung ini.”lagi jawab sang bapak ramah.
Dinding pagar dan rumah warga di kampung kesatrian diisi oleh lukisan tiga dimensi yang menambah daya tarik. “Wah…siapa yang melukis ini semua bu?” tanya saya kepada seorang ibu bernama Meri menunjuk lukisan 3d di dinding pos masuk kampung tridi.
Peran Serta Berbagai Pihak untuk Menjaga dan Memelihara
Setelah berkeliling, saya pikir apresiasi pantas diberikan kepada warga kedua kampung ini. Keinginan untuk keluar dari zona nyaman dengan berubah dari pola pikir dan keadaan yang lama menurut saya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Walaupun terlebih dulu dibutuhkan pendorong dan penggagas tetapi penerimaan dan respon masyarakat yang saya lihat dari kunjungan saya yang singkat patut diapresiasi.
Pemerintah kota Malang sangat mengapresiasi kondisi yang ada sekarang. “Ini smart kampung. Kita bikin smart masyarakatnya juga” kata Walikota Malang, M Anton puas ketika mengunjungi kedua kampung di bulan Agustus tahun lalu seperti dikutip dari Kompas .com.
Pemerintah bahkan berencana akan membuat jembatan gantung khusus pejalan kaki untuk menghubungkan kedua kampung, dengan harapan pemandangan akan terlihat semakin indah dari jembatan tersebut. “Kita akan tetap memakai CSR untuk penyokong dana. Sebenarnya memakai APBD pun juga tidak apa-apa asal outcomenya ada” tambah sang Walikota bersemangat.
Bagi saya, langakh-langkah inovasi dari kampung kumuh menjadi kampung yang menarik adalah pola yang dapat ditiru di berbagai tempat. Pertama, untuk sebuah inovasi tetap dibutuhkan pihak penggagas atau si pemegang konsep. Kekuatan konsep ini biasanya kuat di mahasiswa atau akademisi dan dari situlah konsep dimulai.
Konsep ini juga dapat dimunculkan oleh tokoh-tokoh tertentu yang terbeban akan keadaan yang memprihatinkan. Contohnya saja, Romo Mangunwijaya yang merubah kali code di Jogja menjadi ramah lingkungan.
Ketiga, peran serta masyarakat sebagai eksekutor dari konsep itu. Membuat masyarakat terlibat dan memiliki pola pikir yang baru dan berbeda akan serta merta membuat masyarakat mempunyai rasa memiliki yang kuat.
“Bapak ibu tidak terganggu, orang-orang banyak berdatangan?”tanya saya kepada seorang bapak yang sedang menjaga warungnya. “Ya..tidaklah mas, walaupun pada awalnya sedikit terganggu tapi setelah warung saya tambah ramai pembelinya ..ya silahkan” jawab sang bapak sambal tersenyum. Sebuah bukti bahwa pola pikir masyarakat telah berubah.
Terakhir dan tak kalah penting, peran pemerintah. Walaupun kelihatan tidak terlibat dari pertama, peran pemerintah untuk mendorong, ikut memelihara sangatlah berguna. Keinginan pemerintah untuk membangun jembatan penghubung adalah bukti bahwa pemerintah juga ingin terlibat aktif di dalamnya. Pemerintah juga harus terlibat di dalam pengembangan termasuk di dalamnya ikut memastikan bahwa retribusi yang dipungut digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H