Ilustrasi - pertumbuhan ekonomi (Shutterstock)
Â
Kondisi Eksternal dan Domestik
International Monetary Fund (IMF) baru saja menerbitkan World Economic Outlook awal Oktober 2015 dengan merevisi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,1% untuk 2015. Tiga hal kritikal yang mempengaruhi perekonomian dunia yaitu Kenaikan Suku Bunga The Fed, Penurunan Pertumbuhan Perekonomian China, dan Deflasi Harga Komoditas.
Pada waktu hampir bersamaan, pemerintah Indonesia khususnya tim ekonomi meluncurkan Paket Stimulus Jilid-III yang fokusnya pada penurunan beban usaha (khususnya biaya energi) dan kemudahan perijinan usaha. Sementara nilai tukar USD-IDR pada pekan kedua Oktober 2015 sudah berada di bawah 14.000.
Seakan melengkapi pengumuman Paket Stimulus Jilid-III, Bank Indonesia menerbitkan pengumuman tentang Cadangan Devisa RI Per Akhir September 2015 sebesar 101,7 Miliar Dollar AS; dan pada hari pertama Oktober 2015 BPS mengumumkan data inflasi September 2015 yang besarnya minus 0,05%. Sementara itu, sekitar dua minggu lagi Kabinet Kerja akan merayakan ulang tahun pertama sejak dilantik pada 27 Oktober 2014 dengan selingan satu kali reshufle pada jelang HUT Proklamasi ke-70 NKRI.
Dengan menganut sistem perekonomian terbuka, kondisi eksternal perlu diperhatikan dalam kaitan dengan perdagangan pada pasar global. Tetapi, pasar domestik yang mengkonsumsi sekitar 80% - 85% output nasional tetap memerlukan fokus.
Perekonomian Dunia, Deflasi Komoditas dan Ekspor
Dalam artikel Kompas, 5 Oktober 2015, Mantan Menteri Keuangan M. Chatib Basri menulis tentang Kemandekan Ekonomi global dan salah satu yang disorot adalah kecemasan terhadap perlambatan ekonomi dunia. Pada berapa artikel penulis terdahulu, telah dibahas ancaman Spiral Deflasi, Kemelut Tekanan Utang dan Fenomena Resesi Neraca yang berdampak pada pertumbuhan perekonomian Indonesia.Â
Pertumbuhan ekonomi global dan mitra dagang Indonesia beserta proyeksinya diberikan pada grafik-1 berikut ini.
Dengan melihat grafi, pertumbuhan ekonomi Indonesia dan proyeksinya berada di atas rerata pertumbuhan global dan di bawah India serta China. Bagaimana dampak pertumbuhan ekonomi terhadap ekspor Indonesia ?
Komposisi ekspor Indonesia berdasarkan negara atau regional tujuan diberikan pada tabel-2 di bawah ini; sedangkan untuk kategori produk dan jenis produk olahan (manufacturing goods) masing-masing diberikan pada chart-3 dan chart-4.
Tabel-2 : Ekspor Rerata Bulanan Berdasarkan Negara dan Regional Tujuan
Catatan. Rerata nilai ekspor bulanan Agustus 2014 - Juli 2015. (Bank Indonesia : SEKI); Perubahan Pertumbuhan ekonomi dalam satuan prosen (%); Nilai ekspor dan dampak Peningkatan / Penurunan (Inc/Dec) dalam USD Juta.
(*) : Import Elasticity Index (Sumber : IMF Working Paper, January 2015)
Chart-3 : Ekspor Berdasarkan Kategori
Chart-4 : Ekspor Berdasarkan Kategori
Dari grafik-1, tabel-2, chart-3, dan chart-4 dapat disimpulkan :
1. Gejolak pertumbuhan ekonomi negatif yang terjadi di China, Taiwan, Korea Selatan, Timur Tengah, dan regional Australia & New Zealand akan berdampak pada penurunan ekspor. Tetapi penurunan tersebut akan diimbangi dengan peningkatan ekspor ke tujuan lainnya sehingga secara keseluruhan nilai ekspor akan tetap berada pada kisaran USD 13.5 Miliar.
2. Deflasi harga komoditas dan penurunan permintaan (demand) akan membuat kompetisi harga di pasar global makin ketat. Produk hasil olahan (70% dari total) akan terkena "perang harga" karena tidak banyak produk yang memiliki keunggulan unik atau diferensiasi.
3. Negara dengan pertumbuhan negatif, akan berusaha meningkatkan ekspor dan produk domestik akan menghadapi persaingan ketat khususnya dari produk China, Taiwan dan Korea.
Praduga Gejolak Akibat Kenaikan Suku Bunga The FedÂ
Sudah dapat dipastikan bahwa Suku Bunga Acuan The Fed (Federal Reserve US) akan naik tetapi waktunya belum ditetapkan. Prasyarat kenaikan tersebut adalah tingkat inflasi US yang ternyata tidak kunjung naik. Kenaikan suku bunga acuan, terakhir kali pada 2006, dilakukan untuk "cooling down" perekonomian US.
Dalam kondisi Strong USD (mata uang Dolar Amerika kuat terhadap mata uang negara lain), pasar US akan dipenuhi produk impor. Sementara, produk ekspor US akan mengalami tekanan sehingga beralih ke pasar domestik yang menyebabkan over-supply dan berdampak pada dis-inflasi sehingga harapan meningkatnya inflasi di US tidak terjadi. Kebijakan menaikan suku bunga The Fed membuat USD mengalir ke US dan membuat USD semakin kuat sehingga menimbulkan dampak balikan (counter-cyclical). Kondisi ini tentunya sudah menjadi pertimbangan pasar finansial sehingga "membiakkan USD" di US hanya akan memberikan imbalan kecil. Dengan demikian, gejolak pasar akan terjadi akibat kenaikan suku bunga The Fed terlalu berlebihan. Rasionalisasi gejolak ditimbulkan hanya untuk pembenaran dalam berspekulasi dan mendapatkan keuntungan. Intinya, tidak perlu berlebihan termakan rasionalisasi gejolak akibat kenaikan suku bunga The Fed. Kapan kebijakan tersebut akan berlaku, biarkan para petinggi The Fed untuk memutuskannya dengan berbagai pertimbangan akan resiko yang mungkin timbul pada perekonomian US.
Fokus Domestik Dalam Resesi Neraca
Sudah tiga jilid paket program stimulus diterbitkan tetapi lebih ditujukan untuk menarik minat para penanam modal non domestik mengalirkan dana untuk investasi. Tetapi apakah para pelaku usaha lokal tidak memerlukan perhatian ?
Masalah yang saat ini dihadapi dunia usaha terutama korporasi dan perbankan adalah Resesi Neraca. Pada sektor produksi, beban utang (utang eksternal dalam valas) yang meningkat akibat depresiasi Rupiah dan turunnya permintaan (atau penjualan), mengakibatkan dunia usaha memilih dan mengutamakan pembayaran utang (debt minimization), menekan biaya bahkan mengurangi produksi. Minat investasi sangat menurun karena prospek usaha tidak menarik. Tawaran pinjaman perbankan dianggap akan menjadi "racun" atau perangkap pada kemudian hari. Berkurang atau bahkan tanpa investasi akan menekan pertumbuhan usaha, meniadakan lapangan kerja baru atau bahkan timbul pengurangan. Kondisi ini menekan pendapatan tenaga kerja dan menurunkan permintaan (demand) barang dan jasa. Selanjutnya, secara siklikal menurunkan pendapatan dunia usaha yang kemudian harus mengurangi beban usaha.Â
Sektor perbankan yang menanggung sekitar 45% dari total utang eksternal valas, mengalami hal serupa akibat depresiasi Rupiah. Dalam ancaman Non Performing Loan (NPL) dan pengembalian pinjaman dari dunia usaha, pendapatan perbankan akan berkurang sementara pencadangan dana untuk antisipasi NPL bertambah.
Kondisi Resesi Neraca ini tidak dapat diselesaikan segera; pemulihannya tidak dapat hanya melalui deregulasi atau kemudahan. Tetapi mendorong dan mendukung dunia usaha untuk tetap beraktivitas akan meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya. Dorongan bagi dunia usaha itu melalui kredit perbankan.
Pada sebuah artikel yang diposting, seorang rekan berkomentar : "Wis team ekonomi saat ini parah bangeettt deehh...." Jawaban atas komentar itu : "Mereka hebat tetapi mungkin hal kecil terlupakan ... hanya fokus dengan rutinitas ...".
Atau mungkin saja terkena "Not Invented Here Syndrome" ! Semoga dugaan ini tidak tepat.
Â
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiative
Pekan kedua Oktober 2015.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H