Â
Dengan melihat prosentase pangsa ekspor dan impor pada regional Asia dan Timur Tengah (Middle East), defisit terjadi pada perdagangan antar negara Asean (khususnya Singapore) dan China serta Hongkong; sedangkan yang lainnya surplus.
Khususnya China dan Hongkong, nilai ekspor bulanan 10-11% dari nilai ekspor keseluruhan sedangkan nilai impor sebesar 25% dari nilai keseluruhan.
Hingga akhir Juli 2015, nilai ekspor(FOB) tahun berjalan sebesar USD 88,8 Miliar dan nilai impor (FOB) sebesar USD 79,9 Miliar. Dengan rasio sederhana, proyeksi hingga akhir tahun untuk ekspor barang (FOB) USD 154 Miliar dan import barang(FOB) USD 136 Miliar, sehingga diharapkan Neraca Pedagangan Barang mengalami Surplus sebesar USD 18 Miliar. Sementara untuk jasa, pada semester-I 2015 mengalami Defisit sebesar USD 4,5 Miliar, dan prakiraan selama 2015 sebesar USD 9 Miliar. Sehingga untuk perdagangan Barang & Jasa masa 2015 akan mengalami SURPLUS sebesar USD 9 Miliar.
Jika digunakan PDB 2014 sebesar USD 880 Miliar (Rujukan informasi : Bank Indonesia - SULNI - perhitungan rasio utang terhadap PDB), maka nilai ekspor dan impor barang masing-masing 17,5% dan 15,5% dari PDB (Produk Domestik Bruto).
Mengacu pada besaran ekspor atau impor terhadap PDB (maksimum 17,5%) serta defisit anggaran pemerintah yang besarnya sekitar 2,5% PDB, volatilitas USD sebenarnya hanya berkaitan dengan besaran yang tidak lebih dari 20% PDB.
Sehingga sangat tidak wajar jika 80% perhatian dicurahkan hanya untuk 20% PDB, Pareto Principle Fallacy (KELIRU).
Ancaman Penurunan Pertumbuhan Ekonomi China dan Cadangan Devisa
Sebelumnya, perlu dilihat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara mitra perdagangan utama seperti pada grafik berikut ini.