Berpikir Ulang
Sekarang coba kita berpikir ulang, apabila berpegang pada kebenaran bukankah semua warisan budaya yang ada di negara ini pada dasarnya baik dan pantas diapresiasi? Bukankah menyelenggarakan pertunjukkan wayang kulit itu adalah hak dari masyarakat secara individual?
Jadi, orang yang dituakan saya rasa tidak perlu ngotot harus begini-begitu; kalau tidak begini berarti bertentangan dengan ini dan akan dikucilkan oleh yang lain. Pemimpin mbok ya jangan suka ngompor-ngompori dan menakut-nakuti! Bukankah kadang apa yang sudah membudaya di masyarakat itu diputuskan atas dasar kesepakatan alias doktrin sosial belaka?
Apa yang dapat kita pelajari dari persoalan yang saya utarakan dalam tulisan kali ini sebenarnya sederhana saja: ada rivalitas yang dijadikan peluang untuk menarik simpati masyarakat. Ketika ideologi sudah tak tampak lagi jejaknya, segala langkah untuk mempertahankan budaya Jawa dipandang sebagai ancaman ideologis, diperangkan seperti coldwardandi ujung kalimatnya selalu ditemui kata "salah".
Sudahlah, terlalu banyak ilusi-ilusi ketakutan yang melebihi kebenaran selalu ditanamkan yang membuat kita tak mendapatkan apa-apa, persis seperti emak-emak yang melarang anaknya berjalan ketika terjadi pemadaman karena takut kakinya terantuk meja. Padahal sang anak berjalan untuk mencari lilin agar ruangan menjadi terang kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H