Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Corak Insang

28 September 2024   15:42 Diperbarui: 28 September 2024   15:44 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Datuk Amri sedang menikmati sebatang rokok sembari memandangi keindahan rembulan di langit. Ia duduk tenang di teras rumahnya yang sunyi. Malam masih muda, sekitar pukul sepuluh.

Dalam pikiran, dia ingin cepat-cepat mati secara alami, tapi gilirannya belum lagi tiba. Apalagi Datuk Amri telah lama sebatang kara, sejarah hidupnya pilu.

Ketika masih gagah perkasa, Datuk Amri bekerja sebagai satpam di sebuah pabrik pembuatan onderdil mesin kapal selama tiga puluh sembilan tahun sebelum manajemen perusahaan tersebut mendepaknya secara sepihak, tanpa pesangon. Meski begitu, ia tak mengeluh, lebih tepatnya percuma mengeluh. Dalam perpektifnya, memang sedikit porsi keadilan tersisa bagi kaum pekerja swasta di negara yang dia tinggali ini.

Tak banyak yang bisa Datuk Amri lakukan sekarang, umurnya telah sampai di angka tujuh puluh. Rambutnya memutih hampir semua. Otot-otot yang terdefinisi sangat jelas pada masa silam kini menciut seperti kesempatan kerja bagi masyarakat lokal. Untuk makan sehari-hari, ia mengandalkan sepetak kebun dengan luas lima ratus meter persegi di kelurahan Sungai Beliung, Kota Pontianak. Ia menanam tumbuhan bernilai ekonomi seperti cabai, terung, kacang panjang, dan lain-lain. Sering orang-orang dari pasar bertransaksi langsung dengan Datuk Amri secara barter maupun membayar tunai.

Lamunan Datuk Amri begitu larut, ia tenggelam dalam nostalgia tentang kisah-kisah dirinya yang dikenal sebagai pendekar silat. Pada masa lampau, Gang Lapis Legit dan sekitarnya berada dalam "perlindungan" Datuk Amri. Tak ada satu pun preman, maling, perampok, dan sejenisnya yang berani memasuki wilayah tersebut.

Kala itu, Datuk Amri bersama warga membentuk suatu sistem keamanan lingkungan yang baik atas dasar kepedulian. Siang-malam masyarakat di sana hidup dalam damai.

Tidak seperti kebanyakan para pemuda dari generasinya yang memilih aliran bela diri yang berasal dari negara Jepang dan Korea, Datuk Amri berlatih suatu seni bela diri yang sering disebut Pukol Tujoh.

Pukol Tujoh atau Pukul Tujuh merupakan silat tradisional yang cukup populer pada zaman Datuk Amri masih tampan. Bela diri tersebut memiliki tujuh gerakan dasar yang wajib dilatih para praktisinya. Di Kota Pontianak pada masa lalu, praktisi silat dari aliran ini lumayan banyak karena mereka tergabung dalam komunitas tertentu.

Pukol Tujoh tidak menjadi paten satu perguruan silat saja, namun dianut oleh sejumlah perguruan silat sebagai ciri khas mereka. Di perguruan Datuk Amri misalnya, terdapat beberapa gerakan yang ternyata mirip dengan jurus dari perguruan silat lain.

Keunikan lain dari silat Pukol Tujoh yang dikuasai Datuk Amri adalah adanya suatu ritual "kelulusan murid". Orang-orang Melayu zaman dulu menyebutnya matikan pukol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun