Mohon tunggu...
Armensyah Lubis
Armensyah Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - RuangKata

Mengabdi pada keabadian lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pungut Sampah: Aksi Menuju Lingkungan Suci

11 Oktober 2021   14:27 Diperbarui: 11 Oktober 2021   18:12 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langkah seribu dimulai dari langkah satu. (Pepatah China)

Mungkin sampai saat ini permasalahan sampah masih jadi momok yang menakutkan bagi kita semu karena efek buruk yang dibawanya seperti bau busuk, pencemaran lingkungan, terganggunya ekosistem makhluk hidup yang di air dan tanaman. 

Akan tetapi, di sisi lain pada kenyataannya kita masih tetap saja menganggap remeh dan sepele terutama sampah yang kecil-kecil. 

Seolah hanya sampah yang berbahan kimia atau sampah dari hasil limbah pabrik dan dalam jumlah banyak yang harus diawasi ketat.  

Padahal sampah yang sepele inilah yang pada akhirnya menjadi cikal bakal sampah-sampah yang menggunung dan membahayakan. Gara-gara sampah kulit pisang yang dibuang di tengah jalan dapat membahayakan orang lain. 

Sekantong sampah plastik yang diletakkan di pinggir jalan inilah yang mengotori keindahan jalan raya, ranting-ranting kayu yang dibuang ke selokan inilah yang menyumbat aliran air sehingga mengakibatkan banjir tatkala hujan turun deras, sisa-sisa bahan makanan yang didapur inilah yang berperan dalam menimbulkan bau yang tak sedap.

Itulah faktanya. Kita ingin hidup sehat dan bersih di alam dan lingkungan tapi belum bisa meninggalkan kebiasaan buruk yang sederhana. Memang dalam jangka pendek seolah hal yang demikian tidak ada apa-apanya, namun kita melupakan dampak jangka panjangnya. 

Seperti kata pepatah, sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit. Sikap mengabaikan buang sampah yang kecil-kecil inilah kemungkinan telah mendarah daging pada kebanyakan orang. Padahal sejak dari bangku Sekolah Dasar kita sudah diajari untuk mencintai dan menyayangi kesehatan lingkungan.

Alasannya cukup sederhana yakni lingkungan yang sehat akan berdampak pada kehidupan yang sehat. Pelajaran sederhana tersebut pada kenyataannya lebih banyak terabikan dari pada terlaksanakan.

Oleh karenanya, jika terjadi bencana atau kerusakan lingkungan seperti banjir, tanah yang tercemari bahan-bahan kimia atau penumpukan sampah yang berlebihan tidak perlu menyalahkan siapa-siapa seperti contoh dalam peristiwa Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah yang berlokasi di Cimahi, Jawa Barat pada tanggal 21 Februari 2005. 

Dalam tragedi ini, sebanyak 147 orang menjadi korban jiwa dan menghapus 2 desa dari peta. Kejadian ini secara tidak langsung merupakan peringatan dari Mother Earth agar tetap memperhatikan kehidupan mereka. 

Disinilah prinsip hidup simbiosis mutualisme diperlukan. Kita sebagai manusia tidak hanya mempertimbangkan apa yang menjadi keinginan dan kebahagiaan semata. 

Dan pada saat yang bersamaan kita tidak menghiraukan dan mempedulikan keberlanjutan eksoistem yang ada di alam semesta (lingkungan, air dan udara) yang pada dasarnya tempat kita menggantungkan semua hajat hidup kita. 

Yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar tidak terulang lagi peristiwa yang sama di masa yang akan datang. Ini hanya akan bisa dicapai apabila kesadaran cinta akan alam semesta  dalam diri setiap individu telah ternanam dengan kokoh.

Dalam memitigasi sampah yang berlebihan di masyarakat berbagai pihak telah melakukan kampenya dan sosialisasi sehingga masyarakat benar-benar tahu akan pentingnya menjaga lingkungan dari bahaya yang ditimbulkan oleh sampah baik oleh pemerintah, korporasi, komunitas, organisasi dan influencer. 

Salah satu bentuk kampanye yang cukup menggema ialah gerakan Indonesia diet kantong plastik (GIDKP) yang diinisasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) merupakan lembaga non-profit berbadan hukum perkumpulan yang memiliki visi untuk menjadikan Indonesia Bebas Kantong Plastik dengan mengajak masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik dan plastik sekali pakai lainnya serta beralih menggunakan kantong yang digunakan berulang kali untuk menyelamatkan lingkungan dari bahaya kantong plastik.

Kondisi Persampahan Indonesia

Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 175.000 ton perharinya. Sementara dari Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Februari 2019, merilis bahwa saat ini Indonesia menghasilkan sedikitnya 64 juta ton timbunan sampah setiap tahunnya. 

Dan data terbaru pada tahun 2021 total sampah yang berhasil dikumpulkan oleh PT. Inocycle Technology Group Tbk (INOV) pada kuartal I adalah sebanyak 11.600 ton. 

Tentu data ini masih jauh dari kampanye diet kantong plastik yang diupayakan oleh generasi bangsa ini sebagai bentuk kepedulian terhadap keberlanjutan hidup manusia baik pada saat ini dan terutama generasi-generasi yang akan datang.

Berkaca pada informasi di atas, bukan tidak mungkin tumpukan sampah akan semakin menggila apabila tidak diproteksi dari kebiasaan diri sendiri untuk menahan tangan agar tidak buang sampah sembarangan. 

Memang hal-hal kecil ini tidak langsung terlihat dalam jangka waktu singkat melainkan dalam jangka waktu panjang. 

Sebagaimana yang disebutkan dalam buku Atomic Habits bahwa satu persen kebiasaan kecil yang baik akan memberikan dampak yang luar biasa di masa yang akan datang. Sebaliknya, satu persen kebiasaan kecil yang buruk akan berpengaruh negatif terhadap keadaan di masa yang akan datang.

Kaitannya dengan keadaan sampah ialah perlunya membumikan perilaku satu persen menempatkan sampah pada tempatnya. Kebiasaan kecil atas sampah akan sangat bermanfaat untuk masa-masa yang datang terutama dalam mewujudkan Indonesia bebas sampah pada tahun 2025. 

Perilaku estapet antara satu individu dengan individu yang lainnya dalam mempraktikkan langkah dan kebiasaan kecil serta sederhana seperti tidak membuang bungkus snack di bawah meja tempat kita nongkrong, menandang botol minuman ke mana saja kita inginkan  akan berkontribusi untuk mewujudkan kehidupan yang sehat dan bersih. 

Namun sebaliknya, memelihara perilaku satu persen acuh terhadap sampah terkhususnya yang kecil-kecil bukan tidak mungkin akan mengundang berbagai macam bahaya yang akan mengancam lingkungan tempat tinggal kita.   

2019, Beraksi dan Ditindaklanjuti

Pada tahun 2019, saya mendapatkan informasi tentang open rekruitmen relawan yang diselenggarakan oleh sebuah organisasi, yakni World Clean Up Day (WCD) yang menaruh perhatian kepedulian pada lingkungan. 

Kegiatan ini dilaksanakan secara global setiap tanggal 21 September setiap tahunnya. Kegiatan ini juga dilaksanakan di seluruh provinsi Indonesia. Singkat cerita, melalui serangkaian proses, saya terlibat dalam kegiatan ini di bawah payung World Clean Up Day Provinsi Riau 2019.

Sebagai seorang Kordinator bidang team knowledge yang berperan dalam menyampaikan informasi mengenai kondisi dan keadaan sampah di Indonesia kepada relawan yang ada di beberapa Kabupaten/Kota provinsi Riau, pada waktu itu betapa terkejutnya saya setelah membaca beragam sumber informasi bahwa Indonesia krisis sampah setelah melakukan pencarian di mesin google. 

Bahkan dalam salah satu tulisan yang saya baca pada waktu itu yang masih menempel di benak saya sampai saat ini ialah narasi kiamat sampah. 

Ini saya pahami sebagai sebuah opini dan analisa yang tidak main-main. 

Seolah memperkuat narasi kiamat sampah ini, kondisi sampah yang ada di beberapa titik di Kota Pekanbaru sebagai salah satu lokasi kegiatan WCD Riau 2019 cukup mengkhawatirkan. Sampah bertumpuk-tumpuk di pinggiran jalan raya, bau tak sedap tak jarang memaksa tangan menutup hidung dan mulut.

Tibalah waktunya untuk turun beraksi bersama para relawan lainnya yang terbagi dalam beberapa kelompok yang telah ditugaskan untuk memungut sampah pada titik-titik atau lokasi tertentu berdasarkan hasil observasi sebelumnya. 

Seperti kata pepatah bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh aksi bersama ini menghilangkan rasa bau meski sesaat demi kembali sehatnya bumi pertiwi yang kurang mendapatkan perawatan dan perhatian dari kita manusia sebagai anaknya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Meski kegiatan ini sudah selesai menjelang maghrib menuju tanggal 22 September, akan tetapi kewajiban untuk tetap peduli dan menanamkan cinta kasih pada kesehatan dan kebersihan mother earth tidak boleh selesai juga, terlebih bagi diri saya pribadi.

Tanggal 21 September hanya sebuah simbolik adanya sebuah kegiatan bersama, namun kegiatan untuk melestarikan semangat yang ada pada tanggal 21 September tersebut tetap harus tumbuh dan dipelihara.

Sikap tersebutlah yang berusaha saya rawat agar tidak luntur meski tak lagi ikut kegiatan yang serupa. Langkah-langkah apa adanya semaksimal mungkin saya upayakan demi menjaga lingkungan sekitar, paling tidak di lingkungan keluarga saya. 

Sebab bukankah keluarga adalah wujud dari kepedulian dasar terhadap sesama, semisal tidak membuang sembarang hasil rautan pensil, tidak asal lempar bungkus dan permen karet, menata karton-karton bekas air mineral, mengumpulkan buku-buku bekas tanpa harus disalahgunakan dan lainnya.

Semoga tindakan sederhana tersebut dapat melukis hadirnya kembali senyuman di wajah ibu pertiwi. Saya berkeyakinan masih banyak orang-orang yang peduli akan kesehatan dan kebersihan lingkungan dan alam semesta di Indonesia.

Inilah aksiku.

Aksimu mana?

Jangan nanti pas di lain dimensi ketika ditanya, pernahkah kamu merawat ibu pertiwi?

Yang muncul hanya sikap bengong dan diam serta beribu alasan.

Jadi, ditunggu aksi kamu.

Referensi

12345

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun