Tetapi dari suatu hal yang saling bertolak belakang tersebut akhirnya dapat diketahui, bahwa masyarakat Jawa-Hindu yang bermukim di Banyuwangi memiliki karakter dan kepribadian tersendiri yang harus tetap dipelajari, dijaga, dipertahankan, dan dilestarikan sesuai dengan paugĕranyang ada. Kepribadian itu di kemudian hari dialĕluhuri (dihormati dan diteruskan) oleh masyarakat Bali-Hindu sebagaimana dibuktikan oleh keberadaan ornamen kedok muka Pura Maospahit, Tonja, Denpasar yang sama dengan kedok muka Barong Blambangan.
Penutup
Kita semua tengah belajar membangun sebuah masa depan baru. Di belakang kita sebuah jalan berliku telah kita hadapi. Kami sebagai generasi penerusmu di balik gerbang virtualitas itu, mencoba memahamimu dari realitas yang tengah kau jalani. Dari kalianlah kami belajar tentang seluk-beluk dunia digital dan kehidupan. Kami terkejut menerima pesan-pesan dan menanggapi kejadian belakangan ini telah mengorbankan sejumlah artefak yang ada. Tapi sebaliknya, kalian terkejut ketika keluar dari dunia maya, bertempur dalam dunia realitas, dan menemukan warisan terpendam milik para leluhur.Â
Realitas itu tidak hanya selebar kaca di hadapanmu. Kita harus siap keluar dari zona nyaman, dari foya-foya menenggak harta hasil menjual harga diri para leluhur, dan berteguh janji menjaga warisan yang tersisa. Jangan biarkan dirimu terkoyak dibakar api kebencian terhadap warisan leluhurmu sendiri, karena hal itu dapat membuatmu kehilangan pijakan hidup untuk selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H