Pada umumnya, melahirkan seorang anak adalah  kebanggaan seorang wanita. Tangisan bayi pertama kali melenyapkan semua kekuatiran dan kesakitan. Menghadirkan manusia baru ke dunia bak sebuah keajaiban.
"Kenapa memakai dot? Menyusui adalah kodrat perempuan, tidak ada alasan malu", kata seorang dokter memarahiku ketika aku membawa anakku yang masih berumur 2 bulan berobat karena badannya panas mencapai 38 derajat. Alih-alih langsung memberi obat, si Dokter malah menceramahiku tentang menyusui sebelum akhirnya dia menuliskan resep.
Aku sedang membiasakan bayiku dengan dot agar dia terbiasa jika nanti aku kembali bekerja. Dan ternyata itu adalah sebuah kesalahan karena menyebabkan anak bingung puting.
Menurut pengalamanku ada 3 alasan mengapa seorang anak tidak mendapat ASI dari ibunya, yaitu:
1. ASI tidak keluar atau produksi ASI sedikit
2. Alasan pekerjaan
3. Kurangnya pemahaman ibu tentang ASI.
** ASI tidak keluar atau produksi ASI sedikit.
Sebenarnya tidak ada istilah ASI sedikit karena katanya tubuh memproduksi ASI sesuai kebutuhan bayi, tapi dalam pengalamanku melihat saudara dan teman, memang ada yang produksi ASInya tidak mencukupi. Segala usaha sudah dilakukan, mulai dari soal makanan bahkan konsultasi ke konselor ASI. Sayangnya ada yang tidak berhasil hingga harus memberi susu formula kepada anaknya.
Kadang aku merasa kita tertinggal dari ibu-ibu jaman dulu. Jaman dulu rasanya ASI jarang bermasalah. Aku pernah menanyakan ke beberapa orangtua bagaimana jika seorang ibu tidak bisa menyusui bayinya karena sakit? Katanya bayi tersebut akan disusui ibu lain.
"Eh anak lu kok dikasi sufor, enggak sayang anak apa lu?", Ini pertanyaan yang bikin aku kesal. Produksi ASI sedikitpun sudah bikin kesal, ditambah kesan kita tidak sayang anak, kesalnya jadi double.
** Alasan pekerjaan
Pekerjaan ibu yang sangat sibuk diluar rumah sering menjadi kendala untuk memberikan ASI. Beberapa ibu memberi ASI Perah (ASIP) kepada anaknya, tetapi ada juga ibu yang tidak memiliki waktu untuk memompa sehingga perlahan-lahan produksi ASInya berkurang.
"Kalau sayang anak disempat-sempatin dong", ini kata-kata yang pernah membuatku jengah.
Tuntutan tanggung jawab atas pekerjaan bisa saja "memaksa" seorang ibu tidak memberi ASI kepada anaknya. Tapi harap diingat bukan berarti ibu tidak sayang kepada anaknya.
** Kurangnya pemahaman tentang ASI
Pengetahuan mengenai ASI selalu bertambah, oleh sebab itu sebaiknya sebelum memiliki anak kita harus banyak belajar.
Contoh pengetahuan Jaman Dulu vs Jaman Sekarang:
1. Ketika seorang ibu masih menyusui tetapi dia hamil lagi.
Dulu : anak yang masih menyusui harus segera disapih karena menyusui ketika ibunya hamil bisa menyebabkan anak keracunan.
Sekarang : Menyusui bisa tetap dilakukan, perbanyak asupan gizi si ibu karena dia harus memberi gizi cukup untuk bayi dalam kandungan dan anak yang masih menyusui.
2. ASIP
Dulu : kelebihan produksi ASI terbuang begitu saja karena ketidaktahuan bahwa ASI bisa disimpan.
Sekarang : ASIP bisa bertahan sampai 3 bulan dengan penyimpanan yang benar.
3. Asi berwarna bening
Dulu : ASI-nya tidak bagus, tidak membuat anak kenyang.
Sekarang : warna hanya menunjukkan komposisi ASI. Semua ASI apapun warnanya adalah bagus karena diproduksi alami oleh tubuh.
Menyusui adalah sebuah perjuangan, oleh karena itu dibutuhkan dukungan dari suami dan keluarga. Rasa nyaman  sangat menentukan kelancaran ASI.
Pengalamanku memberi ASI kepada 3 anak sebagai berikut:
1. Anak Pertama : setelah melahirkan, produksi ASI sangat lancar, bahkan terbuang. Aku perah namun seminggu kemudian dibuang karena orangtua bilang tidak baik menyimpan ASI. Disinilah letak pengetahuanku yang kurang hehe...
Setelah cuti 3 bulan aku kembali bekerja. Di kulkas ada stok ASI yang tidak lebih dari seminggu. Lama-lama stoknya berkurang, sementara ASIP yang aku bawa dari kantor hanya 200ml bahkan kurang. Karena jarak kantor dan rumah yang tidak terlalu jauh jadi setelah diperah langsung aku suruh tukang ojek mengantar ke rumah. Stok ASI pas-pasan.
Kadang pekerjaan membuatku tidak konsisten memompa ASI, dari biasanya 2x berubah jadi 1x. Lama-lama produksi ASI berkurang. Kuatir dengan produksi ASI yang berkurang ditambah dengan rasa kuatir ketika hanya meninggalkan si kecil dengan Asisten Rumah Tangga, tiba-tiba suatu hari ASI berhenti. Benar-benar tidak ada loh, keluar cuma setetes. Aku bertambah panik dan akhirnya benar-benar berhenti . Jadi anak sulung  minum ASI hanya sampai usia 8 bulan.
2. Anak kedua:Â belajar dari pengalaman anak pertama maka dari awal aku sudah menyetok ASIP. Aku juga berusaha tidak stres karena ternyata beban pikiran sangat menentukan lancar tidaknya ASI. Sejak kelahiran anak kedua kami pindah rumah. Jarak rumah ke kantor sangat jauh. Awalnya baik-baik saja sampai drama para pengasuh bikin otak pusing. Anak 2 masih kecil, dijaga sama pengasuh yang gonta ganti, jauh dari pantauan. Lelah dalam perjalanan dan pikiran membuat perlahan-lahan produksi ASI menurun sampai akhirnya stop pada saat usia si anak tengah belum genap setahun.
3. Anak ketiga:Â Tiga bulan usia kehamilan anak ketiga, aku berhenti bekerja. Kehamilan, jarak rumah dan kantor yang jauh serta drama para pengasuh membuatku memutuskan menjadi ibu rumah tangga yang 24 jam mengasuh anak.
Sebulan pertama setelah kelahiran anak ketiga, aku tidak menyusui karena kondisi kesehatanku. Kadang untuk memompa ASI pun aku tidak sanggup hingga anak ketiga diberi susu formula.
Setelah kondisi kesehatanku membaik, perlahan-lahan aku mulai menyusui dan sufornya lepas.
Walaupun di rumah bukan brarti memberi ASI itu gampang. Tetap butuh perjuangan. Menyusui di sela-sela pekerjaan rumah dan mengasuh anak sangat merepotkan. Bukan saja repot tapi juga capek. Badanpun menjadi kurus.
Kadang timbul keinginan untuk menyapih si bungsu karena sangat melelahkan. Dengan tekad yang kuat akhirnya si bungsu tetap menyusui sampai usia 26 bulan. Aku memang menyapihnya karena menurutku sudah cukup. Walaupun pengetahuan sekarang mengatakan agar membiarkan anak berhenti sendiri tapi aku memutuskan cukup 2 tahun saja hehe...
Ada kehangatan dan kebahagiaan tersendiri ketika bibir kecil itu menyusu di payudaramu, pengalaman yang indah ketika gigitannya membuatmu teriak kesakitan karena putingmu terluka, kenangan yang indah ketika dia terlelap dan perlahan melepas puting payudaramu, kenangan tak terlupakan ketika kau menenangkan dia dengan menyusuinya bahkan di keramaian.
ASI memang yang terbaik, oleh karena itu jika ibu bisa memberi ASI, berikanlah!
Pilihan ada ditangan kita orangtuanya, ASI ataupun tidak, saya yakin orangtua pasti selalu memberi yang terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H