Selama di opname, ibu selalu didampingi anak atau menantunya. Membersihkan badannya bahkan mengganti sprei menjadi tugas kami anak-anaknya. Karena kebiasaan ini para perawat di Pantai Hospital Penang mengucapkan terimakasih karena sudah sangat membantu mereka. Mereka bilang belum pernah menemukan keluarga pasien yang terlalu rajin seperti kami hehe..
Kami tidak pernah membiarkan ibu sendirian kecuali di ruang ICU. Salah satu dari kami harus siap sedia disamping ibu.
Ibu juga hanya mau dijagain oleh anak, menantu atau adiknya. Ibu bahkan marah ketika kami mengutarakan akan membayar seorang perawat untuk mengurusnya.
---
26 Februari 2019 kakak lelakiku yang kedua membawa ibu ke Penang untuk medical check up. Â Ya, niatnya cuma periksa saja, Â mengantisipasi jika ada gejala penyakit. Tak dinyata tanggal 28 Februari 2019 sekitar jam 1 malam waktu setempat ibu jatuh di kamar mandi hotel. Dinyatakan ada penyumbatan di otak dan gagal ginjal.
Jatuh sakit di negeri orang, melakukan serangkaian operasi otak, hampir sebulan di ruang ICU, benar-benar memporak-porandakan hati, Â perasaan dan keuangan. Sulit dijelaskan bagaimana kala itu kami bisa melewati semua ini. Â Biaya yang sangat besar untuk ukuran keluarga kami.
Total 48 hari di rumah sakit Penang, Â tepat sehari setelah ibu merayakan ulang tahunnya yang ke 68, ibu diijinkan pulang ke kampung tetapi harus kontrol sebulan kemudian. Â Begitulah setiap sebulan harus kontrol ke Penang sebelum pandemi.
---
Ibu meninggal hari Sabtu, Â 10 April 2021 di RS Harapan, Pematang Siantar sekitar jam 14.00 Wib. Kondisi ibu memang perlahan mulai drop sebulan sebelumnya. Â Ibu tiba-tiba sering demam. Proses cuci darah juga tidak sampai tuntas karena ibu tidak kuat. Bahkan pernah dalam satu hari ibu kejang sampai 6 kali.
Ibu mengeluhkan rasa sakitnya, pergerakannya yang terbatas dan keharusan cuci darah 2 kali seminggu. Aku yang bersamanya sepanjang hari  juga merasa kasihan. Didudukkan salah, ditidurkan juga salah. Rasanya tak ada yang nyaman.
Ibu sering berkata, "Lebih baik aku mati saja. Aku tidak berguna lagi, Â tidak bisa ngapa-ngapain, Â cuma menyusahkan saja".
Awalnya aku selalu menjawab dengan marah, "Mamak tidak boleh ngomong seperti itu. Kalau Tuhan ijinkan Mamak hidup sampai sekarang berarti Mamak masih berguna".
Kadang dia terdiam, kadang dia menjawab: "Apa gunaku kalau sakit begini? Â Bukankah aku hanya bisa menyusahkan kalian"
Jawabku lagi: "Apakah kami pernah mengatakan hal itu? Itu hanya perasaan Mamak. Pasti Tuhan punya maksud jika Ia masih mengijinkan mamak hidup sampai saat ini"
Katanya lagi: "Lalu menurutmu apa maksud Tuhan untukku?"
Balasku: "Yang tahu hanya mamak. Â Mamak coba renungkan, tanya kata hati mamak. Minimal kalau mamak masih hidup, masih ada yang menasihati kami"