Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Defisit atau Utang? Bukan Dilema!

23 Maret 2016   15:23 Diperbarui: 4 April 2017   16:34 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catatan. Angka Defisit negatif berarti surplus anggaran. Dalam kondisi surplus anggaran, inflasi berada di atas 10% (2006) dan di atas 8% pada 2008. Sementara pada sisi lain, inflasi dibutuhkan (atau diharapkan) dunia usaha agar pendapatan meningkat dan menarik minat untuk tambahan investasi. Dalam model "Double GDP in 10 Years" di atas, target inflasi pada besaran 5% dan "defisit anggaran" 2,5% pada kurun 2016 - 2025.

Dari Tabel 2, Grafik 3 dan Grafik 4, menggandakan GDP dalam 10 tahun bukan target yang berlebihan. Juga, tambahan utang yang besarnya 1,5 kali defisit tidak berpengaruh pada DSR, bahkan trennya jadi menurun (lihat 2020-2025 pada Grafik 4).

Tantangan dan Terobosan
Investasi infrastruktur demi memperkuat sektor Pangan, Energi, dan Air serta Sanitasi sudah merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari dalam mewujudkan pertumbuhan perekonomian. Tetapi pilihan infrastruktur yang diprioritaskan perlu diselaraskan dampak langsung terhadap perekonomian dan dengan disiplin tata kelola anggaran.

Dalam kondisi pertumbuhan perekonomian global yang tertekan dan terdampak "Deflation Spiral", sulit mengharapkan pertumbuhan yang bergantung pada perdagangan global dengan mengandalkan ekspor. Dengan komposisi GDP masing-masing konsumsi pada rentang 60%-65%, investasi pada rentang 30%-35%, akan lebih tepat jika pertumbuhan diutamakan mendorong investasi yang berimplikasi pada peningkatan konsumsi (Lihat: Eksternal Perlu, tetapi Fokus ke Domestik!) Gejolak global sesuai dengan prakiraan IMF masih akan terus berlangsung, tetapi pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak harus selalu dipengaruhi atau terimbas global termasuk koreksi pertumbuhan Tiongkok (Lihat: Nonsense - Faktor Tiongkok Pada Pertumbuhan Indonesia).

Sering sekali muncul retorika dan perdebatan tentang pembengkakan defisit dan peningkatan utang tetapi lantas mengabaikan faktor penting investasi. Paparan tabel dan grafik menunjukkan bahwa investasi yang memang BUTUH defisit dan utang justru memberikan peningkatan pertumbuhan. Defisit atau utang memang bukan dilema tapi pilihan utama!

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
23 Maret 2016

[caption caption="Prepared by Arnold M"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun