Mohon tunggu...
Jingga Kelana
Jingga Kelana Mohon Tunggu... Arkeolog -

Lulusan Program Studi Arkeologi, FIB Udayana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jagad Pewayangan, Mengapa Dilarang di Ibu Kota?

23 Januari 2017   07:30 Diperbarui: 23 Januari 2017   09:13 3066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pergelaran Wayang Kulit (Foto: Jingga Kelana)

Berpikir Ulang

Sekarang coba kita berpikir ulang, apabila berpegang pada kebenaran bukankah semua warisan budaya yang ada di negara ini pada dasarnya baik dan pantas diapresiasi? Bukankah menyelenggarakan pertunjukkan wayang kulit itu adalah hak dari masyarakat secara individual? 

Jadi, orang yang dituakan saya rasa tidak perlu ngotot harus begini-begitu; kalau tidak begini berarti bertentangan dengan ini dan akan dikucilkan oleh yang lain. Pemimpin mbok ya jangan suka ngompor-ngompori dan menakut-nakuti! Bukankah kadang apa yang sudah membudaya di masyarakat itu diputuskan atas dasar kesepakatan alias doktrin sosial belaka?

Apa yang dapat kita pelajari dari persoalan yang saya utarakan dalam tulisan kali ini sebenarnya sederhana saja: ada rivalitas yang dijadikan peluang untuk menarik simpati masyarakat. Ketika ideologi sudah tak tampak lagi jejaknya, segala langkah untuk mempertahankan budaya Jawa dipandang sebagai ancaman ideologis, diperangkan seperti coldwardandi ujung kalimatnya selalu ditemui kata "salah".

Sudahlah, terlalu banyak ilusi-ilusi ketakutan yang melebihi kebenaran selalu ditanamkan yang membuat kita tak mendapatkan apa-apa, persis seperti emak-emak yang melarang anaknya berjalan ketika terjadi pemadaman karena takut kakinya terantuk meja. Padahal sang anak berjalan untuk mencari lilin agar ruangan menjadi terang kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun