Perpustakaan mini di Kampung warna-warni (dokpri)
Setahu saya, kekreatifan yang berbuah manis itu biasanya berefek domino positif, dan begitulah yang terjadi di sini. Setelah kampung Jodipan terlebih dahulu diperindah dengan konsep berwarna warni selanjutnya kampung sebelahnya yaitu kesatrian juga ikut berbenah. Walaupun harus terlihat “mengekor” dengan rumah-rumah yang juga diberi cat warna warni namun kampung kesatrian sanggup memberikan identitas tersendiri menjadi kampung Tridi. Tridi itu singkatan tiga dimensi.
Dinding pagar dan rumah warga di kampung kesatrian diisi oleh lukisan tiga dimensi yang menambah daya tarik. “Wah…siapa yang melukis ini semua bu?” tanya saya kepada seorang ibu bernama Meri menunjuk lukisan 3d di dinding pos masuk kampung tridi.
Lukisan 3d di pos masuk kampung tridi (dokpri)
“
Ini murni kreatifitas dari pemuda di sini mas, kebetulan ada pemuda yang pernah belajar melukis seperti ini ketika bekerja di bali lalu diminta untuk melukis” jelas ibu Meri yang didaulat menjadi jubir dengan identitas resmi yang digantung di lehernya. “
Wah..hebat ya” puji saya sambal mengeluarkan uang 5 ribu rupian untuk uang parkir sepeda motor sekaligus mendapatkan bonus gantungan kunci kecil bertuliskan kampung tridi.
Peran Serta Berbagai Pihak untuk Menjaga dan Memelihara
Setelah berkeliling, saya pikir apresiasi pantas diberikan kepada warga kedua kampung ini. Keinginan untuk keluar dari zona nyaman dengan berubah dari pola pikir dan keadaan yang lama menurut saya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Walaupun terlebih dulu dibutuhkan pendorong dan penggagas tetapi penerimaan dan respon masyarakat yang saya lihat dari kunjungan saya yang singkat patut diapresiasi.
Kondisi kampung jodipan dahulu (sbr gbr :ngalam.com)
Keadaan Kampung sekarang (dokpri)
Memperhatikan keadaan yang dulunya kumuh dan jorok, dan sekarang berubah menjadi indah dan dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri menjadi landasan kekaguman saya.
“JIka hari libur, berapa orang yang datang bu” tanya saya pada si ibu. “
SampaiSekitar seribuan orang mas” jawab sang ibu. “
Wahhh….luar biasa”.
Pemerintah kota Malang sangat mengapresiasi kondisi yang ada sekarang. “Ini smart kampung. Kita bikin smart masyarakatnya juga” kata Walikota Malang, M Anton puas ketika mengunjungi kedua kampung di bulan Agustus tahun lalu seperti dikutip dari Kompas .com.
Pemerintah bahkan berencana akan membuat jembatan gantung khusus pejalan kaki untuk menghubungkan kedua kampung, dengan harapan pemandangan akan terlihat semakin indah dari jembatan tersebut. “Kita akan tetap memakai CSR untuk penyokong dana. Sebenarnya memakai APBD pun juga tidak apa-apa asal outcomenya ada” tambah sang Walikota bersemangat.
Bagi saya, langakh-langkah inovasi dari kampung kumuh menjadi kampung yang menarik adalah pola yang dapat ditiru di berbagai tempat. Pertama, untuk sebuah inovasi tetap dibutuhkan pihak penggagas atau si pemegang konsep. Kekuatan konsep ini biasanya kuat di mahasiswa atau akademisi dan dari situlah konsep dimulai.
Konsep ini juga dapat dimunculkan oleh tokoh-tokoh tertentu yang terbeban akan keadaan yang memprihatinkan. Contohnya saja, Romo Mangunwijaya yang merubah kali code di Jogja menjadi ramah lingkungan.
Kali code, indah juga dalam warna warni (Sbr gbr : Sorotjogja)
Kedua, penggagas juga tidak dapat berjalan tanpa sokongan dana. Jikalau menunggu pemerintah akan lama, maka pihak swasta dapat digandeng untuk bekerjasama. Tentu saja dengan kesepakatan yang dapat saling menguntungkan. Contohnya, di setiap pintu rumah kampung warna-warni dibolehkan terpakunya plang nomor rumah dengan nama perusahaan cat yang ikut tertulis disitu. Selama sama-sama menguntungkan, silahkan saja.
Lihat Travel Story Selengkapnya