Cadangan Devisa dan Nilai Tukar
Berdasarkan informasi Bank Indonesia (BI) melalui SDDS (Special Data Dissemination Standard), posisi cadangan devisa Indonesia besarnya seperti yang diberikan pada Peraga-1 (Posisi terakhir : Mei 2016).
Dengan posisi cadangan devisa tersebut, apakah dampaknya pada nilai tukar Rupiah dengan Dolar Amerika (USD) serta Indeks Efektif Nilai Tukar (Real Effective Exchange Rate) ? Peraga-2 memberikan gambaran beserta trend-nya.
Defisit Anggaran
Pasca Krisis Keuangan 2008, muncul beberapa norma baru global seperti "negative interest", pertumbuhan ekonomi rendah, "secular stagnation" (kebijakan "ease money" tidak dapat mendorong pertumbuhan), deflasi komoditas dan energi. Dalam kondisi sektor private terhimpit "Balance Sheet Recession", maka pemerintah perlu melakukan inisiatif dalam "spending" (belanja) yang berdampak pada defisit anggaran meningkat.
Posisi defisit anggaran Indonesia dan perbandingannya dengan negara lain diberikan pada Peraga-3.
Defisit anggaran selalu dikaitkan dengan peningkatan utang. Berdasarkan dokumen posisi utang pemerintah yang diterbitkan Kemenkeu (DJPPR) , rasio utang pemerintah berada pada kisaran 27%. (Lihat publikasi Kemenkeu - DJPPR, terbitan Juni 2016). Posisi ini pun jauh dibawah ambang batas. Apakah kemudian utang ini akan menjadi beban pada masa mendatang ? Jawabannya : TIDAK dan sebaliknya akan mempercepat pertumbuhan (Lihat artikel : Defisit atau Utang? Bukan Dilema!).
Investasi Infrastruktur
Dalam situasi defisit anggaran, pemerintah tetap mempertahankan tema akselerasi pembangungan infrastruktur (Infrastruktur Way). Mengapa membangun infrastruktur ? Pertama sebagai stimulus perekonomian yang berdampak langsung pada pendapatan tenaga kerja sehingga meningkatkan permintaan (consumption demand) serta memberikan efek titisan (Trickle Down Effect). Dengan pembangunan infrastruktur akan meningkatkan “Comparative Advantage” demi menarik minat investasi modal domestik & asing (Berdasarkan Logistic Performance Index, posisi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Singapore, Malaysia, Thailand).
Merujuk pada hasil kajian World Bank, peningkatan investasi insfratruktur sebesar 10% dalam jangka panjang (setidaknya tiga tahun) menjanjikan peningkatan PDB sebesar 1%; sementara dari kajian IMF (International Monetary Fund), peningkatan belanja infrastruktur berdampak langsung pada output, peningkatan permintaan, dan peningkatan kapasitas dan produktivitas sektor industri.
Masalah defisit anggaran sering hanya dilihat dalam kaitannya dengan peningkatan utang; bukan dengan upaya stimulus perekonomian dan investasi yang berwawasan jangka panjang. Yang pasti, tanpa investasi jangan berharap akan ada peningkatan pertumbuhan.
Sumber Informasi :
1. International Monetary Fund (IMF)
2. Bank for International Settlement
3. Bank Indonesia - SDDS
Arnold Mamesah
Hari pertama Juli 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H