Buku ini telah menunjukkan bahwa moralitas Barat ketika itu persifat paradoks. Mereka selalu mengangung-agungkan peradabannya lebih tinggi daripada peradaban Jawa, padahal kenyataan berkata lain. Moralitas Barat ternyata hanyalah sebuah wacana. Wacana yang dikonstruksi untuk meraih legitimasi dari kaum pribumi. Wacana yang memberi mereka hak untuk mengumbar syahwatnya kepada kaum pribumi, khususnya perempuan pribumi. Itulah wajah moralitas Barat sesungguhnya.
Sebagai sebuah buku yang menelusuri sisi-sisi lain dari era kolonial, Jaelani, seorang sejarawan Sunda, berhasil menelanjangi topeng moralitas Barat di tanah koloninya. Apalagi, buku ini kaya dengan arsip sezaman yang diinterpretasi secara cermat dan dirangkai dalam sebuah narasi yang enak dibaca. Buku ini pun disusun secara tematik sehingga memudahkan pembaca dalam menangkap makna pada setiap tulisan. Ia juga menggunakan beberapa media massa yang terbit sezaman sebagai sumber lokal.
Sayangnya, ia tidak banyak menggunakan karya sastra lokal yang mungkin saja memuat kasus-kasus atau penanganan penyakit sejenis. Malahan, ia tidak menggunakan sastra lokal semisal babad yang banyak tersimpan dalam perpustakaan keraton Jawa. Misalnya saja Babad Kartasura yang suatu kali mengisahkan seorang Dipati yang mengalami sakit pada alat kelaminnya akibat sering berganti perempuan rampasan perang. Selain itu, sumber lokal juga dapat digunakan untuk menguji tesisnya tentang asal usul penyakit ini di Jawa.
Cukup disayangkan juga buku ini tidak didukung foto, gambar, dan ilustrasi yang dapat membantu pembaca dalam berimajinasi. Buku ini juga kurang cocok dibaca oleh orang yang belum cukup umur. Namun, kelemahan-kelemahan yang dimiliki buku ini tidak mengurangi esensi utama yang ingin disampaikan penulisnya. Oleh sebab itu, buku ini sangat layak dibaca oleh kalangan akademisi dan masyarakat yang tertarik dengan tema-tema sejarah kesehatan.
Buku ini pun mampu membuka mata kita mengenai bahaya sebuah penyakit bagi sebuah bangsa dan diskriminasi yang ditimbulkannya. Buku ini juga dapat digunakan sebagai acuan para pengambil kebijakan terkait penanganan masalah pelacuran dan penyakit kelamin di era kekinian. Apalagi, masalah pelacuran menjadi masalah abadi yang tidak kunjung tuntas di negeri kita tercinta. Selain itu, karya ini menggugah kita untuk menjelajahi lebih lanjut belantara masalah sosial dan kesehatan yang terjadi di masa lalu. Sebuah belantara permasalahan yang menjadi kaca benggala untuk masa depan yang lebih baik. Selamat membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H