Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Fallacy Cadangan Devisa dan Nilai Tukar

25 September 2015   20:31 Diperbarui: 27 September 2015   21:43 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paham akan Nilai Tukar dan Cadangan Devisa

Mencermati pembicaraan dan perdebatan yang berkaitan dengan volatilas perekonomian Indonesia, mungkin 80% akan berkaitan dengan nilai tukar dan cadangan devisa. Para pengamat, analis, pemain pasar saham dan uang, pengusaha (sebagian) ingin agar mata uang Rupiah (IDR) posisinya "kuat" terhadap Dolar Amerika (USD). Posisi kuat maknanya nilai tukar USD 1 yang saat ini (25 September 2015) berada pada kisaran Rp. 14.600,- menjadi di bawah Rp. 14.000,- misalnya. Alasannya, nilai tukar yang terus melemah konon akan membahayakan perekonomian namun sudah ditunjukkan bahwa alasan tersebut tidak tepat. (Tentang Mata Uang yang Kuat dan nilai tukar dapat dilihat pada artikel : Krisis Keuangan dan Bersikap Cerdas).

Apakah fungsi nilai tukar tersebut ? Bagi individu atau keluarga yang mungkin akan mengadakan perjalanan ke luar negeri, butuh mengkalkulasi biaya perjalanan beserta belanja; atau berkaitan dengan biaya sekolah anak di luar negeri. Bagi korporasi, nilai tukar diperlukan untuk rujukan konversi harga jual atau beli dengan dalam bertransaksi (ekspor atau impor) dengan mitra dagang di luar negeri, nilai simpanan, atau nilai utang yang dilakukan dalam valuta asing. Bagi pemerintah akan berkaitan dengan anggaran belanja (defisit anggaran), dan utang luar negeri (pemenuhan kewajiban).

Sesuai dengan kebijakan sistem perekonomian terbuka yang dianut perekonomian Indonesia, ekspor dan impor manca negara (international trading) dilakukan dengan berbagai kawasan dan negara dengan berbagai produk. Hasil dari perdagangan tersebut dicatat dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI atau BoP : Balance of Payment) yang dilakukan Bank Indonesia. NPI sendiri merupakan "catatan transaksi ekonomi" yang terjadi antara penduduk dengan bukan penduduk Indonesia pada suatu masa tertentu. Selain hasil perdagangan, NPI mencatat aliran pembayaran (Penerimaan dan Pengeluaran) yang bersama dengan transaksi perdangan dimasukkan dalam Transaksi Berjalan (Current Account). NPI juga mencatat Transaksi Modal (jumlahnya tidak signifikan) dan Transaksi Finansial yang mencakup aliran dana masuk dan keluar dalam bentuk Penanaman Modal Asing (FDI : Foreign Direct Investment) dan Penanaman Modal Portofolio (FPI : Foreign Portfolio Investment). 

Cadangan devisa resmi Indonesia (Indonesian Official Reserve Assets) merupakan aset eksternal yang dapat langsung tersedia bagi dan berada di bawah kontrol Bank Indonesia selaku otoritas moneter untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran, melakukan intervensi di pasar dalam rangka memelihara kestabilan nilai tukar, dan/atau tujuan lainnya (antara lain menjaga ketahanan perekonomian, dan nilai tukar sebagai bantalan sebagai net kewajiban Indonesia (Kutipan dari Metadata BI).

Gambaran NPI dan posisi Cadangan Devisa diberikan pada grafik berikut ini.

Catatan. Sumbu kiri nilai NPI dalam USD Juta dan sumbu kanan posisi Cadangan Devisa per triwulanan hingga triwulan II 2015. Sebagai tambahan informasi, Posisi Cadangan Devisa per 31 Agustus 2015 : USD 105,346 Miliar.

Ekspor dan Impor Indonesia

Grafik berikut memberikan gambaran ekspor dan impor Indonesia berdasarkan dengan mitra dagang antar benua dan regional.

Catatan. Ekspor dan Impor masa 2015, dengan hitungan rerata bulanan.

Dengan melihat prosentase pangsa ekspor dan impor, surplus (ekspor lebih besar daripada impor) terjadi pada regional Amerika, Eropa, dan Afrika; sebaliknya defisit terjadi pada regional Asia & Timur Tengah (Middle East), serta Australia & Oceania.

 

Catatan. Ekspor dan Impor masa 2015, dengan hitungan rerata bulanan.

Dengan melihat prosentase pangsa ekspor dan impor pada regional Asia dan Timur Tengah (Middle East), defisit terjadi pada perdagangan antar negara Asean (khususnya Singapore) dan China serta Hongkong; sedangkan yang lainnya surplus.

Khususnya China dan Hongkong, nilai ekspor bulanan 10-11% dari nilai ekspor keseluruhan sedangkan nilai impor sebesar 25% dari nilai keseluruhan.

Hingga akhir Juli 2015, nilai ekspor(FOB) tahun berjalan sebesar USD 88,8 Miliar dan nilai impor (FOB) sebesar USD 79,9 Miliar. Dengan rasio sederhana, proyeksi hingga akhir tahun untuk ekspor barang (FOB) USD 154 Miliar dan import barang(FOB) USD 136 Miliar, sehingga diharapkan Neraca Pedagangan Barang mengalami Surplus sebesar USD 18 Miliar. Sementara untuk jasa, pada semester-I 2015 mengalami Defisit sebesar USD 4,5 Miliar, dan prakiraan selama 2015 sebesar USD 9 Miliar. Sehingga untuk perdagangan Barang & Jasa masa 2015 akan mengalami SURPLUS sebesar USD 9 Miliar.

Jika digunakan PDB 2014 sebesar USD 880 Miliar (Rujukan informasi : Bank Indonesia - SULNI - perhitungan rasio utang terhadap PDB), maka nilai ekspor dan impor barang masing-masing 17,5% dan 15,5% dari PDB (Produk Domestik Bruto).

Mengacu pada besaran ekspor atau impor terhadap PDB (maksimum 17,5%) serta defisit anggaran pemerintah yang besarnya sekitar 2,5% PDB, volatilitas USD sebenarnya hanya berkaitan dengan besaran yang tidak lebih dari 20% PDB.

Sehingga sangat tidak wajar jika 80% perhatian dicurahkan hanya untuk 20% PDB, Pareto Principle Fallacy (KELIRU).

Ancaman Penurunan Pertumbuhan Ekonomi China dan Cadangan Devisa

Sebelumnya, perlu dilihat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara mitra perdagangan utama seperti pada grafik berikut ini.

Catatan. Sumbu kiri angka pertumbuhan PDB dalam prosen (%).

Grafik menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bergantung pada pertumbuhan perekonomian China tetapi lebih selaras polanya dengan pertumbuhan ekonomi Euro Zone, USA, dan perekonomian dunia (khususnya pasca Krisis Finansial 2008).

Bagaimana dampak penurunan penurunan pertumbuhan ekonomi China terhadap perekonomian Indonesia ?  

Nilai ekspor ke China dan Hongkong per bulan (rerata) besarnya USD 1,384 Miliar atau 11% dari jumlah ekspor bulanan (rerata); untuk impor besarnya USD 3,118 Miliar atau 25% dari jumlah impor bulanan. Berdasarkan IMF Working Paper : The Global Trade Slowdown: Cyclical or Structural?, pada halaman 43, Indeks Elastisitas Impor China sebesar 1,1. Maknanya, penurunan angka pertumbuhan sebesar 1% akan berdampak pada penurunan impor China sebesar 1.1%.

Proyeksi IMF penurunan pertumbuhan ekonomi China sebesar 0,6%, tetapi diprediksi penurunan dapat mencapai 2% (!!!). Dengan penurunan 2% dan indeks elastisitas 1.1 maka impor China akan turun sebesar 2.2%. Dampak penurunan nilai ekspor Indonesia ke China per bulan sebesar 2,2% dari USD 1,384 Miliar atau sekitar USD 30,5 Juta.

Sementara kenaikan pertumbuhan ekonomi USA sebesar 0,7% (dari 2,4% menjadi 3,1%) akan menaikkan impor USA dari Indonesia (dengan indeks elastisitas 1.77) sebesar USD 16 Juta (perhitungan : 1,77 * 0,7% * USD 1,340 Miliar). Dengan pendekatan yang sama akan ada peningkatan nilai ekspor ke Jepang serta European Zone (yang pertumbuhan perekonomiannya mengalami peningkatan). Merujuk pada proyeksi pertumbuhan, penurunan nilai ekspor ke China dan Hongkong akan dikompensasi dengan peningkatan ekspor ke USA, European Zone, dan Jepang. 

Sehingga, terlalu berlebihan jika penurunan pertumbuhan ekonomi China merupakan ancaman besar terhadap perekonomian Indonesia, terutama pada ekspor nilai.

Juga, kondisi neraca perdagangan yang tidak defisit atau malah SURPLUS akan meredakan tekanan pada penurunan Cadangan Devisa.

Primus Inter Pares Perekonomian Indonesia

Dalam kondisi perekonomian dunia yang sarat gejolak, penuh ketidakpastian, situasi kompleks dan rumit, multitafsir atas situasi (VUCA : Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity), bukan berarti masalah gejolak nilai tukar dan cadangan devisa tidak penting. Tetapi, ada hal yang berkontribusi sebesar 80% dari output (PDB), yang lebih dipentingkan dan diutamakan (primus inter pares) yaitu produksi, tenaga kerja serta upah.

Paket stimulus perekonomian sudah diluncurkan pada awal September 2015, dan tujuannya bukan untuk mengangkat dan memperkuat nilai Rupiah (Lihat : Akrab dengan Turbulensi Finansial). Akan ada paket lanjutan yang ditujukan untuk menggiatkan sektor produksi agar tetap menghasilkan produk (output) dan menyerap tenaga kerja. Sehingga pekerja mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang selanjutnya akan meningkatkan kebutuhan (demand) dan mendorong peningkatan produksi.

Demikianlah siklus perekonomian Indonesia selayaknya bergulir ... bukan hanya heboh tentang Cadangan Devisa dan Nilai Tukar !

 

Sumber informasi :

1. Bank Indonesia (SEKI : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia; SULNI : Statistik Utang Luar Negeri Indonesia)

2. IMF Data Mapper

Jelang akhir pekan terakhir September 2015

 

Arnold Mamesah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun