Metal Price Index and Global GDP - koleksi Arnold M.
Sumber informasi :
IMF Primary Commodity &
IMF World Economic OutlookDari Peraga-1, digambarkan tren turung harga komoditas logam termasuk tembaga dan pertumbuhan perekonomian global. Kondisi penurunan harga ini merupakan fenomena Spiral Deflasi Komoditas global yang diprakirakan akan berlangsung panjang (Super Cycles) serta berdampak pada perekonomian yang mengandalkan penerimaan dari komoditas serta juga respon dunia usaha atau korporasi yang mengelola pertambangan.
Dalam menghadapi tekanan harga komoditas ini, kecenderungan strategi dan aksi yang dilakukan top korporasi pertambangan global (Top Ten: Mining Companies; Freeport Mc. Moran - induk PTFI berada pada peringkat-5) antara lain : (1) Fokus dan ketat dalam hal finansial termasuk melakukan berbagai upaya efisiensi pada biaya operasi; (2) Mengupayakan berbagai inovasi untuk mendorong pertumbuhan usaha; (3) Melakukan investasi dengan wawasan jangka panjang; dan (4) Ketat dan sangat berhati-hati dalam keputusan serta aksi korporasi untuk "Merger & Acquisition", lebih mengutamakan kerjasama atau kolaborasi dengan membentuk "Strategic Alliances" (lihat : Tracking the trends 2017 - Deloitte Report).
Peraga-2 : Top mining companies worldwide based on market capitalization in 2017 (in billion U.S. dollars)
Global Top Mining Companies - source : https://www.statista.com/statistics/272706/top-10-mining-companies-worldwide-based-on-market-value/
Sementara "sinetron" PTFI dan pemerintah Indonesia berlangsung, sering muncul artikel dalam media terbitan internasional yang memberikan gambaran negatif pada iklim usaha dan investasi di Indonesia. Berapa berita atau artikel tersebut seperti :
Why Freeport's Stock Has Disappointed Despite Higher Copper Prices This Year (Forbes),
Indonesia's Neverending Freeport-McMoRan Saga (The Diplomat),
Freeport Falls on Concern Indonesia Deal Comes at Too Big a Cost (Bloomberg Markets),
Freeport-McMoRan: Indonesia Deal Is Even Worse Than I Expected (Seeking Alpha News). Nuansa artikel dan tulisasn ini sangat berbeda dengan World Bank - Ease of Doing Business Report 2018 yang mengindikasikan dan menginformasikan perbaikan serta peningkatan iklim usaha di Indonesia. Perlu dipahami bahwa World Bank Report bukanlah bacaan rutin pimpinan atau eksektuif korporasi atau korporasi investasi. Publikasi seperti Forbes, Financial Times (FT), Fortune, atau "market news" yang erat memberitakan informasi seputar investasi, pasar saham & modal seperti Bloomberg, Reuters, Seeking Alpha justru menjadi pilihan.
Lingkar Kemauan, Kemampuan, dan Kemahfuman
Tiga kata masing-masing "Mau", "Mampu", dan "Mahfum" akan menjadi bingkai dalam memandang "sinetron SDA PTFI". "Divestasi 51% saham Freeport Indonesia memang maunya Presiden Jokowi", demikian kutipan dari materi yang disampaikan DR. Ir. Fadel Muhammad, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, yang membidangi masalah energi dan pertambangan.
Fadel M. Ketua Komisi VII DPR - koleksi Arnold M.
Dalam seminar yang diselenggarakan INADIS (Indonesian Institute of Advanced International Studies) dengan tema “Membangun Iklim Bisnis yang Kondusif bagi Indonesia Sejahtera: Kasus PT Freeport Indonesia.” pada Rabu, 11 Oktober 2017 tersebut, Fadel Muhammad juga menyebutkan bahwa skenario pengambilalihan saham dari divestasi saham PTFI akan dilakukan secara bersama oleh gabungan 4 (empat) BUMN pertambangan yaitu PT. Inalum (berperan sebagai lead), PT. Aneka Tambang Tbk, PT. Bukit Asam Tbk., dan PT. Timah Tbk. Dengan latar belakang pengalaman sebagai birokrat (mantan Gubernur Provinsi Gorontalo), secara sederhana Fadel Muhammad memberikan gambaran tentang peran PTFI di Papua sebagai motor penggerak perekonomian untuk wilayah sekitarnya yang juga berlanjut ke tingkat provinsi. Juga diberikan gambaran tentang upaya PTFI dalam hal pengembangan sumber daya manusia serta perubahan karakter yang meyangkut "attitude & behavior". Dengan bekal sebagai engineer (luusan ITB) yang berkiprah di industri, Fadel Muhammad juga memberikan wawasan tentang pengembangan industri yang dapat memberikan nilai tambah dari pengolahan (smelter). Sementara Ir. Rachman Wiriosudarmo yang sarat dengan pengalaman jelajah Nusantara demi Sumber Daya Mineral, mengingatkan akan
siklus panjang usaha pertambangan dan kebutuhan investasi yang berkelanjutan sebagai syarat utama untuk peningkatan produksi secara berkelanjutan.
Seorang begawan ekonomi yang merupakan salah seorang arsitektur reformasi perekonomian Indonesia pasca Krismon 1998, Prof. (Emeritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Ph.D, memberikan pesan agar permasalahan PTFI diselesaikan dengan bijak dan rasional serta tidak sarat retorika.
Prof. (Emeritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Ph.D - koleksi : Arnold M.
Dalam kondisi global yang bergeser menjadi De-Globalisasi dan erat dengan kebijakan proteksi (Making America Great Again ala Donald Trump), penyelesaian PTFI seharusnya berwawasan panjang dan menatap masa depan (Foresight). Dalam obrolan langsung dengan beliau, diingatkan bahwa tidak cukup sekedar informasi dan pengetahuan (knowledge) saja tetapi perlu
imajinasi dalam memetakan keadaan 2o tahun mendatang. Sedangkan dari perspektif sosial dan politik, Riaty Raffiudin, Ph.D (dosen Universitas Indonesia) menitipkan agar penyelesaian masalah melibatkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Pandangan ini kental dengan mahzab "inclusive institutional" seperti yang disarankan dalam buku "
Why Nations Fail"
Dari pandangan penulis, kasus PTFI adalah beranda dan "etalase" bagi Penanaman Modal Asing (PMA atau Foreign Direct Investment). Jika memang divestasi 51% saham yang disyaratkan kepada PTFI merupakan ke-mau-an Presiden Jokowi, maka perlu untuk mengingatkan beliau dengan merujuk pada "benchmarking" terhadap korporasi pertambangan global seperti yang disampaikan di atas. Ke-mampu-an finansial yang dimiliki "The Three Musketeers" (BUMN Terbuka : PT. Aneka Tambang Tbk., PT. Bukit Asam Tbk., PT. Timah Tbk.) yang dipimpin PT. Inalum (non Tbk.) sebaiknya bukan untuk melakukan akuisisi terhadap divestasi saham PTFI. Akan lebih cerdas jika BUMN tambang tesebut masing-masing mengembangkan aliansi strategis dengan korporasi yang sesuai dengan kompetensi dan kapasitas yang dimiliki sehingga akan memperluas industri yang bernilai tambah serta membuka banyak lapangan kerja.
Lihat Money Selengkapnya