Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Deadlock to Heaven

16 September 2017   17:57 Diperbarui: 21 September 2017   22:26 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki berjubah putih berkilau berdiri tegak penuh keagungan, mengawasi sesuatu yang sedang terjadi di bawah permukaan bumi sana. Lelaki itu tak sedikit pun ingin melewatkan gerak-gerik anak manusia yang sedang diawasinya.

            "Kau mau tunggu apa lagi darinya, Kilua? Kita sudah diperintahkan untuk menjemput anak manusia itu. Kau tidak mau 'kan Deux menghukum kita?" Seorang lelaki berjubah putih bercahaya, membentangkan sepasang sayap putih nan kokoh pada lelaki yang sedang dihampirinya.

            "Aku tahu itu, Xeoscha. Anak manusia itu memohon padaku sambil menitikkan air mata penuh ketulusan. Dia tahu waktunya di Bumi sudah habis. Akan tetapi, dia berkata dia masih punya sedikit waktu untuk menyelesaikan masalahnya di Bumi sana" jelas Kilua pada Xeoscha. Aura wajah malaikat laki-laki---Xeoscha, berpendar melebihi cahaya bulan purnama.

            "Kau selalu saja bertindak di luar pikiran para malaikat lainnya, Kilua," balas Xeoscha sambil menggeleng kepala dua kali.

            "Bukankah Deaux Maha Pengasih dan Pemaaf, Xeo? Dia dengan segala kemurahan hati-Nya memberi kesempatan bagi para manusia untuk kembali ke jalan yang benar? Kita pun harus meniru sikap Tuan kita. Lagipula, aku sudah memberikan jangka waktu untuknya di muka Bumi sana. Jika dia bertindak di luar jangka waktu yang telah ditentukan, aku akan menariknya secara paksa."

*

            Leo mengerjapkan kedua kelopak matanya begitu dia bangun dari tidur panjangnya. Ia sendiri tidak tahu sudah berapa lama dia tergeletak di jalan sana. Beraspal hitam legam dengan garis putih memanjang, menjadi pemisah jalan beraspal itu.

            Jalan tol Cikampek terlihat sepi dan lengang tidak banyak kendaraan bermotor melewati jalan itu. Sedangkan Leo masih mencaritahu bagaimana dia bisa tertidur di jalan tol itu.

            Leo sudah bangkit berdiri sepenuhnya. Ia melirik kiri dan kanan. Mencari bantuan dari orang-orang lewat.

            "Apa yang sebenarnya terjadi denganku? Aduh!" Leo merasa sedikit pening di bagian kepala. Ia meraba kening dan mendapati darah merah setengah kering mengotori tangannya.

            "Ada darah di kepalaku? Oh ya, aku harus mencari di mana sepeda motorku dan koper itu. Itu untuk keperluan istri dan anak-anakku." Leo tersentak begitu dia ingat sesuatu yang begitu penting baginya.

            Dengan langkah kaki agak terpincang, Leo coba menyusuri jalan tol itu. Lelaki berambut ikal itu mengerahkan seluruh fokus dan perhatian guna menemukan dua benda berharga itu.

            Ketika Leo berada 50 meter dari tempatnya berdiri, dia tidak bisa menghentikan kengerian yang dilihatnya saat ini. Kelopak mata melebar. Bola mata seakan mencuat kuat. Ingin lepas saja dari rongga mata. Gamang dan ingin tahu bercampur aduk dalam batin Leo. Ia melihat mayat seorang lelaki berkubang darah. Posisi wajah mencium aspal. Serta posisi tangan dan kaki tidak lagi lurus.

            Namun dilihat dari perawakan mayat itu, Leo seperti mengenal identitas mayat yang mati mengenaskan itu. Dengan sedikit keberanian bercampur gemetar, Leo coba membalikkan tubuh mayat itu agar dia bisa mengetahui identitasnya.

            Leo terperanjat hingga pantatnya jatuh menimpa aspal. Air mata menetes deras intens dengan suara tangisanya. Ia tak menyangka sama sekali kalau mayat malang yang ada di depannya adalah mayatnya sendiri. Ia terus mengingkari dan beranggapan kalau mayat itu bukanlah mayatnya. Untuk lebih meyakinkan kalau itu bukan mayat dirinya, Leo mencoba mencengkeram leher tubuh itu tapi tembus, tak terpegang. Dia belum menyerah. Ia mencoba merebahkan diri di atas mayat itu akan tetapi tubuh dan  rohnya tak bisa menyatu.

            Lelaki berwajah bulat kekotakan itu merutuki diri sambil memukul-mukul tangan ke aspal. Meratapi nasib buruk yang menimpanya saat ini.

            "Tidak perlu meratap semenyedihkan begitu, Leo. Tuhan sudah memilih engkau untuk dipanggil ke akhirat. Kau harus mempertanggungjawabkan apa yang kau perbuat selama di dunia," ujar lelaki berjubah putih dengan tatapan dingin itu.

            "Heh kau siapa?! Dari mana kau bisa tahu namaku?" balas Leo. Air mukanya merah bercampur amarah.

            Sekarang lelaki berjubah putih itu tidak sendirian. Ia sudah ditemani lelaki dengan wujud serupa pula. Tapi yang membedakan pendaraan wajahnya menyilaukan mata Leo.

            "Sebut saja Kilua Aku bisatahu dari sini, Buku Kehidupan. Coba kita lihat namamu di sini---Leo Adra Samanta. Umur 31 tahun. Seorang lelaki penuh tipu muslihat. Serigala berbulu domba. Lelaki ini sering beribadah ke gereja. Selalu mengambil posisi song leader maupun organis di gereja. Tapi sayang di balik itu semua, dia merupakan seorang pencuri sekaligus penipu ulung. Seorang penggelap investasi emas. Dia sudah membuat banyak orang menderita kerugian. Itulah yang tertulis di sini. Dan sudah waktunya kami menjemputmu," urai malaikat bernama Kilua sambil menutup Buku Kehidupan lalu buku itu lenyap sekedip mata.

            "Itu tidak mungkin. Kalian mau menipu 'kan?" elak Leo lagi.

            "Lihat penampilan kami dan Buku Kehidupan yang bisa muncul dan hilang secara gaib. Tidak cukupkah membuktikan kalau kami ini malaikat yang akan membawamu ke akhirat? Dan atas semua perbuatan yang kau lakukan di dunia, kau akan mendapatkan tempat peristirahatan  kekal dan selamanya," Kilua menyeringai pada Leo.

            Leo tidak bisa menyanggah apa yang tertulis di Buku Kehidupan. Semua benar. Tapi yang membuat dia bingung saat ini dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Dan dia tahu tempat peristirahatan yang pantas bagi dirinya sebagai balasan dari semua perbuatannya di dunia.

            Lelaki itu bangkit berdiri lalu berlari sekuat tenaga, meninggalkan kedua malaikat itu.

            "Larilah sejauh mungkin. Larilah," ucap malaikat yang ada di samping Kilua, Xeoscha.

            Leo berlari sekencang mungkin meninggalkan kedua malaikat itu. Akan tetapi, dia merasa jalan yang dilalui semakin lama semakin panjang. Tenaga terkuras namun ia belum jauh dari kedua malaikat yang masih memandang nestapa padanya.

            "Percuma saja. Menyerahlah." Sekarang Xeoscha sudah berada di hadapan Leo.

            "Jangan halangi aku," sergah Leo sambil menyiapkan kuda-kuda untuk menyerang Xeoscha.

            Belum sempat melancarkan serangan, tangan Xeoscha sudah memegang gada emas, bersiap dihantamkan ke betis Leo. Leo terpelanting terkena hantaman gada milik malaikat itu. Wajah begitu keras menubruk permukaan jalan aspal.

            Leo belum mau menyerah. Ia bangkit berdiri meskipun kaki kanan pincang. Melihat lelaki yang di depannya belum menyerah, Xeoscha mengayunkan gada emasnya ke ulu hati Leo.

            Lelaki berkulit cokelat muda itu terlempar keras sampai punggungnya membentur pembatas jalan. Ia mengaduh kesakitan sambil memegang punggungnya.

            Lelaki itu sudah kehabisan tenaga. Tak punya kekuatan untuk berdiri lagi. Terpaksa ia menyeret badan mendekati Xeoscha.

            "Kau anak manusia yang tangguh tapi sayangnya..." Xeoscha mengangkat tinggi-tinggi gada emas di tangannya. Sekarang gada itu sudah diselubungi kobaran api. Dalam hati Leo, dia yakin malaikat itu akan segera mengirimnya ke neraka.

            "Hentikan, Xeoscha!" cegah Kilua sambil memegang gada yang diselimuti kobaran api itu.

            "Apa yang kau lakukan, Kilua? Dia mencoba melawan takdir yang diputuskan Deux kepadanya dan dia ingin menyerang kita," sanggah Xeoscha sambil menoleh ke arah Kilua.

            "Aku mohon berikan aku hidup sekali lagi. Aku takut masuk neraka. Aku mohon berikan aku  kesempatan itu. Aku akan menebus semua kejahatan yang pernah kulakukan dan aku akan bertobat dan hidup di jalan Tuhan," mohon Leo sambil menundukkan kepala hingga menyentuh aspal. Air mata tak henti berderai agar pinta yang diinginkan segera dikabulkan.

            "Aku tidak bisa mengembalikan nyawamu ker ragamu lagi tapi kau bisa melakukan sesuatu agar kau bisa terbebas dari hukuman neraka. Tapi dengan batas waktu satu jam."

            "Apa yang kau la---" Perkataan Xeoscha langsung dipotong oleh Kilua.

            "Tapi jika kau lewat dari batas waktu yang kutentukan atau kau berbuat jahat lagi, aku akan menarik paksa rohmu dan melemparkanmu ke neraka," sambung Kilua.

            "Sa-satu jam? Ya baiklah. Aku akan melakukan sesuatu yang bisa mengurangi hukumanku di akhirat sana. Aku akan berusaha." Awalnya Leo ragu dengan batas waktu yang diberikan Kilua tapi dengan pemikiran matang, akhirnya Leo menyanggupi itu.

            "Kalau begitu kami akan kembali ke surga. Sekaligus melihat apa yang kau lakukan dengan sisa waktu yang kuberikan. Ayo Xeoscha," pungkas Kilua sambil memegang tangan Xeoscha. Dengan dua kali kepakan sayap, mereka sudah jauh dari Leo.

            "Kenapa kau memberikan dia kesempatan, Kilua? Kau terlalu naif," tanya Xeoscha pada Kilua dengan kesal.

            Kilua hanya tersenyum sambil mengepakkan sayap, menembus kegelapan langit malam.

            Belum selesai kekhawatiran Leo. Satu jam. Apa yang bisa dia lakukan dalam waktu satu jam? Ia harus berpikir ekstra keras. Ya tas itu. Dan ternyata tas itu berada 20 meter dari tempatnya berdiri. Ia bergegas menuju tas itu. Namun sialnya ia tidak bisa memegang tas itu.

            "Astaga ada mayat! Aku harus menelepon polisi." Tak disangka, ada seorang supir taksi tepat berdiri di hadapan mayatnya.

            Leo berlari sambil menerjang raga sang supir taksi. Ia mencoba merasuki tubuh sang supir dan berhasil. Rohnya menyatu dengan tubuh sang supir. Ia sigap mengambil koper itu lalu mengambil pistol yang terselip di pinggang mayatnya.

            "Maafkan aku," lirih Leo di depan mayatnya lalu bergegas menaiki taksi itu.

            "Itu dia kopernya. Ayo cepat kita kejar." Leo menolah ke belakang dan sadar kau dia sedang dikejar dua pengendara sepeda motor. Ia menutup pintu samping lalu memutar kunci menjauh dari sana.

            Dengan kecepatan 60 km/jam, Leo mencoba menjauhi dua pengejarnya. Sebenarnya dia sadar kalau koper yang berada di tangannya saat ini merupakan koper curian milik seorang pejabat daerah. Dan dia kenal betul dengan pejabat itu. Hasyim Rukmana, seorang kabid humas proyek jalan tol Semanggi.

            Dan uang itu merupakan hasil korupsi proyek sebesar 200 miliar rupiah. Ketika dia mencuri koper itu dari kediaman Hasyim Rukmana, dia dipergoki salah satu pengawal pribadi sang pejabat. Dia buru-buru meninggalkan kediaman sang pejabat. Leo baru ingat dia melaju dengan kecepatan 80 km/jam kemudian sebuah truk diesel menyenggol sepeda motornya dengan kecepatan maksimum. Tragedi itulah yang menyebabkan nyawanya melayang.

            Leo buru-buru membuyarkan lamunannya ketika dua pengendara sepeda motor itu sudah berada di samping mobil taksinya.

            "Hei cepat turun! Kembalikan koper itu!" bentak pengendara motor di sebelah kanan Leo. Kemudian Leo membuka kaca samping lalu menembakkan butir-butir peluru ke ban pengendara motor di sebelah kiri. Motor beserta pengendara terpelanting, tergeletak mencium permukaan aspal. Leo tidak mau tahu apakah mereka mati atau tidak. Sekarang pengendara di sebelah kirinya, menembakkan peluru ke arahnya tapi Leo berhasil menghindar dan mengarahkan pistol ke tangan si pengendara motor.

            Para pengejar sudah berhasil dilumpuhkan. Leo bisa sedikit bernapas lega lalu ia menoleh arloji. Waktu tersisa tinggal 20 menit lagi. Sedangkan kantor polisi masih menempuh jarak 15 kilometer lagi dan butuh waktu 20 menit lagi. dan bahan bakar mendekati garis E.

            "Masih sempatkah? Masih adakah waktu untukku mengucap salam perpisahan kepada istriku dan anak-anakku?" Leo menundukkan kepalanya di atas bulatan setir. Ia tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Kemudian ia menegakkan kepala lalu menghirup napas sebanyak mungkin. Memejamkan mata sambil berdoa dalam hati. Memasrahkan diri atas apa yang terjadi padanya saat ini.

            Ada kekuatan ajaib membuat mobil taksi melaju sampai kecepatan 120 km/jam. Dan lebih aneh lagi bensin tidak berkurang sedikit pun padahal mobil sudah melaju dengan kecepatan "turbo". Dia hanya menempuh waktu sekitar 7 menit untuk tiba di depan halaman kantor polisi.

            "Selamat malam, Pak, ada yang bisa saya bantu?" sapa seeorang polisi dengan perawakan tinggi, agak kurus. Lelaki itu tampak sibuk memperhatikan gawai pribadi miliknya.

            "Saya menemukan koper berisi uang sebesar 100 miliar di jalan tol Semanggi KM 89," jelas Leo sambil menyerahkan koper itu kepada sang polisi.

            "Oh begitu. Tapi bagaimana Anda bisa tahu nominal uang di dalamnya?" tanya sang polisi agak menginterogasi.

            "Bapak lihat saja di balik koper itu. Di situ sudah tertera nominal dan nama institusi pemilik uang itu," jawab Leo sambil berpaling dari hadapan sang polisi.

            "Boleh saya tahu nama Anda?"

            "Leo Adra Samantha. Saya permisi dulu." Leo bergegas menuju taksi seraya melirik arloji di lengan. Tinggal 10 menit lagi. Syukurlah. Dia masih punya waktu mengucapkan salam perpisahan kepada istri dan anaknya.

            Leo sudah tiba di rumahnya. Sekarang arloji menunjukkan pukul dua dini hari. Sudah cukup dia menempati raga sang supir lalu meninggalkan raga sang supir. Ia memasuki rumah dengan wujud roh. Ia menembus dinding rumah dan langsung menuju kamar anaknya.

            Ia memandang lekat wajah anak laki-laki dan perempuan tengah tertidur pulas dibuai mimpi indah mereka.

            "Maafkan Bapak, Nak. Selama ini Bapak menghidupi kalian dengan uang haram dan sekarang Bapak harus pergi ke akhirat. Mempertanggungjawabkan apa yang telah Bapak perbuat selama di dunia. Tolong jaga ibu kalian ya," pinta Leo terakhir kali sambil mencium kening kedua anaknya.

            Dan sekarang Leo sudah berada di kamar istrinya. Ia menatap wajah ayu nan polos Natasha untuk terakhir kalinya lalu berkata," Maafkan aku, Natasha. Aku belum bisa menjadi suami sekaligus ayah yang baik untukmu dan anak kita. Kau bisa memakai tabungan milikku untuk mengganti kerugian para investor kita. Aku yakin itu cukup.Dan... aku yakin, kau akan bersedih tapi aku percaya kau akan menemukan lelaki baik lebih dariku... Selamat tinggal." Perlahan Leo mulai menjauhi Natasha dengan linangan air mata membasahi pipi.  Tak disangka Kilua sudah muncul di hadapan Leo.

             "Aku sudah selesai dengan urusanku, Kilua. Bawa aku pergi." Dalam satu kedip mata Kilua dan Leo sudah menghilang dari kamar Natasha. Kini yang tersisa hanya kelengangan dan igauan Natasha yang tak rela ditinggalkan Leo untuk selamanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun