Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Debat Percuma Soal Cadangan Devisa dan Defisit Anggaran

1 Juli 2016   15:30 Diperbarui: 1 Juli 2016   15:33 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber Gambar

Cadangan Devisa dan Nilai Tukar 

Berdasarkan informasi Bank Indonesia (BI) melalui SDDS (Special Data Dissemination Standard), posisi cadangan devisa Indonesia besarnya seperti yang diberikan pada Peraga-1 (Posisi terakhir : Mei 2016).

cadangan-devisa-57760b2fe122bdaa154f1c42.jpg
cadangan-devisa-57760b2fe122bdaa154f1c42.jpg
Memperhatikan Peraga-1, secara rerata cadangan devisa berada pada kisaran USD 100 Miliar, cadangan pada IMF meningkat dari USD 202 Juta menjadi USD 1,1 Miliar, kontribusi pada SDR (Special Drawing Right) turun dari USD 2,4 Miliar menjadi USD 1,5 Miliar; sedangkan nilai cadangan emas cenderung stabil pada kisaran USD 3 Miliar, demikian juga cadangan lainnya pada kisaran USD 560 Juta. Informasi tambahan, sebagian dari cadangan devisa Indonesia diinvestasikan pada US Treasury Securities; per April 2016 nilainya USD 18,79 Miliar

Dengan posisi cadangan devisa tersebut, apakah dampaknya pada nilai tukar Rupiah dengan Dolar Amerika (USD) serta Indeks Efektif Nilai Tukar (Real Effective Exchange Rate) ? Peraga-2 memberikan gambaran beserta trend-nya.

Prepared by Arnold M
Prepared by Arnold M
Dari Peraga-2, ditunjukkan trend cadangan devisa turun (garis putus biru); trend nilai tukar sedikit menguat dan indeks nilai tukar efektif cenderung stabil. Dengan demikian, trend turun cadangan devisa tidak berpengaruh pada nilai tukar dan indeks nilai tukar

Defisit Anggaran

Pasca Krisis Keuangan 2008, muncul beberapa norma baru global seperti "negative interest", pertumbuhan ekonomi rendah, "secular stagnation" (kebijakan "ease money" tidak dapat mendorong pertumbuhan), deflasi komoditas dan energi. Dalam kondisi sektor private terhimpit "Balance Sheet Recession", maka pemerintah perlu melakukan inisiatif dalam "spending" (belanja) yang berdampak pada defisit anggaran meningkat. 

Posisi defisit anggaran Indonesia dan perbandingannya dengan negara lain diberikan pada Peraga-3.

Prepared by Arnold M
Prepared by Arnold M
Memperhatikan Peraga-3 untuk masa 2010 - 2016, secara rerata defisit anggaran Indonesia di bawah 3% (Hal defisit anggaran (ambang batas 3%) dan rasio utang (ambang batas 60% PDB) ini merupakan amanat UU No. 17/2003, pada pasal 12 dan penjelasannya). Kondisi defisit anggaran Indonesia lebih baik dari rerata negara-negara G20; demikian juga terhadap India, Malaysia, dan Brazil serta China yang pada 2015 dan 2016 (proyeksi) lebih tinggi.

Defisit anggaran selalu dikaitkan dengan peningkatan utang. Berdasarkan dokumen posisi utang pemerintah yang diterbitkan Kemenkeu (DJPPR) , rasio utang pemerintah berada pada kisaran 27%. (Lihat publikasi Kemenkeu - DJPPR, terbitan Juni 2016). Posisi ini pun jauh dibawah ambang batas. Apakah kemudian utang ini akan menjadi beban pada masa mendatang ? Jawabannya : TIDAK dan sebaliknya akan mempercepat pertumbuhan (Lihat artikel : Defisit atau Utang? Bukan Dilema!).

Investasi Infrastruktur

Dalam situasi defisit anggaran, pemerintah tetap mempertahankan tema akselerasi pembangungan infrastruktur (Infrastruktur Way). Mengapa membangun infrastruktur ? Pertama sebagai stimulus perekonomian yang berdampak langsung pada pendapatan tenaga kerja sehingga meningkatkan permintaan (consumption demand) serta memberikan efek titisan (Trickle Down Effect). Dengan pembangunan infrastruktur akan meningkatkan “Comparative Advantage” demi menarik minat investasi modal domestik & asing (Berdasarkan Logistic Performance Index, posisi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Singapore, Malaysia, Thailand). 

Merujuk pada hasil kajian World Bank, peningkatan investasi insfratruktur sebesar 10% dalam jangka panjang (setidaknya tiga tahun) menjanjikan peningkatan PDB sebesar 1%; sementara dari kajian IMF (International Monetary Fund), peningkatan belanja infrastruktur berdampak langsung pada output, peningkatan permintaan, dan peningkatan kapasitas dan produktivitas sektor industri. 

Masalah defisit anggaran sering hanya dilihat dalam kaitannya dengan peningkatan utang; bukan dengan upaya stimulus perekonomian dan investasi yang berwawasan jangka panjang. Yang pasti, tanpa investasi jangan berharap akan ada peningkatan pertumbuhan.

Sumber Informasi :

1. International Monetary Fund (IMF)

2. Bank for International Settlement

3. Bank Indonesia - SDDS

Arnold Mamesah 

Hari pertama Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun