Lantas dimana kekeliruannya ? Apakah tidak pernah menyadari bahwa kini BBM tersebut sebagian harus diimpor dari luar karena tidak mampu memenuhi kebutuhan dari supply domestik ? Pula, fluktuasi harga International Crude Oil Price (baca kenaikan harga) dan depresiasi nilai tukar rupiah dengan varian kenaikan konsumsi BBM makin menjadi momok bagi penyelenggara pemerintahan.
Dalam upaya mengendalikan agar harga BBM ‘terjangkau’ dengan kemampuan rakyat, diperlukan ‘kartu-truf’ yang tajuknya ‘subsidi’ sebagai tombokan akibat harga beli lebih tinggi daripada harga jual. Kenikmatan atau tepatnya kemanjaan akan ‘BBM murah’ telah berlangsung untuk suatu masa dan pada kenyataannya sebagian besar penikmatnya adalah kaum yang konon telah mencapai tingkatan kemakmuran yang disebut kelas menengah.
Dari sisi pandang rakyat banyak, keadaan tersebut adalah ketidakadilan karena negara memberikan tombokan secara tidak tepat. Kondisi ini perlu disikapi dan dikoreksi duo JKW-JK dengan Kenaikan Harga BBM.
Tujuannya untuk memberikan pesan bahwa BBM tidak murah sehingga penggunaannya harus bijak dan tepat guna. Pula, jurus ini diharapkan berimplikasi pada perubahan perilaku dalam mengkonsumsi BBM
Pada sisi lain, dengan kenaikan harga BBM akan ada tambahan penerimaan dari “pengorbanan” masyarakat mampu yang tidak berubah pola konsumsi BBM-nya yang boros. Selanjutnya, hasil tersebut diberikan kepada rakyat kebanyakan. Intinya, hasil tambahan penerimaan digunakan secara empatik dalam rupa bantuan untuk mereka yang "terbebani dan terdampak" oleh kenaikan harga BBM. Pemahamannya yang berlebih memberikan bantuan kepada yang berkekurangan dalam mencapai keseimbangan dan saling mencukupkan.
Tunjangan Non Tunai dan edukasi Cashless Society
Bagaimana bentuk bantuan yang sebaiknya dilakukan ?
Sebelum menjawab bentuk bantuan, kebutuhan keseharian rakyat yang antara lain bantuan pangan, kesehatan, pendidikan, transportasi perlu menjadi perhatian utama. Umumnya yang pernah dilakukan, bantuan diberikan dalam bentuk “langsung tunai”. Pada prakteknya, timbul ekses negatif yang memperihatinkan.
Akan lebih tepat, bantuan diberikan dengan pola tunjangan non tunai yang difasilitasi melalui kartu PSDT (Pangan, keSehatan, penDidikan, Transportasi). Dengan menggunakan kartu PSDT (yang dalamnya mencakup sejumlah nilai) rakyat yang menerima bantuan dapat menggunakannya untuk membeli pangan (sembako), layanan kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Dengan pola tunjangan langsung non tunai, diharapkan bantuan akan tepat sasaran dan tidak berimplikasi pada ‘moral hazzard’ alias penyimpangan. Penggunaan kartu PSDT bukan hal baru karena hal yang hampir serupa pernah dilakukan sebelumnya dan penerapan e-tunai atau kartu Jakarta sehat dan Jakarta pintar.
Khusus bagi penyedia transportasi angkutan publik dan barang, pola bantuan diberikan dalam bentuk pengurangan beban pajak kendaraan tahunan serta insentif untuk penyegaran atau peremajaan kendaraan sehingga meningkatkan kelayakan dan kenyamanan bagi pengguna. Alternatif lain insentif diberikan dalam bentuk tunjangan BBM dan kartu Tunjangan Transportasi pada jumlah tertentu sehingga tidak menimbulkan gejolak dalam biaya transportasi.
Dengan pola Kartu PSDT dan Kartu Tunjangan Transportasi akan dapat dilakukan pemantauan pada pola konsumsi masyarakat, kebutuhan akan layanan kesehatan, pendidikan dan transportasi.