Suara rakyat melalui media sosial ada yang pro dan kontra, membela dan mencaci maki bisa terlihat langsung dalam cuitan mereka di medsos. Kadang pemikiran mereka yang dituangkan dalam artikel-artikel diam-diam diadopsi para penegak hukum maupun para politisi yang masih berkomitmen untuk rakyat. Suara rakyat demikian tidaklah menyurutkan untuk tetap mengkritisi wakil mereka di parlemen.
Rakyat berpikir kritis seperti membantah pendapat beberapa anggota MKD atas tidak ada nya barang bukti dan rekaman tidak ada. Hal ini ditunjukan dengan mengajukan berbagai pertanyaan dalam medsos agar argumen mereka terbantahkan. Sepeti barang bukti lain ditempat pertemuan, atau saksi-saksi lain yang berada disekitar pertemuan. Mempertanyakan jaminan keamanan barang bukti bila diterima oleh MKD semua ini tentunya bagian dari untuk memancing agar aparat yang berwenang mendalami atas isi pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus mencari jawabannya.
Jadi jangan kaget beberpa minggu lalu setelah pak MS dipanggil, maka sebetulnya sounding atau peringatan awal oleh kejaksaan agung sudah mulai dibuktikan dengan munculnya humas kejaksaan agung di media. Seperti dikatakanya bahwa kasus ini sekarang sudah menjadi penyelidikan pihak kejaksaan.
Lalu pembahasan itu dilanjutkan dalam talk show di TV, terlihat sekali wakil dari kejaksaan mulai mempertegas pernyataanya bahwa kita sedang mempelajari pasal-pasal yang berkaitan dengan kasus ini. Eh tidak lama setelah itu mulai diberitakan kepublik adanya wacana pasal permufakatan jahat.
Maka para pakar dan juga berbagai tokoh dan elemen dalam masyarakat memberikan komentar ada pro dan kontra. Saat itu kejaksaan belum memberikan respon untuk menanggapi sikap pro dan kontra ini seolah lagi mencermati sejauhmana reaksi publik secara umum dalam menghadapi kasus ini.
Perkembangan selanjutnya, muncul wacana bahwa isi dialog dalam rekaman itu merupakan tindakan makar dan sebagainya. Tapi ditengah diskusi diskusi yang semakin menghangat ini. Tiba-tiba ada komentar lagi dari Kejaksaan Agung bahwa mereka telah bekerja sama dengan pihak hotel tempat dugaan pertemuan tersebut untuk mencari barang bukti mulai dari memperlihatkan CCTV, bukti parkir. Tindakan ini seolah ingin membuktikan bahwa pertemuan itu benar adanya.
Bahkan proses penyelidikan ini diikuti dan dilakukan berkali-kali dalam memanggil pak SS dan pak MS. Tapi sebaliknya pak SN dan MR tak pernah di panggil?
Mungkin saja pihak kejaksaan sudah paham bagaimana cara memeriksa politisi yang lagi bermasalahkan didalam sidang etika mahkamah kehormatan dewan. Jadi tak perlu dipanggil sampai yang bersangkutan selesai dulu di sidang tersebut. Sambil juga dicermati perilaku dan manuver pendukung-pendukung mereka dalam sidang tersebut.
Tertutup atau terbukanya sidang, saksi tidak datang tanpa kabar berita, menyembunyikan diri dari publik, manuver sekelompok orang yang memaksakan kebenaran sepihak. Tentu menjadi pengamatan dan bahan diskusi para menegak hukum sejauhmana keculasan mereka bisa diendus dan akan diperangkap dengan pasal-pasal yang membuat mereka tidak bisa lagi mengelak.
Termasuk yang terakhir adalah tudingan beberapa orang petinggi di DPR yang langsung menuding Pak Jaksa Agung telah berkonspirasi politik dalam mengungkap kasus ini, dan saat itu juga dalam hitungan jam Jaksa Agung telah membantahnya.
Tentunya pristiwa tudingan tanpa dasar ini tidak bisa dibiarkan terus menerus dan nampaknya kasus ini segera menjadi kasus hukum untuk diproses sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.