Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kecemasan SMI terhadap Faktor Tiongkok Terlalu Berlebihan

4 Februari 2017   18:37 Diperbarui: 5 Februari 2017   09:31 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu bagaimana dampak "Rebalancing Ekonomi RRT" khususnya pada perdagangan global ?

Kemungkinan penurunan pertumbuhan China akan dirasakan pada nilai ekspor khususnya komoditas dan energi. Besar penurunan nilai tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Elastisitas (Elasticity Index) terhadap Kebutuhan Barang dan Komoditas. Rerata 2016 besaran ekspor Indonesia ke China per bulan USD 1,2 Miliar, atau sekitar 10% rerata total ekspor. Jika pertumbuhan China turun sebesar 2%; dengan Elasticity Index China = 1,84 (Rujukan IMF Report : The Global Trade Slowdown : Cyclical or Structural ?, halaman 42); besar penurunan impor China diprakirakan tidak lebih dari 4% (2 * 1,84).  Nilai tersebut tidak akan terlalu berpengaruh; tetapi yang layak dicermati adalah ekspansi ekspor China yang akan berusaha dengan berbagai cara termasuk penurunan harga akibat "oversupply" produksi di China.

Pasca Krisis Finansial 2008, China mengeluarkan kebijakan Paket Stimulus Ekonomi untuk investasi khususnya sektor infrastruktur senilai Renminbi (CNY) 4 Triliun (sekitar USD 586 Miliar). Dengan paket tersebut diharapkan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi (lihat artikel : China’s Economy: After the Stimulus). Memang penurunan pertumbuhan China dapat dicegah tetapi kemudian menimbulkan tekanan pada pengembalian pinjaman yang telah diberikan. Kondisi demikian membuat aliran investasi ke China menurun dan sebaliknya menimbulkan pelarian modal (Lihat artikel : Modal Tinggalkan China Pindah ke Indonesia). Demi mempertahankan nilai tukar akibat dari tekanan "capital outflow" menyebabkan cadangan devisa China berkurang, seperti pada Peraga-6.

Peraga-6 : Posisi Cadangan Devisa China dan Indonesia

forex-reserve-china-indonesia-5895a171919773401d3a7c43.png
forex-reserve-china-indonesia-5895a171919773401d3a7c43.png
Sumber Informasi : China - SAFE dan Bank Indonesia - Indikator Moneter

Selama masa 2015 - 2016 cadangan devisa China berkurang hampir 20% (sekitar USD 700); sementara Indonesia naik 6%. Sebagai upaya mencegah ancaman krisis sektor keuangan akibat tekanan pengembalian utang sektor korporasi, IMF telah memberi peringatan China. Demikian juga berdasarkan kajian terhadap kecenderungan pada beberapa indikator, kondisi China mengarah ke dalam krisis keuangan.

Siklus Perekonomian dan Strategi Pemulihan

Merujuk pada siklus perekonomian seperti pada Peraga-7, berdasarkan beberapa indikator misalnya trend pertumbuhan, inflasi, indeks nilai tukar, dan cadangan devisa, maka dapat diposisikan perekonomian Indonesia berada pada tahapan pemulihan (Up Turn).

Peraga-7 : Siklus Perekonomian

Indonesia Economic Cycles - Koleksi Arnold M.
Indonesia Economic Cycles - Koleksi Arnold M.
Dalam tahapan "Up Turn" ini, kebijakan stimulus perekonomian diusung pemerintah untuk mendorong pertumbuhan. Dengan kondisi "New Normal" global  (lihat Peraga-8); khususnya "Spiral Deflasi Komoditas", sulit berharap akan dorongan pertumbuhan pada perdagangan yang mengandalkan ekspor komoditas. Sehingga wajar jika kemudian perlu diupayakan dorongan pertumbuhan melalui konsumsi dan investasi. 

Peraga-8 : Global New Normal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun